Islam Memandang Kesejahteraan Sosial: Perspektif Nilai dan Tanggung Jawab
PWMJATENG.COM – Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menempatkan kesejahteraan sosial sebagai salah satu tujuan utama. Dalam Al-Qur’an dan hadis, terdapat banyak panduan yang menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama, pemerataan ekonomi, dan tanggung jawab sosial. Prinsip ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah), tetapi juga hubungan manusia dengan sesama (hablum minannas).
Konsep Kesejahteraan Sosial dalam Islam
Kesejahteraan sosial dalam Islam berpijak pada nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan pemerataan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian” (QS. Az-Zariyat: 19). Ayat ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berbagi dan memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi.
Prinsip zakat, infak, dan sedekah menjadi instrumen utama dalam Islam untuk mencapai kesejahteraan sosial. Zakat, sebagai kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberikan dukungan kepada golongan yang kurang mampu. Sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah: 60, zakat diperuntukkan bagi delapan golongan, termasuk fakir miskin, mualaf, dan orang yang terlilit utang.
Tanggung Jawab Kolektif
Dalam Islam, kesejahteraan sosial bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komunitas dan negara. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman seseorang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa kepedulian terhadap sesama adalah bagian dari iman.
Baca juga, Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jateng Tahun 2024
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Dalam sejarah Islam, Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang peduli terhadap rakyatnya. Beliau mendirikan baitul mal sebagai lembaga keuangan yang bertujuan menyejahterakan masyarakat. Sistem ini memastikan distribusi kekayaan yang adil dan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Relevansi Kesejahteraan Sosial dalam Konteks Modern
Di era modern, prinsip kesejahteraan sosial dalam Islam tetap relevan. Tantangan seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Islam menawarkan solusi melalui pengelolaan sumber daya yang adil dan sistem keuangan berbasis syariah.
Sebagai contoh, bank syariah dengan prinsip bagi hasil dapat menjadi alternatif yang mendukung ekonomi masyarakat tanpa memberatkan. Selain itu, filantropi Islam melalui lembaga zakat dan wakaf dapat dioptimalkan untuk mendanai program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.
Yusuf Al-Qaradawi, seorang ulama kontemporer, dalam bukunya “Fiqh Az-Zakah” menyatakan bahwa zakat bukan hanya ibadah, tetapi juga sistem ekonomi yang mendukung pemerataan kesejahteraan. Menurutnya, zakat dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemiskinan jika dikelola dengan baik.
Hal senada disampaikan oleh Didin Hafidhuddin, pakar ekonomi Islam, yang menekankan pentingnya sinergi antara individu, lembaga, dan negara dalam mengelola zakat dan wakaf. Dengan pengelolaan profesional, potensi zakat di Indonesia yang mencapai triliunan rupiah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Ikhtisar
Islam memandang kesejahteraan sosial sebagai bagian integral dari ajaran agama. Melalui instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf, Islam memberikan solusi untuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi. Tanggung jawab ini tidak hanya ada pada individu, tetapi juga komunitas dan pemerintah.
Dalam menghadapi tantangan zaman, umat Islam perlu mengoptimalkan ajaran ini untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan. Dengan mengedepankan nilai-nilai keislaman, kesejahteraan sosial bukan hanya menjadi cita-cita, tetapi juga realitas yang dapat diwujudkan bersama.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha