Generasi Stres: Mengapa Anak Muda Hari Ini Mudah Cemas?

PWMJATENG.COMย โย Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tekanan sosial yang makin kompleks, fenomena kecemasan di kalangan anak muda menjadi sorotan serius. Mereka yang sering disebut sebagai generasi milenial dan generasi Z kini dihadapkan pada tantangan emosional yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Gejala stres, overthinking, dan gangguan kecemasan menjadi semakin umum dijumpai di ruang-ruang pendidikan, pekerjaan, hingga media sosial.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam: mengapa anak muda hari ini lebih mudah cemas?
1. Tekanan Sosial yang Semakin Kompleks
Salah satu faktor utama yang memicu kecemasan pada anak muda adalah tekanan sosial. Di era media sosial yang serba cepat dan instan, anak muda kerap merasa harus tampil sempurna. Kehidupan orang lain yang ditampilkan secara estetik di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menciptakan standar hidup yang tinggi dan tidak realistis.
Psikolog klinis, Ratih Ibrahim, mengungkapkan bahwa media sosial dapat menciptakan ilusi bahwa kehidupan orang lain lebih baik dari kehidupan sendiri. โAnak muda menjadi mudah membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal ini berdampak pada harga diri yang rendah dan munculnya rasa cemas yang terus-menerus,โ ujar Ratih.
2. Krisis Identitas dan Ketidakpastian Masa Depan
Generasi muda saat ini juga dihadapkan pada tantangan dalam menemukan jati diri dan menentukan arah hidup. Dunia kerja yang semakin kompetitif, ketidakpastian ekonomi, serta standar kesuksesan yang tinggi membuat banyak dari mereka merasa tertekan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesian Youth Mental Health, lebih dari 60 persen responden anak muda mengaku merasa bingung tentang masa depan mereka. Hal ini diperburuk dengan minimnya akses terhadap bimbingan karier dan tekanan dari keluarga yang menuntut hasil instan.
Menurut pakar psikologi perkembangan, Dr. Indria Laksmi Gamayanti, โKrisis identitas merupakan fase alami, tetapi jika tidak dibarengi dengan lingkungan yang suportif, bisa berkembang menjadi gangguan kecemasan jangka panjang.โ
3. Kurangnya Literasi Emosional dan Dukungan Mental
Meski isu kesehatan mental semakin sering diperbincangkan, nyatanya banyak anak muda yang masih kurang memiliki literasi emosional. Mereka kesulitan mengenali dan mengelola emosi yang mereka alami. Dalam banyak kasus, mereka memilih memendam emosi atau melampiaskannya dalam bentuk perilaku destruktif.
Baca juga, Mengapa Puasa Syawal Disebut Menyempurnakan Ramadan? Ini Penjelasannya!
Dukungan dari lingkungan sekitar juga sering kali belum memadai. Stigma terhadap gangguan mental masih kuat melekat di masyarakat. Anak muda yang mencoba mencari bantuan profesional kerap kali dianggap โlemahโ atau โtidak berimanโ.
Padahal, menurut data WHO, satu dari empat orang di dunia akan mengalami gangguan mental dalam hidupnya, dan mayoritas terjadi pada usia remaja hingga dewasa muda. Artinya, kebutuhan akan dukungan psikologis bukanlah hal yang bisa diabaikan.
4. Gaya Hidup yang Tidak Seimbang
Gaya hidup modern yang cenderung tidak seimbang turut berkontribusi pada meningkatnya kecemasan. Pola tidur yang terganggu akibat terlalu sering begadang, konsumsi kafein dan junk food yang tinggi, serta minimnya aktivitas fisik berdampak langsung pada kondisi mental.
Menurut sebuah studi dari Harvard Medical School, olahraga teratur dapat membantu menurunkan tingkat stres dan kecemasan. Namun, survei dari Komnas Pengendalian Tembakau menyebutkan bahwa hanya 32 persen anak muda Indonesia yang rutin berolahraga.
Dengan kurangnya aktivitas fisik dan tingginya paparan layar gawai, anak muda lebih rentan mengalami gangguan tidur dan kelelahan mental, yang pada akhirnya memicu stres kronis.
5. Perubahan Nilai dan Ekspektasi Sosial
Generasi muda hidup di tengah transisi nilai-nilai sosial yang cepat berubah. Di satu sisi, mereka didorong untuk menjadi independen dan produktif, namun di sisi lain masih terikat oleh ekspektasi tradisional dari orang tua dan masyarakat.
Konflik antara nilai-nilai lama dan baru ini menciptakan dilema batin yang rumit. Ketika ekspektasi yang dibebankan tidak sejalan dengan minat dan tujuan pribadi, muncul rasa gagal, tidak berguna, dan akhirnya kecemasan.
Mencari Solusi: Apa yang Bisa Dilakukan?
Mengingat kompleksitas penyebabnya, upaya mengatasi kecemasan pada generasi muda harus dilakukan secara holistik. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Meningkatkan literasi kesehatan mental di kalangan remaja dan dewasa muda, termasuk melalui kurikulum pendidikan.
- Mendorong komunikasi terbuka dalam keluarga dan lingkungan sosial agar anak muda merasa didengar dan diterima.
- Membuka akses terhadap layanan konseling psikologis, baik di sekolah, kampus, maupun tempat kerja.
- Menanamkan pola hidup seimbang, termasuk manajemen waktu yang baik, olahraga rutin, dan konsumsi gizi seimbang.
- Mengurangi tekanan media sosial, dengan membatasi waktu layar dan memperkuat identitas diri yang otentik.
Ikhtisar
Anak muda hari ini tidak lebih lemah dibanding generasi sebelumnya, namun mereka menghadapi tantangan yang berbeda. Kecemasan bukanlah tanda kelemahan, melainkan respons wajar terhadap tekanan yang kompleks. Yang dibutuhkan bukanlah penghakiman, tetapi pemahaman dan dukungan nyata dari semua pihakโkeluarga, masyarakat, dan negara.
Dengan pendekatan yang tepat dan empati yang tulus, generasi stres ini justru bisa menjadi generasi yang tangguh dan penuh makna.
Ass Editor : Ahmad; Editor :ย M Taufiq Ulinuha