AUMBerita

Menjaga Waras di Kampus: Talkshow FAI UMS Soroti Kesehatan Mental dan Pencegahan Kekerasan

PWMJATENG.COM, Surakarta – Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (FAI UMS) menunjukkan komitmennya dalam merawat kesehatan mental mahasiswa dan mencegah segala bentuk kekerasan di lingkungan kampus. Hal ini diwujudkan melalui penyelenggaraan talkshow bertajuk “Kesehatan Mental dan Penemuan Jati Diri Mahasiswa sebagai Pusat Unggulan Pengembangan Al-Ulum Al-Islamiyah”, yang berlangsung pada Jumat, 9 Mei 2025, di Auditorium Mohammad Djazman.

Talkshow ini menghadirkan empat narasumber kunci dari lembaga strategis kampus, yaitu Komisi Disiplin (Komdis), Student Mental Health and Wellbeing Support (SMHWS), Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH), serta Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT). Keempat lembaga ini memiliki mandat langsung dalam menangani isu-isu kesejahteraan mahasiswa baik secara mental, sosial, maupun hukum.

Wakil Dekan III FAI UMS, Mutohharun Jinan, membuka acara dengan penegasan bahwa kegiatan ini bertujuan memperkenalkan layanan-layanan unggulan kampus kepada para mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa perlu mengetahui bahwa kampus tidak hanya tempat belajar, tetapi juga ruang untuk bertumbuh dengan dukungan menyeluruh.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan layanan yang memungkinkan mahasiswa dapat mengaktualisasikan potensinya secara maksimal. Mahasiswa bukan sekadar individu akademis, tapi juga manusia utuh yang perlu dikenali dan didampingi,” ungkap Jinan.

Salah satu isu utama yang diangkat adalah kekerasan di lingkungan kampus. Ketua Satgas PPKPT UMS, Marisa Kurnianingsih, menyampaikan bahwa kekerasan yang terjadi tidak terbatas pada bentuk fisik atau seksual semata. Perundungan (bullying), kekerasan verbal, dan kekerasan psikologis pun masuk dalam pengawasan Satgas.

Ia menyampaikan hasil survei internal menunjukkan masih terdapat kasus kekerasan yang perlu ditangani secara serius. “Kekerasan bukan hanya fisik atau seksual. Kami juga mengawasi kekerasan dalam bentuk lain seperti intimidasi, perundungan, dan pelecehan emosional,” tegas Marisa.

Dalam diskusi, Marisa menjelaskan bahwa perundungan memiliki syarat-syarat khusus untuk bisa dikategorikan sebagai kekerasan. Peristiwa tersebut harus terjadi berulang kali, dilakukan oleh pelaku yang sama terhadap korban yang sama, dan bersumber dari ketimpangan relasi sosial atau kekuasaan.

“Ketimpangan itu bisa bermacam-macam, bisa dari sisi ekonomi, status sosial, bahkan ketimpangan struktural dalam komunitas,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa Satgas PPKPT bersifat independen dan setiap keputusan yang diambil tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal.

“Rekomendasi kami bersifat objektif, dan kami menyampaikannya langsung kepada pimpinan kampus untuk penindakan lanjutan,” jelasnya.

UMS, lanjut Marisa, menyediakan berbagai fasilitas pelaporan dan pendampingan bagi korban kekerasan, antara lain melalui MMC (Muhammadiyah Mental Center), BKBH (Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum), LPPIK (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Keislaman), serta SMHWS. Semua layanan tersebut dapat diakses korban, baik secara terbuka maupun anonim.

Baca juga, Menghidupkan Wakaf Muhammadiyah: Dari Aset Menganggur ke Amal Produktif

Dalam forum yang sama, Muchammad Iksan dari Komdis UMS menegaskan bahwa setiap tindakan pelanggaran disiplin mahasiswa mengacu pada SK Rektor UMS No. 84.1/I/2018 tentang Peraturan Tata Tertib Mahasiswa. Komdis bertugas menjaga ketertiban dan menjamin hak-hak semua civitas akademika dihormati.

“Setiap pelanggaran akan ditangani sesuai prosedur. Kami tidak hanya bertindak represif, tapi juga preventif dan edukatif,” katanya.

Sementara itu, Avip Rusdi Hananto dari BKBH menjelaskan bahwa pihaknya siap memberikan bantuan hukum kepada mahasiswa yang mengalami persoalan hukum, baik sebagai korban maupun sebagai pihak yang dilaporkan. “Kami memberikan layanan konsultasi dan pendampingan hukum secara gratis sebagai bentuk tanggung jawab kampus terhadap hak-hak mahasiswa,” ungkap Avip.

Persoalan kesehatan mental dan identitas diri mahasiswa juga menjadi perhatian serius dalam forum ini. Partini, dari SMHWS, menjelaskan bahwa layanan yang diberikan meliputi konseling psikologis, pelatihan pengembangan diri, serta penguatan kepercayaan diri dan spiritualitas mahasiswa. Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan kampus yang inklusif dan suportif agar mahasiswa merasa aman untuk berkembang.

“Mahasiswa perlu merasa diterima dan tidak dihakimi. Tugas kami adalah mendampingi mereka untuk mengenali diri, mengatasi tekanan, dan membangun masa depan,” ujar Partini.

Talkshow ini tidak hanya menjadi ajang sosialisasi layanan, tetapi juga sebagai refleksi mendalam tentang pentingnya menghadirkan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan empati dalam lingkungan pendidikan tinggi. Dalam perspektif Islam, menjaga kesehatan mental dan menjauhkan diri dari kekerasan adalah bagian dari perintah menjaga jiwa (hifzh al-nafs), salah satu dari lima maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan syariat Islam).

Sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Maidah ayat 32:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

Artinya: “Barang siapa membunuh satu jiwa, bukan karena (orang itu membunuh) jiwa lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.”

Kontributor : Maysali
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE