BeritaTokoh

Mendikdasmen Abdul Mu’ti: Jadikan Syawal Sebagai Momentum Muhasabah dan Peningkatan Kualitas

PWMJATENG.COM, Kudus – Dalam suasana Idulfitri 1446 H yang penuh kebahagiaan, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah yang juga Mendikdasmen, Abdul Mu’ti, menyampaikan khutbah yang menitikberatkan pada pentingnya menahan amarah dan mengelola nafsu. Ia menegaskan bahwa keberhasilan seseorang dalam menghadapi godaan hawa nafsu menjadi kunci kehidupan yang lebih sejahtera dan penuh keberkahan.

Khutbah ini bukan sekadar refleksi atas bulan Ramadan yang baru berlalu, tetapi juga menjadi pengingat bagi umat Islam untuk tetap menjaga kemurnian hati di bulan Syawal dan seterusnya. “Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang mulia,” ungkapnya, merujuk pada firman Allah dalam QS. At-Tin ayat 4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Mu’ti menegaskan bahwa kemuliaan manusia tidak hanya terletak pada bentuk fisiknya, tetapi juga pada akal dan kemampuannya untuk berpikir serta berbuat kebajikan. Hal ini, katanya, telah ditegaskan pula dalam QS. Al-Isra’ ayat 70, di mana Allah memuliakan manusia dengan memberikan mereka ilmu dan keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk lain.

Namun, kemuliaan tersebut bisa ternoda jika manusia tidak mampu mengendalikan hawa nafsu. “Nafsu bisa menjadi pendorong kebaikan, tetapi juga bisa menjerumuskan ke dalam keburukan jika tidak dikelola dengan baik,” jelasnya. Oleh karena itu, ia mengajak jamaah untuk selalu membersihkan jiwa agar tetap berada di jalan yang diridai Allah.

Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Mu’ti menyoroti tantangan besar bagi umat Islam, yaitu derasnya arus informasi yang tidak selalu benar. Ia mengingatkan bahwa hoaks dan ujaran kebencian yang beredar luas di media sosial dapat merusak persatuan dan menciptakan perpecahan di masyarakat.

“Di era digital ini, antara haq (kebenaran) dan hoaks sering kali sulit dibedakan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kebiasaan tabayun (memeriksa kebenaran informasi),” ujarnya. Oleh karena itu, ia mengajak umat Islam untuk lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi serta menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.

Baca juga, Idulfitri: Momentum Silaturrahmi dan Rekonsiliasi

Mu’ti juga menegaskan bahwa dalam Islam, menjaga lisan dan tulisan adalah bagian dari akhlak yang mulia. Ia mengutip sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pesan ini, menurut Mu’ti, menjadi sangat relevan di era media sosial saat ini. “Sebelum menyebarkan sesuatu, kita harus berpikir apakah itu membawa manfaat atau justru menimbulkan keburukan,” tambahnya.

Sebagai tokoh yang juga bergerak di bidang pendidikan, Abdul Mu’ti menekankan bahwa membangun karakter yang kuat tidak bisa hanya dilakukan melalui ceramah atau perintah semata. Pendidikan, katanya, bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga pembiasaan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Ia mencontohkan bagaimana kebiasaan kecil, seperti disiplin dalam menepati janji, berkata jujur, dan menghormati orang lain, jika diterapkan secara konsisten, dapat membentuk karakter yang unggul dalam diri seseorang. “Masyarakat yang kuat adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong,” tegasnya.

Mu’ti juga mengingatkan bahwa umat Islam harus selalu saling mendukung dan menolong, terutama dalam membangun kehidupan yang lebih baik bagi sesama. Dengan demikian, katanya, umat Islam akan lebih siap menghadapi tantangan zaman dan tetap berada dalam lindungan Allah.

Menutup khutbahnya, Mu’ti mengajak jamaah untuk terus memperkokoh persatuan dan mempererat tali silaturahmi. Ia menegaskan bahwa keberhasilan ibadah Ramadan tidak hanya diukur dari seberapa banyak ibadah yang dilakukan, tetapi dari seberapa istiqamah seseorang dalam menerapkan nilai-nilai kebaikan setelah Ramadan berlalu.

“Ramadan mengajarkan kita banyak hal, mulai dari kesabaran, kejujuran, hingga kepedulian sosial. Jika semua itu hanya bertahan selama satu bulan, maka kita belum benar-benar memahami makna Ramadan,” pesannya.

Sebagai penutup, ia mengajak seluruh umat Islam untuk menjadikan bulan Syawal sebagai momentum muhasabah (evaluasi diri) dan meningkatkan kualitas diri. “Jangan sampai kita kembali kepada kebiasaan buruk setelah Ramadan usai. Mari kita terus berbuat baik dan menjadi pribadi yang lebih bertakwa,” pungkasnya.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE