Meneladani Laku Utama dalam Kehidupan Sehari-hari
Meneladani Laku Utama dalam Kehidupan Sehari-hari
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – “Pancaran seseorang terlihat dari tutur kata dan tindakan fisiknya dalam kehidupan sehari-hari.”
Seiring perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi, pola pikir dan perilaku manusia mengalami perubahan. Banyak yang tidak menyadari bahwa kecanggihan teknologi membawa dampak negatif yang memengaruhi nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Dalam budaya Jawa, nilai unggah-ungguh, tata krama, dan andhap asor mulai terkikis. Kondisi ini harus menjadi perhatian karena dapat memengaruhi tindakan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Pesan Moral dalam Nuladha Laku Utama
Nuladha laku utama merupakan pesan moral yang luhur. Makna dari istilah ini adalah “keteladanan merupakan tindakan utama.” Pesan ini sejalan dengan nilai agama dan budaya yang diwariskan leluhur. Manusia diharapkan mampu menjaga tutur kata dan tindakan agar tidak menimbulkan keresahan, kegaduhan, atau polemik di kemudian hari.
Dalam praktiknya, keteladanan ini sering diuji, seperti yang terjadi di lingkungan organisasi atau masyarakat. Sebuah peristiwa dalam organisasi dakwah mencerminkan pentingnya komunikasi yang baik. Salah seorang anggota menceritakan, “Masalah kecil seperti kalender seharusnya bisa diselesaikan secara internal tanpa dibahas di grup WhatsApp.” Namun, respons pemimpin yang berkata, “Jika saya tidak diinginkan, saya mundur saja,” justru memperburuk keadaan. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, ia tampak kurang menunjukkan sikap ramah kepada anggota lainnya.
Ucapan Khatib yang Menuai Kontroversi
Kisah lain terjadi di masyarakat ketika seorang khatib Jumat menyatakan, “Merayakan tahun baru berarti kafir.” Pernyataan ini menimbulkan reaksi negatif, bahkan anak-anak yang mendengar merasa bingung dan tersinggung. Dalam situasi ini, penting bagi seorang tokoh agama untuk memahami karakteristik jamaah dan menyampaikan pesan dengan cara yang santun serta bijaksana.
Pentingnya Keteladanan dan Literasi bagi Tokoh Agama
Dua kasus tersebut menggambarkan pentingnya keteladanan dari tokoh masyarakat dan tokoh agama. Tokoh-tokoh ini harus berhati-hati dalam tutur kata dan tindakan, sebab mereka menjadi panutan. Mereka juga perlu meningkatkan literasi, baik melalui membaca maupun menulis, agar wawasan keilmuan mereka semakin luas.
Baca juga, Ku Tinggalkan dan Ku Sambut 365 Hari dengan Hulu Hilir Cinta
Dalam Islam, tidak ada ajaran yang secara spesifik melarang atau mewajibkan merayakan tahun baru Masehi. Islam memiliki tahun baru Hijriah yang lebih relevan dengan nilai-nilai keislaman. Namun, realitas menunjukkan bahwa banyak umat Islam yang telah terpengaruh budaya Barat. Hal ini menjadi tantangan bagi para tokoh agama, khatib, dan juru dakwah untuk memberikan pencerahan tanpa menghakimi.
Menjaga Ucapan dan Tindakan
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan:
“Orang muslim yang baik adalah yang muslim lainnya aman dari gangguan ucapan dan tangannya, dan orang yang hijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang Allah.”
Hadis ini mengajarkan dua hikmah utama. Pertama, seorang muslim harus menjaga ucapannya agar tidak menyakiti atau merugikan orang lain. Kedua, hijrah tidak hanya bermakna pindah tempat, tetapi juga berpindah dari pola pikir, tindakan, dan kebiasaan yang buruk menuju kebaikan.
Kesimpulan
Keteladanan adalah kunci membangun kehidupan yang harmonis dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan menata hati, menyelaraskan nilai agama dan budaya, serta mengedepankan cinta dan kemanusiaan, kita dapat menciptakan kehidupan yang penuh makna. Semoga kita senantiasa mendapat rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Aamiin.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha