Kupas Tuntas Surat An-Naba: Menyingkap Bukti Keagungan Allah dan Keterkaitannya dengan Sains Modern

PWMJATENG.COM, Surakarta – Surat An-Naba, yang juga dikenal sebagai Surat ‘Amma, At-Tasaul, dan Al-Mukhsirat, kembali dikupas secara mendalam dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an yang digelar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Dalam forum yang berlangsung daring melalui Zoom Meeting pada Kamis (15/5), Ainur Rha’in, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMS, memaparkan hubungan erat antara ayat-ayat dalam surat ini dengan realitas ilmiah yang telah dibuktikan oleh sains modern.
“Surat ini membahas tiga tema besar: pengingkaran kaum kafir terhadap hari kiamat, keagungan ciptaan Allah, dan gambaran detail tentang neraka dan surga,” ujar Ainur membuka paparan.
Menurutnya, latar belakang turunnya surat ini berkaitan erat dengan perdebatan kaum Quraisy yang menolak keras keberadaan hari kiamat. Mereka mempertanyakan kebangkitan setelah kematian dan mengejek risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Dalam merespons hal ini, Allah menggunakan pendekatan retoris yang sarat dengan logika ilmiah dan refleksi alam semesta.
“Allah menegur mereka dengan kalimat ‘Kalla saya’lamun’, yang artinya kelak mereka akan mengetahui dengan mata kepala sendiri kebenaran yang mereka ingkari,” katanya, mengutip pendapat ulama tafsir seperti Mujahid dan Qatadah.
Lebih jauh, Ainur mengurai ayat-ayat awal surat ini yang menggambarkan bumi sebagai mihada, atau hamparan yang nyaman. Kata kerja “naja‘ala” dalam ayat tersebut menunjukkan proses gradual yang relevan dengan teori geologi modern bahwa bumi terbentuk dan berkembang selama miliaran tahun.
Ia menekankan bahwa bumi tidak hadir secara instan, tetapi melalui tahapan-tahapan kompleks yang memungkinkan kehidupan berkembang. Gunung, misalnya, disebut sebagai autad atau pasak yang berfungsi menstabilkan bumi. Dalam perspektif ilmiah, gunung juga menjadi sumber air, rumah bagi ekosistem, dan regulator tekanan dalam bumi.
“Hanya Al-Qur’an satu-satunya kitab suci yang secara eksplisit dan akurat menggambarkan fenomena ilmiah yang kemudian terbukti oleh sains,” tegasnya.
Baca juga, Masukhi: Ibadah Haji Bukan Sekadar Ritual Fisik, Melainkan Upaya Spiritual untuk Mencari Rida Allah
Tak hanya itu, Ainur juga menyoroti ayat yang menyebut penciptaan makhluk secara berpasangan. “Ini adalah ayat yang sangat filosofis sekaligus ilmiah. Semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan, diciptakan secara berpasangan,” jelasnya. Ia pun menegaskan bahwa konsep ini menjadi landasan teologis dalam menolak penyimpangan seksual yang tidak sesuai fitrah.

“Kita hormati manusia sebagai individu, tapi bukan berarti membenarkan perilaku yang bertentangan dengan ciptaan Allah,” tegas Ainur.
Dalam tafsir selanjutnya, Ainur membahas peran malam dan tidur sebagai bentuk rahmat Allah. Malam disebut sebagai libas, penutup yang memberikan ketenangan. Menurutnya, tidur di malam hari adalah waktu terbaik bagi tubuh untuk memulihkan diri, sesuai dengan riset medis modern.
Siang hari, lanjutnya, digambarkan sebagai waktu untuk beraktivitas dan mencari penghidupan. “Al-Qur’an menggambarkan waktu siang sebagai ma‘asha, sangat sesuai dengan pola biologis manusia,” katanya.
Kajian pun berlanjut pada struktur langit yang kokoh sebanyak tujuh lapis. Meskipun manusia belum mampu menembus langit pertama, Rasulullah SAW telah mengalaminya dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Penjelasan ini, menurut Ainur, menunjukkan betapa Al-Qur’an memadukan sains dan spiritualitas secara harmonis.
Terakhir, ia menjelaskan makna matahari sebagai sirajan wahhaja, pelita yang menyala dengan panas menyengat. “Deskripsi ini sesuai dengan sifat matahari yang memiliki suhu inti sekitar 15 juta derajat Celcius,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Ainur mengulas ayat tentang hujan yang diturunkan dari awan mukhsirat, yaitu awan sarat air. Dari hujan itulah tumbuh kebun-kebun yang rindang, menjadi sumber kehidupan.
“Semua ini adalah ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan bahwa alam semesta adalah laboratorium keimanan,” pungkasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha