
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong pengembangan intelektual dan kreativitas mahasiswa. Melalui Program Studi (Prodi) Arsitektur, UMS sukses menyelenggarakan workshop bertajuk “Curiosity and Inquisitiveness in Learning Science” pada Kamis, 8 Mei 2025. Kegiatan ini diikuti oleh 42 mahasiswa arsitektur dan menghadirkan narasumber utama Prof. Ismail Bin Said, pakar arsitektur lanskap dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Johor Bahru.
Workshop yang digelar di Studio STUPA, Gedung H UMS, berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Kegiatan ini dirancang sebagai ruang interaktif untuk menumbuhkan rasa ingin tahu serta semangat eksploratif mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang arsitektur.
Wisnu Setiawan, dosen Prodi Arsitektur sekaligus Wakil Dekan II Fakultas Teknik UMS, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kegiatan ini. Ia menyampaikan bahwa mahasiswa, terutama di semester awal, perlu diberikan bekal tentang pentingnya rasa penasaran dalam proses belajar.
“Workshop ini kami tujukan untuk mahasiswa tahun pertama agar mereka memiliki pondasi kuat dalam menumbuhkan curiosity dalam setiap proses pembelajaran ke depannya,” jelas Wisnu, Minggu (11/5).
Dalam sesi utama, Prof. Ismail Bin Said mengajak para peserta mendalami tiga kata kunci penting dalam proses belajar: creativity, honesty, dan authenticity. Ia mendorong mahasiswa untuk aktif bertanya dan menjawab, serta menuliskan ide-ide mereka di papan tulis yang disediakan di sekeliling ruangan.
Melalui berbagai studi kasus, Ismail memaparkan bagaimana ilmu pengetahuan dan humaniora dapat berpadu dalam desain arsitektur. Ia menyoroti karya arsitek dunia seperti Kengo Kuma (Jepang), Abdel Wahed Al-Wakil (Mesir), dan Diana Kellogg (Amerika Serikat) sebagai contoh bagaimana prinsip ilmiah bisa menyatu dengan kearifan lokal dan konteks budaya.
Baca juga, Menghidupkan Wakaf Muhammadiyah: Dari Aset Menganggur ke Amal Produktif
“Melalui workshop ini, saya ingin mahasiswa sadar bahwa ada begitu banyak hal yang belum mereka ketahui. Rasa ingin tahu itu penting agar mereka terus menggali ilmu,” ujarnya dengan aksen Melayu yang khas.
Diskusi juga dilengkapi dengan pembahasan interaktif mengenai berbagai topik spesifik seperti biomimetik dalam desain arsitektur, konsep arsitektur Islam berkelanjutan, serta pemanfaatan bahan bangunan lokal guna mengurangi jejak karbon.
Salah satu studi kasus yang menarik perhatian peserta adalah proyek sekolah di Jaisalmer, India, karya Diana Kellogg. Sekolah tersebut dirancang menggunakan batu pasir lokal sebagai upaya meminimalisasi dampak lingkungan sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar.

“Kami ingin mahasiswa melihat arsitektur tidak hanya sebagai seni rupa, tetapi juga sebagai solusi bagi masalah lingkungan dan sosial,” tegas Ismail.
Antusiasme mahasiswa terlihat sepanjang kegiatan berlangsung. Mereka aktif bertanya, mencatat, dan berdiskusi mengenai berbagai pendekatan arsitektur lintas disiplin. Bagi banyak peserta, ini merupakan pengalaman pertama mengikuti workshop dengan suasana internasional yang intens dan inspiratif.
Pihak Prodi Arsitektur UMS berharap kegiatan seperti ini dapat terus digelar sebagai bagian dari upaya membentuk lulusan arsitektur yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memiliki kepekaan terhadap isu-isu global.
“Workshop ini hanyalah awal dari proses panjang menumbuhkan generasi arsitek yang kritis, inovatif, dan peka terhadap tantangan masa depan,” ungkap Wisnu Setiawan menutup sesi acara.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha