Hukum Nikah Online dalam Pandangan Islam
Hukum Nikah Online dalam Pandangan Islam
Oleh : Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag. (Ketua Majelis Tabligh PWM Jateng)
PWMJATENG.COM – Tidak ada yang istimewa apalagi aneh dengan nikah on line kecuali hanya pada media akad nikah yang tidak lazim yakni kedua pihak yang berakad tidak berada dalam satu tempat atau ruang fisik yang sama. Kedua pihak yang berakad meminjam atau menggunakan media on line sebagai wasilah seperti telepon atau video call ketika melangsungkan akad nikah. Untuk melangsungkan nikah tentunya dengan memenuhi syarat dan rukun-rukun yang dituntut syariat dan juga administrasi negara. Nikah on line berarti akad nikah yang dilangsungkan menggunaan wasilah atau perantara seperti telepon, video call berbasis aplikasi seperti zoom, google meet, skype whatsapp dan sejenisnya.
Pandangan Ulama Fikih
Mengingat topik ini adalah masalah kontemporer, tentunya jawaban yang diberikan harus merujuk ke ulama kontemporer mamupun lembaga fatwa kontemporer. Dalam hal ini penyusun ingin menampilkan fatwa yang diberikan lembaga-lembaga fatwa dunia maupun ulama kontemporer dalam mneyikapi nikah via online.
Dewan Islam Suriah mengeluarkan fatwa tentang kemungkinan akad nikah melalui media sosial. Dewan mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa ahli hukum kontemporer berbeda mengenai hukum akad nikah melalui sarana komunikasi antara yang melarang, membolehkan dan mencegah. Akad nikah dengan cara modern misalnya dengan menulis dan mengirim pesan, seperti pesan teks, email, atau pesan suara, atau dengan komunikasi suara melalui telepon atau program panggilan suara, dan panggilan video (suara dan gambar). Dewan menganggap bahwa akad nikah dengan menulis, korespondensi tertulis dan pesan suara tidak diperbolehkan, karena adanya pemisahan antara ijab dan qabul oleh kedua belah pihak, dan tidak adanya saksi untuk ijab dan qabul. (https://www.enabbaladi.net/archives/281699, diakses 13 November 2021)
Namun fatwa tersebut masih membuka kemungkinan mengadakan pernikahan nikah melalui kontak telepon dan program audio dengan syarat adanya wali wanita dan dua orang saksi. Ditambah harus dipastikan kedua pasangan memahami dan mendengar akad itu dengan baik, dan saksi kedua belah pihak mendengar langsung dalam satu majlis ketika ijab qabul berlangsung tanpa ada pemutusan atau pemisahan yang lama, dan masing-masing pihak yang berakad mendengar langsung pada waktu yang sama. (https://www.enabbaladi.net/archives/281699, diakses 23 November 2021)
Adapun akad nikah melalui panggilan video (video call), maka hal ini lebih layak untuk dibolehkan dari pada hanya panggilan suara saja, mengingat model panggilan video ini lebih jelas memudahkan para pihak yang berakad bukan hanya suara saja sehingga kemungkinan salah orang atau teripu menjadi tidak nihil. Majlis membolehkan akad nikah melalui video call dengan tetap memperhatikan syarat dan rukun nikah pada umumnya dan memastikan tidak ada penipuan di masa yang akan datang. (https://www.enabbaladi.net/archives/281699, diakses 23 November 2021)
Selanjutnya penulis kutip inti fatwa dari beberapa lembaga fatwa kontemporer sebagai berikut :
Pertama, dalam Buhuts li Ba’dh an-Nawazil al-Fiqhiyyah al-Mu’ashirah disebutkan banyak ulama yang membenarkan pernikahan on line seperti Muhammad Bakhit al-Muti’i, Musthafa az-Zarqa, Wahbah az-Zuhaily, Abdullah bin Mani’ dan lain-lain, yang intinya, akad dianggap telah sempurna terjadi dengan perantara on line dengan syarat jelas dan meyakinkan. Sandaran ulama ini adalah :
- Banyak ulama masa lalu berpendapat, akad bisa terjadi dengan jalan korespondensi, dan bahwasanya ijab jika terjadi setelah sampainya tulisan maka itu sah, demikian pula melalui telepon.
- Yang dimaksudnya dengan bersatunya majlis yakni bersatunya zaman dan waktu di mana dua pihak yang berakad melangsungkan akadnya, bukan berarti keduanya berada dalam satu tempat. Jadi akad melalui telepon maka masih satu waktu selagi masih membicarakan akad. (Anonim, t.t, II : 12)
Syaikh Bin baz juga membenarkan nikah lewat telepon setelah tentunya syarat dan rukun nikah terpenuhi. Telepon pada dasarnya hanya wasilah saja, jadi akad nikah lewat telepon adalah sah secara syarak. ( al-Qahthani, t.t, : 2289)
Baca juga, Hukum Nikah Siyahi (Wisata) dalam Pandangan Islam
Abdullah al-Faqih berfatwa bahwa perikahan melalui telepon asal dapat dipastikan oleh wali dan saksi-saksi bahwa suara dalam telepon itu adalah orang yang berhak melakukan akad maka tidak diragukan lagi bahwa akad pernikahn itu adalah sah. ( Abdullah al-Faqih, III : 503)
Memahami Maksud Satu Majelis
Banyak ulama mensyaratkan ijab qabul harus satu majelis. Nah, bagaimana maksud satu majlis ini? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Menurut Majelis Tarjih, yang dimaksud dengan ijab kabul dilakukan dalam satu majelis adalah ijab dan kabul terjadi dalam satu waktu. Yang lebih dipentingkan adalah kesinambungan waktu bukan tempat. Menurut Majelis Tarjih, para ulama imam mazhab sepakat tentang sahnya akad ijab dan kabul yang dilakukan oleh dua pihak yang berjauhan melalui sarana surat atau utusan. Misalnya ijab dan kabul dilakukan melalui surat atau utusan dari wali yang dikirimkan kepada calon suami. Jika akad ijab dan kabul melalui surat, calon suami membaca surat yang berisi ijab dari wali di hadapan para saksi, lalu segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang dilakukan dalam satu majelis. Jika akad ijab dan kabul melalui utusan, utusan menyampaikan ijab dari wali pada calon suami di hadapan para saksi, setelah itu calon suami segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang telah dilakukan dalam satu majelis. Oleh sebab itu, jika akad ijab dan qabul melalui surat atau utusan disepakati kebolehannya oleh ulama mazhab, maka akad ijab dan kabul menggunakan fasilitas telepon dan video call tentunya lebih layak lagi untuk diizinkan. Kelebihan video call yang lain, para pihak yakni wali dan calon suami mengetahui secara pasti kalau yang melakukan akad ijab dan qabul betul-betul pihak-pihak terkait, karena gambar dan suara dapat dilihat dan didengar langsung. Sedangkan jika melalui surat atau utusan, bisa saja terjadi pemalsuan. (http://tabligh.id/fatwa-tarjih-muhammadiyah-akad-nikah-via-video-call/, diakses 23 November 2021)
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang menginterpretasikan satu majelis dalam arti nonfisik bukan masalah tempat. Imam Abu Hanifah serta fukaha dari Kufah menyetujui pandangan Ahmad bin Hanbal tersebut. Keharusan bersambungnya ijab dan kabul dalam satu waktu upacara akad tidak hanya diwujudkan dengan bersatunya ruangan secara fisik. Jika wali mengucapkan ijabnya dengan pengeras suara dari satu ruangan dan langsung disambut oleh calon suami dengan ucapan kabul melalui pengeras suara dari ruangan lain serta masing-masing mendengar ucapan yang lain dengan jelas, akad nikah itu dapat dipandang sah. Berkaitan dengan itu, menurut ulama Mazhab Hanbali, keharusan dua orang saksi adalah mendengar dan memahami ucapan ijab dan kabul dari pihak yang berakad serta mengetahui betul bahwa ucapan itu dari pihak yang berakad. Menurut mereka, saksi tidak harus melihat langsung kedua pihak yang berakad ketika akad berlangsung. Artinya, dengan pendapat ini ijab kabul dengan telepon atau video call sah hukumnya. (https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/16/08/03/obavus313-akad-nikah-via-video-call-sahkah, diakses 15 November 2021)
Kini setelah teknologi informasi sedemikian maju, ulama berbeda pendapat, apakah persyaratan satu majlis ini tetap berlaku, ataukah boleh terpisah selama mereka bisa melakukan komunikasi secara langsung. Menyikpai hal ini berkembang dua pendapat.
