Maaf dan Memaafkan: Inti Spirit Idulfitri dalam Islam

PWMJATENG.COM – Idulfitri bukan sekadar hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Lebih dari itu, Idulfitri merupakan momentum spiritual yang sarat makna, terutama dalam hal pembersihan jiwa dan pemurnian hati. Salah satu nilai utama yang dijunjung tinggi dalam perayaan ini adalah sikap saling memaafkan.
Dalam tradisi masyarakat Muslim Indonesia, ungkapan “mohon maaf lahir dan batin” menjadi kalimat yang akrab terdengar saat Idulfitri tiba. Kalimat ini bukan hanya basa-basi sosial, melainkan cerminan dari ajaran Islam yang mengedepankan kasih sayang dan pemaafan.
Maaf dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, memaafkan bukanlah tindakan lemah, melainkan bentuk kemuliaan akhlak. Allah Swt. bahkan menjanjikan pahala besar bagi hamba yang mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali Imran: 134)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa memaafkan adalah bagian dari kebajikan yang dicintai Allah. Dalam kehidupan sosial, manusia tidak pernah luput dari kesalahan—baik disengaja maupun tidak. Maka, Islam mendorong setiap Muslim untuk senantiasa membuka hati, memberi maaf, dan meminta maaf.
Idulfitri sebagai Momentum Pemaafan
Idulfitri berasal dari kata ‘id yang berarti “kembali” dan fitri yang berarti “fitrah” atau kesucian. Maka, Idulfitri adalah hari kembali ke kesucian, hari kemenangan atas hawa nafsu dan dosa yang telah ditekan selama Ramadan.
Namun, kesucian itu tidak hanya diperoleh dari ibadah vertikal seperti puasa dan salat, melainkan juga dari ibadah horizontal—yakni menjalin kembali hubungan yang rusak, memperbaiki tali silaturahmi, dan memaafkan satu sama lain.
Baca juga, Ketika Al-Qur’an Merindukanmu: Jangan Biarkan Hati Kosong Tanpa Kalamullah
Rasulullah Saw. bersabda:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa menjaga hubungan baik antar sesama Muslim adalah kewajiban. Oleh karena itu, Idulfitri menjadi momen yang tepat untuk menghentikan segala bentuk perselisihan dan mempererat kembali ukhuwah Islamiyah.
Hikmah Memaafkan
Sikap memaafkan membawa dampak positif bagi individu dan masyarakat. Bagi individu, memaafkan menenangkan jiwa, mengurangi beban emosi, dan membuka jalan menuju ketenangan batin. Sedangkan bagi masyarakat, budaya saling memaafkan menciptakan suasana harmonis, memperkuat solidaritas, dan mencegah konflik berkepanjangan.
Menurut para ulama, pemaafan bukan hanya memberi kelegaan bagi orang yang dimaafkan, tetapi juga bagi yang memaafkan. Dalam Tafsir Al-Misbah, Prof. Quraish Shihab menyebut bahwa memaafkan adalah bentuk pengendalian diri yang paling luhur karena membutuhkan kekuatan hati, bukan kekuatan fisik.
Ikhtisar
Spirit Idulfitri dalam Islam tidak lepas dari nilai luhur memaafkan dan meminta maaf. Hal ini merupakan pengejawantahan dari ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sebab, tidak ada ibadah yang lebih indah kecuali yang diiringi dengan perbaikan hubungan antarsesama manusia.
Maka dari itu, mari jadikan Idulfitri sebagai momentum penyucian diri, bukan hanya kepada Allah Swt., tetapi juga kepada sesama. Bukalah hati untuk memaafkan, tebarkan salam, dan pererat ukhuwah. Karena sesungguhnya, puncak dari kemenangan bukan pada pakaian baru atau hidangan lezat, tetapi pada hati yang bersih dari dendam dan hasad.
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya dari Allah.”
(QS. Asy-Syura: 40)
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha