Menjadi Muslim Produktif di Era Rebahan: Mungkinkah?

PWMJATENG.COMย โย Era digital telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Kemajuan teknologi memudahkan berbagai aktivitas, termasuk pekerjaan, pembelajaran, hingga ibadah. Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan baru: lahirnya budaya malas atau yang populer disebut sebagai “era rebahan.” Generasi muda, termasuk kaum Muslimin, semakin akrab dengan gaya hidup pasif di tengah gempuran konten digital yang tiada henti. Lantas, muncul pertanyaan penting: mungkinkah menjadi Muslim yang produktif di era rebahan ini?
Rebahan dan Tantangan Produktivitas
Kebiasaan rebahan bukan hanya sekadar beristirahat. Dalam konteks budaya digital, rebahan sering kali menjadi simbol dari gaya hidup yang tidak produktifโmenghabiskan waktu dengan menggulir layar ponsel, menonton serial secara maraton, atau hanya berdiam diri tanpa tujuan jelas. Fenomena ini menggerus semangat untuk berkarya, belajar, dan beribadah dengan optimal.
Menurut survei yang dilakukan oleh We Are Social pada 2024, rata-rata waktu yang dihabiskan masyarakat Indonesia untuk mengakses internet mencapai 7 jam per hari. Sebagian besar waktu tersebut dihabiskan di media sosial dan platform hiburan. Ini menjadi bukti nyata bahwa budaya rebahan telah mengakar kuat di kehidupan masyarakat modern, khususnya generasi muda Muslim.
Islam dan Konsep Produktivitas
Islam tidak memandang waktu sebagai sekadar aliran jam yang berjalan. Dalam Islam, waktu adalah amanah. Nabi Muhammad SAW bersabda, โDua nikmat yang sering dilalaikan oleh manusia adalah kesehatan dan waktu luang.โ (HR. Bukhari). Hadis ini menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan waktu secara optimal, termasuk di tengah era yang serba nyaman ini.
Produktivitas dalam Islam bukan hanya soal pekerjaan duniawi, tetapi juga mencakup dimensi ukhrawi. Seorang Muslim produktif adalah mereka yang mampu menyeimbangkan antara amal dunia dan amal akhirat. Ia mampu merancang hidup dengan visi ibadah dan kontribusi.
Meretas Produktivitas di Tengah Kemalasan
Meski tantangan budaya rebahan begitu nyata, menjadi Muslim produktif tetaplah mungkin. Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi budaya pasif ini.
1. Niat dan Kesadaran Diri
Segala amal tergantung pada niat. Seorang Muslim perlu menyadari bahwa setiap aktivitasnya, sekecil apa pun, bisa bernilai ibadah jika diniatkan dengan benar. Bahkan bangun pagi untuk bekerja, belajar daring, atau membantu orang tua di rumah dapat menjadi ladang pahala.
Baca juga, Menghidupkan Sunnah di Bulan Syawal: Momentum Meraih Keberkahan Setelah Ramadan
2. Manajemen Waktu Islami
Mengatur waktu adalah kunci utama produktivitas. Islam memberikan kerangka waktu yang jelas melalui lima waktu salat. Ini bisa dijadikan patokan dalam mengatur jadwal harian. Misalnya, setelah Subuh digunakan untuk membaca Al-Qur’an atau menyusun agenda harian, sementara waktu antara Magrib dan Isya dapat dimanfaatkan untuk evaluasi diri.
3. Menggunakan Teknologi Secara Bijak
Alih-alih menjadi korban teknologi, Muslim produktif memanfaatkannya sebagai alat untuk berkembang. Aplikasi pengingat salat, pengajian daring, e-book Islami, hingga podcast motivasi bisa dijadikan media untuk memperkaya diri. Konten digital pun dapat dijadikan ladang dakwah jika digunakan dengan niat dan strategi yang tepat.
4. Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
Rebahan yang berlebihan bisa berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Islam mendorong umatnya untuk menjaga tubuh sebagai amanah. Nabi Muhammad SAW gemar berjalan kaki dan menjaga pola makan. Gaya hidup aktif ini relevan untuk diterapkan agar tubuh sehat dan pikiran jernihโdua hal yang dibutuhkan dalam menjaga produktivitas.
Peran Komunitas dalam Meningkatkan Semangat
Produktivitas juga dipengaruhi oleh lingkungan. Komunitas Muslim yang suportif dapat menjadi pemantik semangat untuk berbuat lebih. Kajian daring, grup diskusi Islam, dan kegiatan sosial berbasis komunitas menjadi contoh konkret kolaborasi positif yang menggerakkan.
Dalam wawancara dengan Ustaz Muhammad Fauzi, seorang dai muda dan pegiat komunitas digital Islami, ia menyampaikan, โJangan takut hidup di era rebahan, asal kita punya kontrol. Kendalikan waktumu, jangan dikendalikan gawai. Jadikan teknologi sahabat dalam beramal, bukan sebaliknya.โ
Menjadi Muslim Produktif adalah Pilihan
Pada akhirnya, menjadi Muslim produktif adalah pilihan yang harus dilandasi dengan kesadaran, niat, dan komitmen. Era rebahan bukan penghalang, melainkan tantangan baru yang menuntut kreativitas dalam menjaga semangat amal.
Budaya rebahan tidak selamanya buruk. Rehat yang cukup memang diperlukan tubuh. Namun, ketika rebahan menjadi alasan untuk menunda amal, meninggalkan salat, atau menelantarkan tanggung jawab, saat itulah rebahan menjadi musuh produktivitas.
Islam memberikan panduan yang komprehensif untuk tetap aktif secara fisik, mental, dan spiritual. Maka, meskipun hidup di tengah kenyamanan era digital, seorang Muslim tetap bisa menjadi pribadi yang produktif dan bermanfaat.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, โSebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.โ (HR. Ahmad). Esensi produktivitas dalam Islam tidak lain adalah kebermanfaatan. Maka, apa pun zamannya, termasuk di era rebahan, semangat untuk produktif harus tetap menyala.
Ass Editor : Ahmad; Editor :ย M Taufiq Ulinuha