AUMBerita

Kajian Tarjih UMS: Merangkul Perubahan dalam Tarhib Ramadan

PWMJATENG.COM, Surakarta – Sebelas hari menjelang Ramadan 1446 H, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Kajian Tarjih bertajuk “Tarhib Ramadan” sebagai bentuk persiapan menyambut bulan suci. Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung di kanal YouTube tvMu Channel pada Selasa (18/2) ini bertujuan untuk membimbing umat Islam agar dapat menjalani ibadah puasa dengan lebih baik.

Dalam kajian ini, Yayuli, hadir sebagai narasumber utama dengan Agung Siswanto, sebagai moderator. Yayuli memaparkan berbagai aspek penting dalam menyambut Ramadan, termasuk persiapan fisik dan spiritual yang harus dilakukan. Menurutnya, umat Islam perlu memahami esensi ibadah puasa agar dapat menjalankannya dengan penuh kesadaran dan ketakwaan.

Yayuli menjelaskan bahwa Ramadan adalah bulan penuh berkah yang di dalamnya umat Islam memperbanyak ibadah. Ia juga mengingatkan bahwa Ramadan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an, sehingga semangat untuk memperbanyak amalan harus semakin tinggi. Dalam penyampaiannya, ia mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa penuh dalam satu bulan kecuali di bulan Ramadan dan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.

Lebih lanjut, Yayuli menjelaskan makna puasa dari dua perspektif. Secara etimologi, puasa berarti menahan diri dari sesuatu. Sementara dalam syariat Islam, puasa didefinisikan sebagai menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat beribadah kepada Allah SWT. Ia juga menegaskan bahwa niat berpuasa harus dilakukan di dalam hati, sebagaimana dipahami dalam tradisi Muhammadiyah.

Dalam kajian ini, Yayuli juga menyinggung pentingnya memahami metode penetapan awal Ramadan. Berdasarkan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-23 Tahun 2003 di Padang, Muhammadiyah menggunakan metode hisab sebagai pedoman dalam menentukan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Metode ini dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan rukyatul hilal dalam menentukan kalender Islam.

Sesi tanya jawab menjadi momen yang menarik dalam kajian ini. Salah satu peserta, Muhammad Israfil dari Ponorogo, mengajukan beberapa pertanyaan terkait praktik ibadah di bulan Ramadan. Ia menanyakan tentang konsekuensi bagi pasangan suami istri yang melakukan hubungan di siang hari tanpa mengetahui hukumannya. Yayuli menjelaskan bahwa mereka yang belum memahami hukum Islam terkait hal ini tidak memiliki kewajiban membayar kafarat. Ia menegaskan bahwa Islam mensyaratkan kesadaran hukum dalam pelaksanaan ibadah.

Baca juga, Aspek Faktual Penentuan Awal Bulan

Pertanyaan lain yang diajukan adalah mengenai tindik di lidah. Israfil mengungkapkan bahwa ia memiliki tindik di lidah dan bertanya apakah hal itu membatalkan puasa. Yayuli menjawab bahwa tindik di lidah tidak membatalkan puasa karena tidak masuk ke tenggorokan. Namun, ia menyarankan agar umat Islam mempertimbangkan kembali praktik bertindik, terutama pada bagian tubuh yang memiliki fungsi khusus seperti lidah.

.

Israfil juga berbagi pengalaman pribadinya ketika shalat di masjid dan menerima komentar dari jamaah lain terkait tato dan tindik yang dimilikinya. Ia menuturkan bahwa ia merespons komentar tersebut dengan menekankan bahwa urusan ibadah adalah hubungan langsung antara dirinya dan Allah SWT. Menurutnya, seseorang tidak bisa dengan mudah menilai ibadah orang lain, bahkan dirinya sendiri pun tidak dapat memastikan apakah shalatnya telah dilakukan dengan penuh kekhusyukan atau tidak.

Menanggapi hal ini, Yayuli menegaskan bahwa dalam Islam, yang paling penting adalah niat dan usaha untuk terus memperbaiki diri. Ia juga mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan pemahaman dan kasih sayang, sehingga umatnya harus senantiasa membuka diri terhadap perubahan yang lebih baik.

Kajian Tarjih UMS kali ini tidak hanya membahas aspek teknis dalam menyambut Ramadan, tetapi juga merangkul mereka yang sedang dalam proses hijrah. Diskusi yang interaktif dan inklusif ini menjadi wadah bagi para peserta untuk menggali lebih dalam tentang makna puasa dan meningkatkan pemahaman agama mereka. Dengan demikian, diharapkan Ramadan kali ini dapat dijalani dengan lebih baik dan membawa perubahan positif bagi setiap individu yang menjalaninya.

Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE