Makna Idulfitri: Lebih dari Sekadar Pakaian Baru

PWMJATENG.COM, Surakarta – Perayaan Idulfitri selalu identik dengan pakaian baru. Namun, dalam Kajian Tarjih yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), konsep pakaian terbaik dalam Islam dibahas lebih dalam. Kajian ini menghadirkan Yayuli, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah, yang menjelaskan berbagai aspek terkait tuntunan salat Idulfitri berdasarkan Fatwa Tarjih Muhammadiyah.
Acara yang digelar oleh Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMS pada Selasa (26/3) ini bertujuan memberikan pemahaman kepada umat Islam agar dapat menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Dalam kajian tersebut, Yayuli menjelaskan mulai dari persiapan hingga pelaksanaan salat dan khotbah Idulfitri secara rinci.
Salah satu diskusi yang menarik perhatian peserta adalah mengenai pakaian terbaik untuk salat Idulfitri, terutama dari sudut pandang Generasi Z (Gen Z). Seorang peserta, Asef Dwi Nugroho, menanyakan apakah pakaian kasual seperti kaos bergambar band metal masih bisa dikategorikan sebagai pakaian terbaik.
Menanggapi hal ini, Yayuli menegaskan bahwa pakaian terbaik bukanlah yang baru, melainkan yang memenuhi standar Islam. Ia mencontohkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, seseorang berusaha berpakaian rapi saat menghadap dosen atau atasan di kantor. Maka, menghadap Allah dalam ibadah seharusnya dilakukan dengan lebih hormat.
“Pakaian terbaik itu yang kita miliki dan memenuhi standar Islam, yaitu pakaian yang menutup aurat dengan baik dan sesuai syariat. Masa kita menghadap Allah dengan kaos? Menghadap dosen saja kita berpakaian rapi dan bagus,” ujarnya.
Dalam Islam, pakaian yang dikenakan saat salat sebaiknya bersih dan menutup aurat sebagaimana yang diperintahkan dalam Al-Qur’an:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian terbaikmu setiap kali memasuki masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)
Ayat ini menegaskan pentingnya berpakaian layak dalam menjalankan ibadah, termasuk saat melaksanakan salat Idulfitri.
Baca juga, Waktu Sahur: Momen Mustajab untuk Berdoa dan Beristighfar
Selain membahas pakaian, sesi tanya jawab juga menyoroti berbagai persoalan terkait pelaksanaan salat Idulfitri. Salah satu pertanyaan yang diajukan peserta adalah tentang batalnya wudhu di tengah salat, terutama bagi mereka yang melaksanakan ibadah di tempat terbuka yang jauh dari fasilitas wudhu.
Yayuli menjelaskan bahwa dalam keadaan seperti itu, seseorang wajib bersuci kembali sebelum melanjutkan salat. Jika air sulit ditemukan, Islam memberikan keringanan dengan memperbolehkan tayamum.
“Dalam kondisi darurat, tayamum dapat menjadi alternatif jika air tidak tersedia,” katanya.
Pertanyaan lain yang muncul adalah mengenai seseorang yang datang hanya untuk mendengarkan khotbah tanpa mengikuti salat. Yayuli menegaskan bahwa bagi laki-laki yang sudah baligh, mengikuti salat Idulfitri lebih utama daripada sekadar mendengar khotbah.
Selain itu, ada pula pembahasan tentang pelaksanaan salat Idulfitri bagi mereka yang tidak menemukan jamaah. Yayuli menjelaskan bahwa salat Idulfitri dapat dilakukan sendiri atau berjamaah dalam jumlah terbatas jika kondisi tidak memungkinkan untuk berkumpul dalam jamaah besar.
Salah satu isu yang turut dibahas dalam kajian ini adalah fenomena pelaksanaan salat Idulfitri di jalan raya yang berpotensi mengganggu ketertiban umum. Yayuli menekankan bahwa meskipun niatnya baik, umat Islam sebaiknya mengikuti tuntunan yang telah diajarkan Rasulullah SAW.
“Salat Id seharusnya dilakukan di mushola atau tanah lapang, bukan di jalan yang dapat menghalangi aktivitas masyarakat. Jika berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, sebaiknya kita kembali pada sunnah yang lebih baik,” paparnya.
Pernyataan ini sejalan dengan prinsip Islam yang menekankan keseimbangan antara menjalankan ibadah dan menjaga hak-hak orang lain dalam kehidupan sosial.
Di penghujung sesi, Yayuli memberikan panduan mengenai takbiran. Ia mengingatkan bahwa sebaiknya takbiran dilakukan secara langsung oleh umat Islam, bukan dengan menggunakan rekaman suara. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga adab dalam bertakbir agar tidak berlebihan dan mengganggu kenyamanan masyarakat.
“Takbiran hendaknya dilakukan dengan penuh penghayatan dan sesuai dengan tuntunan syariat, tanpa berlebihan hingga mengganggu orang lain,” katanya.
Dengan adanya kajian ini, diharapkan umat Islam dapat lebih memahami esensi dari Idulfitri, bukan hanya dari segi ritual, tetapi juga dalam menjaga nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Pakaian terbaik bukan sekadar baru, tetapi yang mencerminkan kesucian hati dalam menyambut hari kemenangan.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha