Mencari Spirit Lingkungan Hidup dalam Tafsir Klasik dan Kontemporer
Mencari Spirit Lingkungan Hidup dalam Tafsir Klasik dan Kontemporer
Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)
PWMJATENG.COM – Dalam ‘tafsir klasik’ bencana itu karena dosa-dosa manusia yang tidak beriman seperti umat Nabi Nuh, tidak patuh pada nabi, banyak dosa karena lisan : fitnah, bohong dan hati : dengki, ujub, riya’ dan akhlak buruk lainnya, juga lgbt seperti umat nabi Luth) maka Allah memberikan azab berupa banjir, gunung meletus, longsor dst.
Namun kalau kita lihat di jaman sekarang terutama di negara-negara Barat atau negara maju lainnya yang menepikan agama, banyak orang tidak beriman, tidak percaya agama, sekuler bahkan atheis tapi aman-aman saja, bahagia, tetap percaya diri dengan kemajuan iptek yang sudah menjamin kesejahteraan artinya bencana tidak terjadi karena watak ingkar sebagaimana dalam tafsir klasik.
Kemudian muncul istilah ‘tafsir kontemporer’ Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan ulama-ulama Khalaf lainnya merasionalkan dengan mencari penyebab bencana dan mengatasinya, dari riset lahirlah banyak ilmu pengetahuan tentang alam
Artinya tafsir klasik itu tidak lagi aktual dan relevan alias tidak terhubung dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan, tidak menciptakan spirit mengatasi kerusakan lingkungan, sehingga perlu ‘tafsir baru/ijtihad baru’ bahwa yang merusak lingkungan itu bukan karena manusia yang tidak beriman dan akhlak yang buruk tapi karena sikap manusia yang melanggar aturan dan merusak lingkungan : misal buang sampah sembarangan/tebang pohon akibatnya longsor dan banjir.
Baca juga, Tafsir: Ideologisasi, Industrialisasi, dan Mitigasi Jadi Fokus Program Muhammadiyah Jateng
Melalui tafsir progresif itu memunculkan semangat riset fenomena alam dan bencana yang kemudian menciptakan ilmu pengetahuan tentang alam, termasuk dalam dunia pendidikan sekarang sedang dikaji Kurikulum Perubahan Iklim di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Kita bisa memahami tafsir ulama klasik karena pada saat itu alam belum rusak sehingga tafsiran ayat Al Qur’an tentang ‘kerusakan di daratan dan dilautan karena ulah manusia’ itu dimaknai bahwa daratan itu lesan manusia yang buruk sedangkan lautan itu hati manusia yang buruk.
Sekarang ayat tersebut menemukan makna yang sebenarnya bahwa daratan dan lautan yg rusak itu memang alam nyata yang telah rusak akibat perbuatan manusia, sehingga muncul ‘tafsir kontemporer’ yang merupakan suatu pertaubatan, istigfar manusia dan diwujudkan secara rasional dengan meneliti bencana dan mengatasinya timbullah ilmu pengetahuan tentang alam, fiqih kebencanaan, ilmu geologi, geografi, fisika dan ilmu lainnya.
Inilah Islam Berkemajuan : Menggembirakan, Menggerakkan dan Mencerahkan, merupakan kritisisme tafsir klasik menuju tafsir yang progresif dan berkemajuan. Wallahu a’lam.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha