Menciptakan Ruang Tumbuh Pemuda Negarawan: Jalan Menuju Indonesia Emas

Menciptakan Ruang Tumbuh Pemuda Negarawan: Jalan Menuju Indonesia Emas
Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha (Wakil Sekretaris PWPM Jawa Tengah; Pemred PWMJateng.com)
PWMJATENG.COM – Dalam pusaran dinamika bangsa yang terus bergerak, kehadiran pemuda negarawan menjadi harapan yang tak pernah surut. Pemuda bukan sekadar kelompok usia, tetapi representasi energi perubahan, semangat pembaruan, dan nalar kebangsaan yang kritis. Namun, mencetak pemuda dengan karakter kenegarawanan tidak lahir dari ruang hampa. Ia butuh ruang tumbuh: lingkungan yang mendidik, sistem yang mendorong, serta budaya yang membentuk integritas dan visi kebangsaan.
Tantangan Pemuda di Era Modern
Di era digital yang serbacepat, pemuda Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan. Informasi yang datang bertubi-tubi, globalisasi nilai, hingga tekanan sosial dalam media digital menjadi arus yang kadang menyeret pemuda menjauh dari identitas dan tanggung jawab kebangsaannya. Banyak anak muda lebih tertarik menjadi selebritas digital ketimbang menjadi motor penggerak perubahan sosial.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, sekitar 70 juta penduduk Indonesia merupakan kelompok usia muda. Ini berarti bahwa masa depan bangsa sangat bergantung pada bagaimana generasi muda diarahkan dan dipersiapkan. Tanpa desain ruang tumbuh yang matang, bonus demografi ini bisa berujung pada bencana sosial: pengangguran, radikalisme, hingga apatisme politik.
Memahami Konsep Negarawan
Negarawan bukan sekadar politisi atau pejabat publik. Ia adalah pribadi yang menjunjung tinggi kepentingan bangsa di atas ambisi pribadi. Seorang negarawan memiliki visi jangka panjang, integritas moral, keberanian mengambil keputusan sulit, dan kepekaan terhadap nasib rakyat. Sayangnya, nilai-nilai kenegarawanan ini kian tergerus oleh budaya pragmatisme yang menilai segalanya dari aspek untung-rugi.
Di sinilah pentingnya ruang tumbuh yang mencetak pemuda bukan hanya cakap secara teknis, tetapi juga matang secara etik dan spiritual. Ruang ini harus menjadi medium di mana pemuda belajar tentang tanggung jawab sosial, pentingnya partisipasi politik yang bermartabat, serta makna kepemimpinan yang melayani.
Pendidikan sebagai Fondasi
Langkah awal dalam menciptakan ruang tumbuh tersebut adalah melalui pendidikan. Sayangnya, sistem pendidikan kita masih cenderung menekankan aspek kognitif, tanpa memberi ruang cukup bagi pembentukan karakter dan semangat kenegarawanan. Kurikulum perlu menanamkan nilai-nilai Pancasila tidak sebatas hafalan, tetapi melalui pembiasaan, proyek sosial, dan diskusi publik yang membangun.
Sebagai contoh, program pendidikan kepemimpinan pemuda seperti yang dilakukan oleh organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, atau berbagai gerakan mahasiswa, terbukti mampu membentuk pemuda yang berpikir strategis dan berjiwa sosial. Model ini harus diperluas dan difasilitasi oleh negara sebagai bagian dari strategi pembangunan karakter bangsa.
Peran Keluarga dan Masyarakat
Selain sekolah, keluarga dan masyarakat memiliki peran strategis dalam membentuk ruang tumbuh pemuda. Keluarga sebagai unit terkecil bangsa harus menjadi tempat pertama di mana nilai kejujuran, tanggung jawab, dan cinta tanah air dikenalkan. Orang tua bukan hanya penyuplai kebutuhan material, tetapi juga mentor dan panutan.
Baca juga, Haji Mabrur: Antara Ukhrawi dan Duniawi, Antara Permintaan dan Pujian
Masyarakat pun harus menjadi lingkungan yang kondusif bagi pemuda untuk belajar dan berkontribusi. Karang Taruna, komunitas pemuda, dan forum-forum warga perlu dihidupkan kembali sebagai arena pembelajaran sosial. Pemuda harus diberi ruang untuk terlibat dalam musyawarah, kegiatan sosial, hingga pengelolaan desa. Keterlibatan semacam ini menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap nasib bangsa.
Negara Wajib Hadir
Negara tidak boleh abai. Pemerintah harus hadir menciptakan ekosistem yang mendukung lahirnya pemuda negarawan. Regulasi yang berpihak pada pendidikan karakter, program magang kenegaraan, pelatihan kepemimpinan sosial-politik, hingga alokasi anggaran untuk pengembangan kapasitas pemuda, merupakan bentuk konkret keberpihakan negara.
Salah satu contoh nyata adalah program Youth Leadership Academy yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun, program semacam ini belum menjangkau seluruh lapisan pemuda. Negara perlu menggandeng lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk menjadikannya gerakan nasional.
Menyemai Semangat Kenegarawanan
Menumbuhkan jiwa negarawan tidak bisa instan. Ia butuh proses panjang dan berkesinambungan. Pemuda harus terus diasah melalui pengalaman langsung, tantangan sosial, dan bimbingan dari tokoh-tokoh yang menjadi teladan. Oleh karena itu, pemimpin senior harus bersedia menjadi mentor bagi generasi muda, bukan malah menjadikan mereka pesaing atau ancaman.
“Negarawan itu lahir dari proses pengabdian, bukan dari perebutan kekuasaan,” ujar Yudi Latif, pakar kenegaraan Indonesia. Pernyataan ini menegaskan bahwa kenegarawanan dibentuk oleh orientasi untuk melayani, bukan dilayani. Pemuda perlu dibimbing menuju kesadaran ini agar tidak terjebak dalam ambisi kekuasaan tanpa substansi.
Menuju Indonesia Emas 2045
Ruang tumbuh bagi pemuda negarawan adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan nasib bangsa. Dengan bonus demografi yang besar, Indonesia berpeluang besar menjadi negara maju pada 2045. Namun, peluang ini hanya akan terwujud jika kita memiliki generasi pemuda yang visioner, berintegritas, dan cinta tanah air.
Menciptakan ruang tumbuh tersebut bukan semata tugas lembaga pendidikan atau negara, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Sudah saatnya kita berhenti hanya berbicara tentang pentingnya pemuda sebagai agen perubahan, dan mulai bekerja menciptakan ekosistem yang benar-benar menumbuhkan pemuda sebagai negarawan sejati.
Editor : Ahmad