Menyelami Kebesaran Allah dalam Surat Asy-Syam
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menghadirkan Kajian Tafsir Al-Qur’an secara daring melalui Zoom Meeting pada Kamis (23/1). Kajian edisi ke-31 ini mengupas Surat Asy-Syam dengan menghadirkan Ainur Rha’in sebagai narasumber. Dalam kajian tersebut, Ainur mengupas kebesaran Allah dan pesan hidup beruntung yang terkandung dalam setiap ayat Surah Asy-Syam.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program rutin yang diselenggarakan oleh Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMS. Tujuan utamanya adalah memperkuat pemahaman Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di kalangan dosen dan tenaga kependidikan UMS.
Pada awal kajian, Ainur menjelaskan makna ayat pertama Surah Asy-Syam: “Demi matahari dan sinarnya pada waktu dhuha.” Menurutnya, ayat ini menunjukkan keagungan matahari sebagai ciptaan Allah. “Huruf wawu dalam ayat ini adalah huruf qosam yang menandakan sumpah. Hal ini menegaskan betapa pentingnya matahari dalam kehidupan manusia,” paparnya.
Ia melanjutkan pembahasan pada ayat kedua: “Demi bulan saat mengiringinya.” Ainur menjelaskan bahwa bulan memantulkan cahaya matahari dalam peredarannya. Fenomena ini, lanjutnya, menjadi dasar perhitungan kalender Islam yang menggunakan siklus bulan. “Keterkaitan antara matahari dan bulan adalah salah satu bukti kekuasaan Allah yang tak terbantahkan,” ujarnya.
Beranjak ke ayat “Demi malam saat menutupinya (gelap gulita),” Ainur mengingatkan pentingnya malam sebagai waktu istirahat. “Allah menciptakan malam untuk menutupi cahaya matahari, memberikan ketenangan setelah aktivitas di siang hari,” jelasnya. Menurut Ainur, pergantian siang dan malam adalah bukti sempurnanya ciptaan Allah.
Dalam pembahasan ayat “Demi langit serta pembuatannya,” Ainur menegaskan bahwa langit dan benda-benda langit tunduk pada pengelolaan Allah. “Semua bergerak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh-Nya,” tambahnya. Hal ini diperkuat dengan penjelasan pada ayat “Demi bumi serta penghamparannya,” yang menunjukkan bahwa bumi telah diciptakan dengan sempurna sebagai tempat tinggal makhluk hidup.
Ainur juga membantah anggapan bahwa ayat ini menyiratkan bumi itu datar. “Ayat ini menekankan betapa Allah menciptakan bumi dengan penuh kesempurnaan sehingga manusia bisa hidup dengan nyaman di atasnya,” tuturnya.
Baca juga, Cuaca Ekstrem Melanda Jateng: 15 Daerah Dilanda Banjir dan Longsor, MDMC Kerahkan Relawan Muhammadiyah
Kajian kemudian berfokus pada manusia sebagaimana diungkapkan dalam ayat “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).” Ainur menjelaskan bahwa manusia yang terus membersihkan jiwanya dari sifat buruk seperti syirik, hasad, dan sombong akan menjadi pribadi yang beruntung. “Manusia yang terus memperbaiki dirinya adalah manusia yang disayangi Allah,” tegasnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa manusia tidak luput dari dosa. Dalam hal ini, Ainur mengutip QS. An-Nuur [24]: 21 yang menegaskan pentingnya rahmat Allah dalam proses penyucian diri. Sebaliknya, orang yang mengotori jiwanya dengan dosa dan maksiat akan menjadi orang yang merugi. “Allah menciptakan jiwa manusia dalam keadaan bersih. Namun, semakin jauh manusia dari ajaran-Nya, semakin kotor pula jiwa tersebut,” ungkapnya.
Sebagai penguat, Ainur membahas kisah kaum Tsamud yang diabadikan dalam Surah Asy-Syam. Kaum Tsamud dikenal hidup mewah di Al-Hijr, tetapi mendustakan Nabi Saleh. Mereka bahkan meminta unta sebagai mukjizat, namun tetap tidak beriman meski permintaan itu dikabulkan. “Unta yang menjadi mukjizat akhirnya disembelih oleh kaum Tsamud. Pelanggaran ini memicu murka Allah, yang menghukum mereka dengan gempa dahsyat hingga tempat tinggal mereka rata dengan tanah,” jelas Ainur.
Pada ayat terakhir, “Dia tidak takut terhadap akibatnya,” Ainur menekankan bahwa Allah tidak gentar terhadap ancaman kaum kafir. Sebaliknya, kaum yang mendustakan nabi seringkali tidak menyadari akibat dari perbuatan mereka hingga azab menimpa.
Sebagai penutup, Ainur mengajak para peserta untuk menjadikan Surah Asy-Syam sebagai inspirasi dalam kehidupan. “Bersihkan diri dari penyakit hati, terus perbaiki kualitas jiwa, dan taati perintah Allah. Itulah kunci menjadi pribadi yang beruntung,” pungkasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha