
PWMJATENG.COM, Surakartaย โย Di tengah kondisi ekonomi nasional yang lesu akibat maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), momen lebaran tetap menjadi pemantik lonjakan konsumsi dan aktivitas pariwisata. Hal ini ditegaskan oleh Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ihwan Susila.
Menurut Ihwan, tradisi memberi bingkisan kepada keluarga dan tetangga masih bertahan kuat di tengah tekanan ekonomi. “Kebiasaan ini mendorong peningkatan konsumsi, terutama dalam kebutuhan sandang dan pangan,” ujarnya, Senin (7/4).
Ia menambahkan, masyarakat kelas menengah ke bawah tetap berusaha memenuhi kebutuhan lebaran meski penghasilan mereka terbatas. Mereka tetap membeli pakaian baru, makanan khas lebaran, serta parcel sebagai bentuk silaturahmi.
Lebaran, kata Ihwan, juga membawa dampak positif bagi sektor pariwisata. Libur panjang menjadi momen masyarakat untuk berkumpul bersama keluarga sekaligus berlibur ke berbagai destinasi. “Banyak tempat wisata sudah menyiapkan agenda khusus menyambut libur lebaran. Masyarakat tinggal menyesuaikan dengan kemampuan keuangan mereka,” jelasnya.
Kondisi ini diprediksi akan mendorong pertumbuhan di berbagai sektor pendukung pariwisata, termasuk perhotelan dan transportasi. Ketersediaan layanan transportasi daring juga turut mendongkrak mobilitas warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi.
“Destinasi wisata alam, kuliner, dan berbasis pengalaman kini menjadi incaran. Agen wisata pun mulai berlomba menawarkan paket-paket menarik,” kata Ihwan.
Tak hanya itu, lonjakan permintaan terhadap pakaian baru dan kebutuhan khas lebaran seperti kue, minuman, dan pernak-pernik rumah tangga menjadi pendorong konsumsi musiman. โWalaupun ekonomi sedang tertekan, masyarakat tetap menyiapkan anggaran khusus untuk lebaran,โ imbuhnya.
Baca juga, Makna Idulfitri dan Halalbihalal: Menjaga Kesucian Lahir dan Batin
Namun di sisi lain, kondisi ekonomi makro nasional menunjukkan tekanan. Ihwan mencatat adanya kecenderungan deflasi karena masyarakat cenderung menunda belanja dengan harapan harga akan turun. Akibatnya, terjadi stagnasi antara produsen dan konsumen yang sama-sama menunggu momen yang tepat untuk bertransaksi.
“Produsen menahan produksi, konsumen menunda pembelian. Inilah yang menyebabkan pasar lesu meskipun ada momen seperti lebaran,” tuturnya.

Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan, Ihwan menyarankan pelaku industri wisata terus berinovasi. Ia menekankan pentingnya memahami segmentasi sosial dan ekonomi pengunjung. Menurutnya, tambahan fasilitas seperti kuliner, area cenderamata, dan layanan berbasis digital dapat meningkatkan kepuasan pengunjung.
“Pelayanan menyeluruh sangat penting untuk menciptakan pengalaman positif selama berwisata,” tegasnya.
Di sisi lain, peran pemerintah dianggap krusial dalam menjaga ekosistem wisata tetap adil dan berkelanjutan. Ihwan yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III UMS, mengimbau pemerintah untuk tidak menaikkan harga tiket secara berlebihan.
โTugas pemerintah adalah memastikan tempat wisata tetap memberikan layanan terbaik tanpa membebani pengunjung dengan kenaikan harga yang tidak wajar,โ tandasnya.
Lebaran, menurut Ihwan, selalu menjadi momentum ekonomi yang khas. Meski tekanan ekonomi hadir, masyarakat tetap menjadikan hari raya ini sebagai ruang berbagi, berkumpul, dan berbelanja. โItulah uniknya lebaran di Indonesia, nilai budaya dan sosialnya begitu kuat,โ pungkasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor :ย M Taufiq Ulinuha