Pendapat pertama, harus satu tempat secara hakiki.
Ini keputusan yang dikeluarkan Majma’ al-Fiqh al-Islami. Keputusan no. 52 (3/6) tentang hukum melakukan akad dengan media komunikasi zaman sekarang. Ada beberapa akad yang berlaku dan sah dilakukan secara jarak jauh, seperti jual beli. Selama memenuhi konsekuensi transaksi.
Kemudian Majma’ menyebutkan pengecualian,
إن القواعد السابقة لا تشمل النكاح لاشتراط الإشهاد فيه
Bahwa kaidah-kaidah tentang akad jarak jauh di atas, tidak berlaku untuk akad nikah. Karena disyaratkan harus ada saksi. (Ibnu Utsaimin, t.t : 2)
Demikian pula yang difatwakan Lajnah Daimah, dengan pertimbangan,
- Mudahnya orang melakukan penipuan, dan meniru suara orang lain.
- Perhatian syariat dalam menjaga kehormatan dan hubungan lawan jenis
- Kehati-hatian dalam masalah akad nikah yang lebih besar nilainya dibandingkan kehati-hatian dalam masalah muamalah terkait harta,
Maka Lajnah Daimah menetapkan bahwa akad nikah tidak diperkenankan menggunakan alat komunikasi jarak jauh untuk melangsungkan akad nikah, dalam rangka mewujudkan maqasid syariah dan menutup celah terjadinya pelanggaran dari pihak yang tidak bertanggung jawab. (Ibnu Utsaimin, t.t : 2)
Baca juga, Sudah Cerai? Penuhi Kewajiban Ini!
Kedua, boleh tidak satu tempat, selama mereka bisa komunikasi langsung.
Selama saksi bisa memastikan bahwa orang yang bersangkutan adalah wali atau pengantin lelaki, dan dia yakin tidak ada penipuan dalam komunikasi jarak jauh ini, dan semua dilakukan dengan lancar tanpa terputus maka sudah bisa dihukumi satu majlis. Ini merupakan pendapat Dr. Abdullah al-Jibrin.
Dalam syarh beliau untuk Umdatul Fiqh, beliau mengatakan,
ويجوز على الصحيح إجراء عقد النكاح مع تباعد اماكن تواجد الزوج والولي والشهود ، وذلك عن طريق الشبكة العالمية ( الإنترنت) ، فيمكن لأطراف العقد والشهود الاشتراك جميعاً في مجلس واحد حكماً وإن كانوا متباعدين في الحقيقة ، فيسمعون الكلام في نفس الوقت ، فيكون الإيجاب ، ويليه فوراً القبول ، والشهود يرون الولي والزوج ، ويسمعون كلامهما في نفس الوقت
Boleh melakukan akad nikah menurut pendapat yang sahih, sekalipun di posisi berjauhan, yang melibatkan pengantin pria, wali, dan saksi. Dan itu dilakukan melalui internet. Sehingga memungkinkan untuk dilakukan akad dan persaksian dalam waktu bersamaan, dan dihukumi (dianggap) satu majlis. Meskipun hakekatnya mereka berjauhan. Mereka bisa saling mendengar percakapan dalam satu waktu. Setelah Ijab lalu langsung disusul dengan qabul segera. Sementara saksi bisa melihat wali dan pengantin lelaki. Mereka bisa menyaksikan ucapan keduanya dalam waktu yang sama.
