Oleh: Ikhwanushoffa*
PWMJATENG.COM – Tema tersebut tengah hangat dalam, bukan saja wacana, namun dari perenungan, antisipasi, dan rencana gerak dari Persyarikatan yang dilahirkan oleh sufi besar pada zamannya, Beliau Datuk kita yang mempunyai nama kecil Muhammad Darwis.
Digital sebagai ruh mewujud dalam rupa berupa gadget. Gadget adalah alat, sebagai alat ia bebas nilai, obyektif dan demokratis. Maka ia bersifat nir rasa. Dan manusia berada dalam simpangan, apakah ia yang dipengaruhi alat, atau sebaliknya alat yang mengikutinya?! Maka tata karma berdigital adalah antisipasi generasi untuk memformula agar manusia tetap dalam eksistensinya.
Bila kecepatan jemari melebihi kecepatan pikir, saat itulah alat tengah menguasainya. Hadirkan rasa seakan manusia yang membaca teks kita sedang bertatap muka dengan kita, maka adab akan lahir. Menulis di media sosial tidaklah sama dengan berbicara sendiri, ataupun sekedar berbicara dengan barang karena siapapun bisa membaca apa yang kita tulis.
Baca juga, Titip Wakaf Sebelum Mati
Bila ketika bertemu fisik dengan siapapun kita selalu berusaha tawadlu, sejelek apapun mereka atau setidak sependapat apapun kita dengan mereka, maka konsistensi adalah berbuat yang sama tawadlu dalam ranah digital. Karena kesadaran siapapun yang dipertemukan adalah tamu yang dihadirkan Tuhan, dalam dunia nyata maupun maya.
Kita kadang bertemu teman ketika kopi darat begitu kalem dan cenderung pendiam, namun ketika di WA grup bisa begitu ganas atau bahkan sangat lucu. Media sosial semacam pembuka kotak pandora yang selama ini tersimpan rapat. Kalau yang keluar adalah hal-hal positif maka kita telah benar dalam menggunakan alat itu, pun demikian sebaliknya. Pastinya, keadaban digital untuk makin memberikan bentuk manusia sebagai makhluk sosial. Bukan makhluk media sosial. Wallaahu a’lam.
*Manajer Area Lazismu PWM Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha