Koperasi Syariah: Solusi Ekonomi Berbasis Nilai Islam
PWMJATENG.COM – Koperasi bukanlah konsep yang asing. Koperasi adalah organisasi ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh anggotanya sendiri demi kepentingan bersama, terutama dalam segi ekonomi. Organisasi ini mendasarkan kegiatannya pada prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berasaskan kekeluargaan.
Asal Usul dan Prinsip Koperasi
Awalnya, koperasi berkembang di negara-negara Barat, namun kini telah meluas hingga ke negara-negara mayoritas muslim. Dalam perspektif ekonomi Islam, koperasi dikenal sebagai koperasi syariah. Koperasi syariah menjalankan operasinya sesuai dengan syariat Islam dan teladan dari ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Prinsip utama koperasi syariah adalah gotong royong, tidak dimonopoli, serta keuntungan yang diperoleh dibagi secara rata dan proporsional.
Dalam Islam, koperasi termasuk dalam golongan syirkah, yaitu wadah kerjasama, kemitraan, dan kebersamaan usaha yang baik dan halal. Allah berfirman, “Dan bekerjasamalah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan” (Al-Maidah:2). Nabi SAW juga bersabda dalam hadits qudsi, “Aku (Allah) merupakan pihak ketiga yang menyertai kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan Hakim).
Sejarah Koperasi Syariah di Indonesia
Koperasi syariah telah ada sejak abad III Hijriyah di Timur Tengah dan Asia Tengah. Bahkan, diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah ikut dalam kemitraan usaha semacam koperasi, salah satunya dengan Sai bin Syarik di Madinah. Di Indonesia, koperasi berbasis nilai Islam pertama kali lahir dalam bentuk paguyuban usaha bernama Syarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh H Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggota SDI adalah para pedagang muslim, meskipun dalam perkembangannya SDI berubah menjadi Syarikat Islam yang bernuansa gerakan politik.
Perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia
Koperasi syariah mulai berkembang pesat ketika Baitul Maal Wattamwil (BMT) menjadi populer di Indonesia. BMT pertama yang dikenal di Indonesia adalah BMT Bina Insan Kamil pada tahun 1992 di Jakarta. Keberhasilan BMT ini memberikan dampak positif pada perekonomian masyarakat.
Baca juga, KH. Tafsir: Pada Saatnya Nanti, KHGT Akan Diterima Seluruh Umat Islam
Namun, keberlangsungan BMT menghadapi kendala berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa segala kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan penyaluran kredit harus berbentuk bank (Pasal 28). Untuk mengatasi permasalahan ini, terbentuk beberapa Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang menaungi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). LPSM tersebut antara lain Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK), Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK), dan FES Dompet Dhuafa Republika.
Legitimasi dan Pengakuan Koperasi Syariah
Pada tahun 1994, berdirilah Forum Komunikasi (FORKOM) BMT di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sejak tahun 1995, forum komunikasi ini berupaya menggagas payung hukum bagi anggotanya, yang kemudian tercetuslah ide pendirian BMT dengan badan hukum koperasi. Pada tahun 1998, dari hasil beberapa pertemuan FORKOM BMT, terbentuklah Koperasi Syariah di Indonesia (KOSINDO), sebuah koperasi sekunder dengan keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil, dan Menengah Republik Indonesia Nomor 028/BH/M.I/XI/1998, yang diketuai oleh Ahmat Hatta.
Prinsip Ekonomi Islam dalam Koperasi Syariah
Prinsip atau nilai yang menjadi landasan pengembangan ekonomi Islam terdiri dari lima nilai universal: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi dan teori ekonomi Islam, termasuk koperasi syariah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa koperasi tidak sah dalam Islam karena tidak adanya unsur badan sebagai subjek hukum, seperti yang dikemukakan oleh Taqiyyuddin al-Nabhani. Namun, ulama lain menganggap koperasi sebagai akad mudharabah atau bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak. Dalam koperasi, tidak ada unsur kedzaliman dan pemerasan, pengelolaannya terbuka, dan keuntungan dibagi sama rata.
Editor : M Taufiq Ulinuha