Lalu beliau menegaskan,
فهذا العقد صحيح، لعدم إمكان التزوير أو تقليد الأصوات
Akad ini sah, karena tidak mungkin ada penipuan atau tiru-tiru suara…
Kesimpulan
Perkembangan teknologi informasi-komunikasi sudah canggih sedemikian rupa. Jarak dan waktu seakan sudah tidak ada lagi permasalahan. Komunikasi ratusan bahkan ribuan kilo meter sudah tidak ada kendala lagi. Maka dari itu, teknologi ini mulai menggoda sebagian orang utnuk melakukan akad nikah dnegan wasilah ini.
Pada dasarnya, pernikahan dengan video call tidak ada lagi yang perlu diragukan dan dikhawatirkan keaslian dan kebenaran orangnya. Sehingga pernikahan on line tidak sepantasnya ditolak atau tidak dilayani petugas. Apalagi di musim pandemi ini, dimana orang berkumpul dibatasi sedemikain rupa.
Pihak yang melarang nikah on line biasanya karena kekhawatiran ini itu yang kurang berdasar. Takut kena tipu, takut dicurangi dan lain sebagainya. Jika nikah on line diakomodir tentu akan semakin meringankan masyarakat.
Dari pemaparan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam perspektif maqasid al-syariah, akad nikah dengan media video call pada masa ini dapat dibenarkan, namun dengan beberapa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi seperti alat yang dipakai dan jaringan yang digunakan benarbenar dapat digunakan untuk berhubungan sehingga tercapai maqshad realtime. bahwa salah satu metode maqoshid adalah membedakan antara maqshad dan wasilah. Ketentuan Ittihad al-majlis dari pendapat para ‘ulama madhhab menurut penulis adalah wasilah untuk maqshad dari tidak adanya kemungkinan ghurur dalam akad.
Daftar Pustaka
Al-Maliki, Muhammad Alwi, and Asep Saepudin Jahar. “Dinamika Hukum Akad Nikah Via Teleconference di Indonesia.” Jurnal Indo-Islamika 10.2 (2020): 136-151.
Amin, M. Misbahul. “Studi Analisis Akad Nikah Menggunakan Video Call Perspektif Maqoshid Al-Syariah Dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.” Usratuna: Jurnal Hukum Keluarga Islam 3.2 (2020): 88-108.
Burhanuddin, M. (2017). Akad Nikah Melalui Video Call dalam Tinjauan Undang-Undang
Perkawinan dan Hukum Islam di Indonesia. Skripsi: Universitas Alauddin Makassar. Software al-Maktabah al-Sya>milahVersi 3.62.
Emas, Mahardika Putera. “Problematika Akad Nikah Via Daring dan Penyelenggaraan Walimah Selama Masa Pandemi Covid-19.” Batulis Civil Law Review 1.1 (2020): 68-78.
Hadikusuma, Arya Wira. “Keabsahan Ijab Kabul Melalui Telepon Dan Skype (Studi Dalam Perspektif Pasal 27 Sampai Dengan Pasal 29 Kompilasi Hukum Islam).” Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum (2015).
Hamzah Abdun Nashir, Aqd az-Zawaj Abra Wasail al-Ittishal al-Haditsah, Jamiah al-Jazair, Tesis 2014.
https://islamqa.info/ar/answers/105531/حكم-اجراء-عقد-النكاح-عن-طريق-الهاتف-والانترنت, diakses 12 November 2021.
https://sy-sic.com/?p=7442, diakses 23 November 2021.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha