Menciptakan Manusia Sejarah

Menciptakan Manusia Sejarah

Oleh : Zuhron Arrofi (Gus Zuhron)*

PWMJATENG.COM – Benazir Butho, mantan Perdana Menteri Pakistan pernah mengatakan, “Penampilan sebuah kapal tampak sangat cantik pada saat bersandar di dermaga, apalagi dihiasi kilauan cahaya Matahari, tetapi kapal tidak diciptakan untuk bersandar, kapal dibentuk untuk berlayar menjangkau seluruh penjuru bumi, menghadapi gelombang samudra, menantang badai dan melawan ombak.”

Sungguh pesan moral yang begitu tinggi. Kita dan generasi setelah kita tidak diciptakan untuk hidup santai dan nyaman. Hidup tidak selesai hanya dengan udud dan minum secangkir kopi. Berpangku tangan dan hidup dalam alam imajinasi bukanlah gaya para pejuang. Menjadi intelektual menara gading tidak akan mampu menorehkan sejarah yang gemilang. Sejarah dibentuk oleh narasi-narasi besar yang membumi. Darah, keringat, air mata, harta, nyawa adalah bagian dari instrument pembentuk sejarah.

Tengoklah bagaimana Ali Sariati di Iran, suaranya lantang dari mimbar-mimbar akademik hingga terjun menjadi parlemen jalanan untuk melakukan sebuah revolusi. Bacalah bagaimana Bung Karno dengan gaya orasinya yang mengguncang dunia, mampu menggerakkan jutaan kaum proletar untuk bangkit melawan imperialisme. Pahami bagaimana Che Guevara, seorang dokter dan diplomat yang memilih meninggalkan profesinya demi tegaknya sebuah perjuangan. Lihatlah bagaimana Karl Mark, bersama kaum buruh melawan imperialisme kapitalis yang didominasi kaum pemodal untuk menciptakan keadilan sosial. Renungkan bagaimana Hamka dengan ketajaman penanya dan jiwa merakyatnya berjuang dari ranah minang demi tegaknya republik ini.

Mereka manusia-manusia penentu sejarah, pembentuk sejarah, pencipta sejarah. Mereka tidak pernah dikendalikan sejarah, karena mereka menuliskan sejarahnya sendiri untuk sebuah kepentingan yang jauh lebih besar. Manusia-manusia ini tidak pernah mau dipenjara oleh narasi yang memanipulasi kebenaran. Perjuangan mereka bukanlah simbolik, pengorbanan mereka bukan simbolik, visi kehidupan mereka bukan simbolik, dan medan perjuangan mereka bukan simbolik.

Baca juga, Tafsir: Pancasila Adalah Pijakan Kita dalam Berbangsa dan Bernegara

Tidak pernah terlintas dalam pikiran orang-orang hebat ini memperkaya dirinya sendiri, memburu pencapaian individu, menargetkan hal-hal yang sifatnya privasi. Kehadirannya untuk melayani dan melayani. Inilah manusia yang telah selesai dengan dirinya sendiri, ilmunya untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan keterbelakangan, pengetahuannya untuk mencerahkan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penjara administrasi tidak pernah masuk dalam kamus kehidupan mereka. Manusia pilihan yang telah melampaui batas-batas birokrasi.

Sejarah apa yang akan kita tuliskan? Akan menjadi manusia penentu sejarah atau dikendalikan oleh sejarah? Bagaimana kita akan berkisah pada generasi selanjutnya? Apa yang mesti dilakukan untuk mewariskan generasi yang mampu menghadapi problem zaman? Pesangon moral akademik apa yang akan kita titipkan pada para penerus? Banyak sekali pertanyaan yang menggelinding dalam otak dan rasanya tidak mudah untuk di jawab.

Hal yang paling menghawatirkan manakala kesadaran itu tidak pernah lahir secara utuh. Hanya serpihan berserak yang tidak mudah dimengerti. Uniknya, ada sebagian orang yang tidak mengerti filosofi hidup namun merasa telah menciptakan sejarah. Kompensasi dari itu adalah permintaan sanjungan dan apresiasi setinggi langit. Bergerak seperti pahlawan yang minta dipuja. Padahal sejatinya bukan sejarah yang mereka ciptakan, tetapi sekedar numpang foto selfie di sebuah kapal yang bersandar di dermaga.

*) Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah.

Editor : M Taufiq Ulinuha