Islam dan Eco-Living: Kewajiban Muslim Menjaga Lingkungan

PWMJATENG.COM – Dalam era modern yang penuh tantangan ekologis, konsep eco-living atau gaya hidup ramah lingkungan menjadi semakin penting. Menariknya, prinsip ini bukanlah hal baru dalam Islam. Ajaran Islam telah sejak lama menempatkan lingkungan sebagai amanah yang harus dijaga. Oleh karena itu, menjaga kelestarian alam bukan sekadar isu sosial, tetapi merupakan bagian dari kewajiban spiritual seorang Muslim.
Allah SWT menciptakan alam semesta ini dengan keseimbangan yang sempurna. Dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 56 ditegaskan:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Ayat ini menunjukkan bahwa merusak lingkungan merupakan bentuk pelanggaran terhadap kehendak Allah. Setiap tindakan yang menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya, atau eksploitasi alam secara berlebihan, termasuk dalam kategori perbuatan yang merusak bumi.
Islam juga mendorong umatnya untuk hidup hemat, tidak boros, dan senantiasa menjaga keseimbangan dalam konsumsi. Dalam surat Al-A’raf ayat 31, Allah berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Ayat ini mengajarkan bahwa prinsip keberlanjutan (sustainability) dimulai dari gaya hidup pribadi. Konsumsi yang berlebihan berpotensi mempercepat kerusakan lingkungan dan menguras sumber daya alam.
Nabi Muhammad SAW juga memberikan teladan konkret dalam menjaga lingkungan. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW melarang pemborosan air meskipun saat berwudhu di sungai. Hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran ekologis dalam setiap aspek kehidupan, bahkan dalam ibadah sekalipun.
إِنَّ لِلأَرْضِ عَلَيْكُمْ حَقًّا
“Sesungguhnya bumi mempunyai hak atas kalian.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini mengandung pesan moral yang kuat bahwa bumi bukanlah objek eksploitasi semata, melainkan makhluk Allah yang memiliki hak untuk dijaga dan dihormati.
Baca juga, Istikamah di Tengah Trend: Saat Iman Diuji oleh Popularitas
Dalam konteks kekinian, eco-living dapat diterjemahkan ke dalam berbagai tindakan konkret seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menghemat energi dan air, mendaur ulang sampah, serta mendukung produk-produk ramah lingkungan. Seorang Muslim yang menerapkan prinsip-prinsip ini sesungguhnya sedang menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh lagi, menjaga lingkungan juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial. Kerusakan alam berdampak pada kualitas hidup manusia, terutama kelompok rentan. Oleh sebab itu, aksi pelestarian lingkungan juga merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama. Dalam surat Al-Baqarah ayat 205 disebutkan:
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
“Dan Allah tidak menyukai kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 205)
Ayat ini memperkuat pemahaman bahwa merawat bumi adalah bagian dari keimanan. Islam memandang manusia sebagai khalifah di bumi. Dalam surat Al-Baqarah ayat 30, Allah berfirman:
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Sebagai khalifah, manusia diberi mandat untuk mengelola bumi dengan bijak, bukan merusaknya. Mandat ini bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga kolektif sebagai umat.
Maka dari itu, sudah seharusnya umat Islam berada di garis terdepan dalam gerakan pelestarian lingkungan. Menjaga bumi bukan hanya kewajiban ekologis, tetapi juga ibadah yang bernilai spiritual tinggi. Setiap langkah kecil menuju kehidupan yang lebih hijau adalah wujud nyata pengabdian kepada Sang Pencipta.
Dengan menginternalisasi nilai-nilai Islam tentang pelestarian alam, Muslim tidak hanya menjadi insan yang bertakwa, tetapi juga penjaga bumi yang bertanggung jawab.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha