AUMBerita

Luar Biasa! Dosen UMS Ini Bukukan Semangat Literasi hingga Dibaca Gus Mus dan Tembus Eropa!

PWMJATENG.COM, Surakarta – Di tengah arus digitalisasi yang kian deras, sosok Impian Nopitasari tetap konsisten menyalakan bara semangat literasi di kalangan generasi muda. Dosen Tidak Tetap (DTT) di Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini tak hanya aktif mengajar, tetapi juga produktif menulis. Hingga kini, ia telah menerbitkan lima buku yang mencerminkan semangat dan kecintaannya terhadap literasi.

Karya-karyanya yang telah terbit antara lain Kembang Pasren, Si Jlitheng, Payung Biru Jeta, Simbar Menjangan, dan Hidup di Zaman Konten. Melalui buku-buku tersebut, Impian ingin menyampaikan bahwa literasi bukan sekadar aktivitas membaca dan menulis, tetapi bagian penting dari pembentukan karakter dan wawasan seseorang.

Dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional, Sabtu (17/5), Impian menyampaikan pandangannya tentang kondisi literasi di Indonesia. Ia menyebut bahwa rendahnya literasi masyarakat bukan karena minimnya minat baca, melainkan karena keterbatasan akses terhadap buku.

“Sebenarnya banyak orang suka membaca, hanya saja ongkos distribusi buku di daerah sangat mahal. Orang-orang akhirnya lebih memilih beli beras daripada buku,” ujar Impian.

Menurutnya, data peringkat literasi Indonesia yang kerap dirujuk tidak selalu mencerminkan kondisi sesungguhnya. Banyak masyarakat sebenarnya ingin membaca, hanya terkendala akses dan harga.

Sebagai akademisi, Impian melihat tantangan baru muncul di kalangan mahasiswa yang kini lebih menyukai konten visual seperti video pendek. “Menyuruh mereka membaca artikel saja sulit, apalagi buku. Apalagi dengan hadirnya teknologi seperti ChatGPT yang kadang justru disalahgunakan,” tuturnya.

Impian menggarisbawahi bahwa generasi muda saat ini tumbuh dalam lingkungan digital sejak lahir. Hal ini membuat kemampuan mereka dalam berpikir kritis dan menganalisis informasi cenderung kurang terasah.

“Sejak bayi sudah dicekeli HP. Mereka terbiasa menerima informasi secara instan tanpa menyaring. Itulah mengapa budaya baca sangat penting untuk menyeimbangkan pola pikir,” imbuhnya.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Impian mulai menginisiasi diskusi-diskusi kecil di rumahnya. Ia mengajak mahasiswa berdialog tentang buku, dimulai dengan karya-karyanya sendiri. “Saya punya banyak buku. Mereka datang ke rumah, dan kita berdiskusi. Ini cara kecil untuk menumbuhkan budaya baca,” katanya.

Baca juga, Haji Mabrur: Antara Ukhrawi dan Duniawi, Antara Permintaan dan Pujian

Ia juga menyuarakan harapan agar UMS menjadi kampus yang lebih literatif. “Saya membayangkan kampus ini punya budaya diskusi rutin. Mahasiswa tak malu membaca, dan menjadikan buku sebagai teman berpikir,” ujarnya.

Impian meyakini bahwa buku bukan hanya alat pengetahuan, tetapi juga media pembentuk karakter. Ia mencontohkan bagaimana buku sastra dapat mengasah empati dan melembutkan hati, bahkan untuk mahasiswa teknik yang biasanya berpikir logis.

“Buku membuka cakrawala. Dari membaca sastra Jepang atau Latin, kita tahu sejarah dan budaya mereka. Pembaca sejati umumnya lebih rendah hati karena sadar banyak hal yang belum ia ketahui,” ucapnya.

Ia menuturkan bahwa kecintaannya terhadap buku telah tumbuh sejak kecil. “Saya bisa membaca sejak umur tiga tahun, karena terbiasa membaca buku di perpustakaan SD tempat ayah saya mengajar,” kenangnya.

Impian mengaku tidak pernah ikut kelas menulis. Ia menulis karena terbiasa membaca sejak dini. Bahkan, karya-karyanya telah tayang di media nasional sejak masih SMA, sekitar tahun 2006–2007.

Salah satu bukunya yang paling berkesan adalah Si Jlitheng, buku dongeng anak berbahasa Jawa yang berkolaborasi dengan ilustrator ternama Na’imatur Rofiqoh (Nai Rinaket). Buku ini mendapat sambutan luas saat pandemi, dibedah di banyak forum, bahkan dibaca oleh KH. Mustofa Bisri (Gus Mus).

Tak hanya itu, Si Jlitheng juga mewakili Indonesia dalam pameran ilustrasi internasional di Bratislava, Slovakia. Buku tersebut menjadi jembatan antara anak-anak dan budaya lokal Jawa, yang kini mulai tersisih oleh gempuran budaya luar.

Impian menegaskan, “Orang yang sejak kecil suka membaca, kalau terus dilatih, pasti bisa menulis. Tinggal mau mulai atau tidak.”

Kini, meski berkarya dari Solo, buku-buku Impian telah menembus Paris dan Bratislava. Ia membuktikan bahwa karya tulis yang baik tidak mengenal batas geografis. Dengan semangat literasi yang tak pernah padam, Impian menjadi teladan nyata bahwa menulis adalah bentuk perjuangan untuk menjaga akal sehat dan merawat kebudayaan.

Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE