Matlak dalam Konteks Fikih dan Astronomi: Sejarah dan Implikasinya bagi Umat Islam
PWMJATENG.COM – Pada Pengajian Umum PP Muhammadiyah, Jumat (5/7/24), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Arwin Julo Rakhmadi Butar-Butar menjelaskan makna dan sejarah matlak, yang menjadi satu komponen penting dalam Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Kata “matlak” berasal dari bahasa Arab, yakni “al-mathla’” atau “al-mathāli’”, yang secara etimologis mengacu pada tempat terbitnya benda langit, khususnya hilal dalam konteks ini. Matlak merupakan istilah yang memiliki signifikansi dalam fikih dan astronomi Islam, yang mengalami evolusi fungsi dan implementasi sepanjang waktu. Historisitas matlak bermula dari sebuah hadis yang memuat diskusi antara Kuraib dan Ibn Abbas. Saat menjelang bulan Ramadan, Mu’awiyah dan penduduk Syam melaporkan melihat hilal, sedangkan Ibn Abbas dan penduduk Madinah belum melihatnya. Ibn Abbas menolak untuk menggunakan laporan dari Syam tersebut sebagai acuan. Peristiwa ini menjadi latar belakang munculnya prinsip dan istilah matlak, yang kemudian dibagi menjadi dua: matlak ikhtilāf dan matlak ittihād.
Matlak lokal (ikhtilāf al-mathla’) merupakan konsep fikih yang menyatakan bahwa awal bulan diumumkan di suatu tempat tertentu ketika hilal telah terlihat di sana. Pendekatan ini memiliki variasi dalam penentuan wilayahnya, beberapa menyatakan cukup dengan kemunculan hilal di sekitar tempat tertentu, sementara yang lain menetapkan pada tingkat regional atau komunitas spesifik. Di sisi lain, matlak global (ittihād al-mathla’) merupakan konsep fikih dan astronomi yang menyatakan bahwa awal bulan diumumkan untuk seluruh umat Islam di mana pun mereka berada, begitu hilal terlihat atau dapat terlihat di suatu tempat di dunia. Konsep ini berakar dari interpretasi hadis-hadis Nabi yang menggunakan kata jam’ (plural) untuk menunjukkan universalitas dan keseluruhan umat Islam.
Dalam sejarah Islam, praktik matlak lokal dominan dalam fikih, seperti yang dijelaskan dalam berbagai literatur klasik oleh ulama lintas mazhab. Namun, matlak global, meskipun memiliki landasan teoritis yang kuat, belum banyak diimplementasikan dalam praktik karena keterbatasan sarana komunikasi dan teknologi pada masa lalu. Saat ini, dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan global umat Islam, konsep matlak global menjadi relevan dan mendesak untuk diterapkan.
Baca juga, Resmi Digunakan Tahun Ini, Revolusi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT): Solusi Baru bagi Umat Islam
Pemikiran tentang matlak global tidak hanya muncul di kalangan fukaha klasik, tetapi juga dikembangkan oleh para pemikir dan ahli kalender Islam kontemporer. Mereka seperti Ahmad Muhammad Syakir, Husain Fathi, Fauzi bin Abdillah al-Humaidi, dan TM Hasbi ash-Shiddieqy memiliki kontribusi penting dalam menyuarakan dan merumuskan konsep ini. Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq dari Maroko, yang ide-idenya turut menjadi bagian penting dalam Kongres Turki 1437 H/2016 M yang mengusung ide Kalender Islam Global.
Dalam konteks penerapan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), konsep matlak global menjadi esensial. Misalnya, keputusan Kongres Turki 1437 H/2016 M menetapkan bahwa awal bulan diumumkan global jika hilal terlihat dalam visibilitas 5-8 dimana saja di dunia, yang kemudian diaplikasikan secara global tanpa pengecualian. Prinsip transfer rukyat atau imkan rukyat ini diterima secara fikih sebagai bagian integral dari matlak global, yang didasarkan pada hadis-hadis rukyat.
Dengan demikian, konsepsi matlak global bukan hanya teori belaka, melainkan sebuah keharusan dalam upaya menyatukan umat Islam dalam satu sistem penanggalan global. Implementasi matlak global tidak memerlukan otoritas formal untuk mengatur, karena hal ini akan memperlambat proses dan mengurangi esensi universalitas konsep ini. Maka dari itu, pengakuan dan penerimaan terhadap matlak global menjadi krusial dalam mewujudkan Kalender Islam yang bersifat global dan memenuhi kebutuhan umat Islam secara internasional.
Editor : M Taufiq Ulinuha