Meski Kandung, Berikut Status Anak di Luar Nikah dalam Pandangan Islam

PWMJATENG.COM – Dalam masyarakat Indonesia yang kental dengan nilai-nilai agama dan budaya Timur, status anak di luar nikah kerap menjadi perdebatan yang penuh dilema. Meski secara biologis merupakan anak kandung, dalam perspektif Islam, anak yang lahir di luar pernikahan yang sah memiliki status hukum yang berbeda. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan aspek sosial, tetapi juga menyentuh dimensi hukum syariat dan spiritual.
Status Hukum Anak di Luar Nikah
Dalam hukum Islam, anak yang lahir di luar pernikahan, atau dalam istilah fikih disebut “walad al-zina”, adalah anak yang lahir dari hubungan di luar ikatan pernikahan yang sah secara syariat. Berdasarkan pendapat mayoritas ulama, anak tersebut tidak dapat dinasabkan (dihubungkan garis keturunannya) kepada ayah biologisnya. Hal ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Anak itu (nasabnya) bagi pemilik ranjang, dan bagi pezina adalah batu (kerugian semata).”
Dengan demikian, meski secara biologis ia adalah anak kandung, secara hukum Islam, ia tidak memiliki hubungan nasab dengan sang ayah. Anak tersebut hanya memiliki hubungan nasab, hak waris, dan tanggung jawab nafkah dari pihak ibu.
Aspek Hak dan Kewajiban
Ketentuan nasab ini tentu membawa implikasi terhadap hak dan kewajiban hukum lainnya. Anak di luar nikah tidak berhak menerima warisan dari ayah biologisnya, begitu pula sebaliknya. Dalam hukum waris Islam, hanya anak yang lahir dari pernikahan sah yang dapat mewarisi harta peninggalan orang tuanya, sesuai garis nasab.
Namun, bukan berarti anak di luar nikah kehilangan hak-haknya sebagai manusia. Dalam Islam, setiap manusia, tanpa memandang asal-usul kelahirannya, memiliki hak hidup, hak perlindungan, dan hak memperoleh pendidikan serta kasih sayang. Oleh karena itu, orang tua tetap wajib merawat dan mendidik anak tersebut dengan sebaik-baiknya, meskipun tidak dapat dihubungkan secara nasab dengan ayahnya.
Perspektif Ulama Kontemporer
Seiring perkembangan zaman, sejumlah ulama kontemporer mulai membahas ulang status anak di luar nikah dalam kerangka maqasid syariah, yakni tujuan-tujuan utama syariat Islam seperti perlindungan jiwa, akal, keturunan, dan kehormatan. Beberapa ulama berpendapat bahwa jika ayah biologisnya mau mengakui dan bertanggung jawab atas anak itu, maka secara moral ia tetap harus menunaikan kewajiban sebagai orang tua.
Baca juga, Mengapa Puasa Syawal Disebut Menyempurnakan Ramadan? Ini Penjelasannya!
Sebagaimana dikemukakan oleh Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah, Islam tidak pernah menyalahkan anak atas perbuatan orang tuanya. Yang menjadi beban dosa adalah pelaku zina, bukan anak hasil perzinaan tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat tidak boleh mendiskriminasi anak di luar nikah, apalagi sampai melakukan pengucilan atau kekerasan verbal.
Prinsip Keadilan dalam Islam
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan dan kasih sayang. Dalam Al-Qur’an, tidak ditemukan satu ayat pun yang menyatakan bahwa anak di luar nikah harus dihina atau tidak layak mendapatkan tempat dalam masyarakat. Yang ada justru anjuran untuk menegakkan keadilan dan menghindari kezaliman.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 70: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, dan Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” Ayat ini menunjukkan bahwa setiap manusia, termasuk anak yang lahir di luar nikah, memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah selama ia bertakwa dan beramal saleh.
Urgensi Edukasi dan Empati Sosial
Dalam konteks kekinian, penting bagi masyarakat untuk membangun empati dan edukasi yang memadai terkait status anak di luar nikah. Stigmatisasi dan diskriminasi hanya akan menambah luka sosial yang dalam. Pendekatan yang bijak dan penuh kasih akan mendorong anak-anak tersebut tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan bermartabat.
Pendidikan keluarga dan agama memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai tanggung jawab seksual, pentingnya pernikahan sah, dan perlindungan terhadap hak anak. Pemerintah dan lembaga keagamaan juga perlu bekerja sama dalam membina masyarakat agar lebih sadar hukum dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dalam menyikapi persoalan ini.
Ikhtisar
Status anak di luar nikah dalam Islam memang berbeda dari anak yang lahir dari pernikahan sah. Namun, perbedaan itu bukan alasan untuk membenci atau mengucilkan. Islam memerintahkan keadilan, kasih sayang, dan perlakuan manusiawi bagi siapa pun. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami ajaran agama secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi etika, sosial, dan spiritual.
Menghormati hak anak, termasuk yang lahir di luar pernikahan, adalah bagian dari ibadah. Sebab, di balik status lahirnya, setiap anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan dididik agar menjadi insan yang bertakwa dan berguna bagi masyarakat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha