
PWMJATENG.COM, Surakarta – Muhammadiyah terus mengokohkan posisinya sebagai pelopor dalam pemikiran keislaman, termasuk dalam hal sistem penanggalan. Dalam Kajian Ramadan yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Rabu (26/3), Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syamsul Anwar, kembali menegaskan urgensi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
KHGT bukan sekadar gagasan, melainkan keputusan resmi Muhammadiyah yang telah melewati berbagai forum musyawarah. Syamsul menyebutkan empat landasan formal yang mengukuhkan KHGT sebagai sistem penanggalan yang sah dalam organisasi ini, yakni Keputusan Muktamar Muhammadiyah 2015 di Makassar, Keputusan Muktamar Muhammadiyah 2022 di Surakarta, Putusan Tarjih Tahun 2024 dalam Musyawarah Nasional Tarjih, serta Tanfidz Pengembangan Pedoman Hisab Muhammadiyah KHGT Tahun 2025.
Dalam pemaparannya, Syamsul menjelaskan bahwa kalender pada dasarnya adalah sistem penandaan hari untuk berbagai kepentingan, baik sosial maupun keagamaan. Penandaan ini dilakukan melalui dua cara utama: menggunakan nama hari dan angka-angka yang membentuk sistem tanggal.
Dalam konteks Islam, KHGT dirancang sebagai sistem kalender berbasis peredaran bulan (lunar), yang bersifat unifikatif. Artinya, dalam sistem ini, satu tanggal Hijriah berlaku secara global, sehingga tidak ada perbedaan hari dalam perayaan hari-hari besar Islam.
“Sistem ini bukan hanya relevan untuk ibadah seperti Ramadan dan Idulfitri, tetapi juga memiliki implikasi luas dalam transaksi muamalah serta berbagai aktivitas sosial lainnya,” jelasnya. Dengan demikian, KHGT diharapkan dapat memberikan kepastian waktu bagi umat Islam di seluruh dunia, sebagaimana kalender Masehi yang telah digunakan secara universal.
Salah satu permasalahan yang selama ini dihadapi umat Islam adalah perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah, yang sering kali menyebabkan ketidaksepakatan dalam pelaksanaan ibadah seperti puasa Ramadan dan Idulfitri. Perbedaan ini muncul akibat metode rukyatul hilal (pengamatan bulan) yang dipengaruhi oleh lokasi geografis masing-masing negara.
Dengan KHGT, Muhammadiyah menawarkan solusi berbasis hisab (perhitungan astronomi), yang memungkinkan penetapan awal bulan Hijriah secara seragam. “Kalau dalam fungsi sosial, kalender masehi sudah mengambil peran utama. Maka, umat Islam juga harus memiliki sistem kalender yang seragam agar lebih terorganisasi dalam menjalankan ibadah dan aktivitas sehari-hari,” ujar Syamsul.
Baca juga, Khutbah Idulfitri: Jadilah Pemaaf, Bukan Pendendam!
Selain itu, dalam perspektif fikih, memiliki satu sistem kalender yang berlaku global juga selaras dengan prinsip persatuan umat (wahdatul ummah). Al-Qur’an telah menegaskan pentingnya perhitungan waktu dalam Surah Yunus ayat 5:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.” (QS. Yunus: 5)
Ayat ini menjadi dasar bahwa penanggalan berbasis peredaran bulan adalah bagian dari ketetapan Allah yang dapat dimanfaatkan untuk menyusun sistem kalender yang lebih akurat dan universal.
Muhammadiyah telah merancang sistem KHGT dengan pendekatan yang ilmiah dan berbasis data astronomi. Namun, implementasi KHGT secara global tentu membutuhkan waktu dan kesepakatan dari berbagai negara Muslim. Beberapa negara yang masih menggunakan sistem rukyatul hilal mungkin memerlukan adaptasi untuk menerima sistem berbasis hisab ini.
Namun, dalam konteks Indonesia, Muhammadiyah telah berkomitmen untuk menggunakan KHGT sebagai acuan utama dalam penentuan waktu ibadah. Langkah ini diharapkan menjadi pemantik diskusi yang lebih luas di tingkat dunia Islam, agar ke depan umat Muslim memiliki satu sistem kalender yang seragam.
Sebagai organisasi Islam yang dikenal progresif, Muhammadiyah terus mendorong transformasi dalam berbagai aspek kehidupan umat, termasuk dalam urusan waktu. KHGT bukan hanya tentang penanggalan, tetapi juga tentang upaya membangun kesatuan dan kepastian dalam beribadah. Dengan sistem ini, perbedaan dalam awal bulan Hijriah diharapkan dapat diminimalisir, sehingga umat Islam dapat lebih fokus pada substansi ibadah tanpa terkendala perbedaan teknis.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha