Fenomena S-Line dan Pandangan Islam tentang Membuka Aib Sendiri

PWMJATENG.COM – Dalam beberapa waktu terakhir, jagat media sosial diramaikan dengan fenomena S-Line Challenge yang berasal dari serial drama Korea berjudul S-Line. Istilah ini merujuk pada garis berwarna merah yang digambarkan di atas kepala seseorang, menggambarkan jumlah hubungan seksual yang pernah dilakukannya. Sayangnya, fenomena ini justru menjadi tren di kalangan anak muda yang dengan sengaja mengungkapkan pengalaman pribadi mereka kepada publik.
Fenomena ini tentu mengkhawatirkan. Di satu sisi, ia mencerminkan krisis moral dan krisis identitas. Di sisi lain, ia menunjukkan betapa kaburnya batas antara privasi dan tontonan publik. Apalagi ketika yang diangkat adalah persoalan aurat dan aib diri sendiri. Dalam perspektif Islam, tindakan seperti ini termasuk ke dalam kategori membuka aib sendiri (iftidhah), yang jelas dilarang oleh syariat.
Aib: Batasan yang Dijaga Agama
Dalam Islam, menjaga kehormatan diri (al-‘irdh) merupakan bagian dari maqashid syariah, yakni tujuan-tujuan utama diturunkannya ajaran agama. Allah Swt. memerintahkan setiap muslim untuk menjaga kehormatan dirinya dan tidak membuka aib sendiri maupun aib orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mujahirun adalah orang yang melakukan dosa lalu dengan sengaja menceritakannya, memamerkannya, atau menjadikannya bahan lelucon. Dalam konteks ini, S-Line Challenge bisa dikategorikan sebagai bentuk kemujahiran, karena seseorang secara sadar mengumbar perbuatan tercela yang seharusnya ditutupi.
Menormalisasi Kemaksiatan
Salah satu bahaya besar dari fenomena semacam ini adalah efeknya terhadap normalisasi kemaksiatan. Apa yang awalnya dianggap tabu, lambat laun menjadi biasa saja karena sering dibicarakan, bahkan dipertontonkan. Inilah yang disebut dalam istilah psikologi sebagai desensitisasi moral.
Baca juga, Abduh Hisyam: Judi Online Tak Hanya Merusak Individu Namun Juga Tatanan Masyarakat
Padahal, dalam Islam, perbuatan zina termasuk dalam dosa besar. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Perintah ini tidak hanya melarang perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga melarang segala hal yang mendekati dan mempromosikannya, termasuk mengumumkannya secara terbuka di media sosial.
Menjaga Rahasia Dosa
Islam memandang bahwa jika seseorang pernah melakukan dosa, ia harus segera bertaubat dan tidak menyebarluaskannya, apalagi dengan bangga. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَن سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.”
(HR. Muslim)
Ini menunjukkan bahwa Allah mencintai hamba-Nya yang menjaga kehormatan dirinya. Sebaliknya, siapa yang membuka aibnya sendiri, maka ia telah mencabut perlindungan Allah terhadapnya.
Urgensi Edukasi Media dan Spirit Taqwa
Fenomena S-Line Challenge harus menjadi alarm bagi orang tua, pendidik, dan tokoh agama untuk semakin gencar dalam memberikan edukasi media kepada generasi muda. Literasi digital tanpa dibarengi dengan literasi agama hanya akan membuka jalan bagi penyimpangan.
Para remaja perlu dibimbing agar menjadikan media sosial sebagai sarana kebaikan, bukan ajang pamer kemaksiatan. Spirit taqwa (takut kepada Allah dalam segala keadaan) harus ditanamkan sejak dini, agar setiap perilaku senantiasa mempertimbangkan keridhaan Allah.
Ikhtisar
Fenomena S-Line bukan sekadar tren, tetapi cerminan persoalan mendalam pada aspek moral dan spiritual anak muda masa kini. Dalam pandangan Islam, membuka aib diri sendiri adalah perbuatan tercela yang dapat mendatangkan murka Allah. Maka, generasi muda perlu diarahkan untuk menjaga kehormatan diri dan menggunakan media sosial secara bijak, dengan menjadikan taqwa sebagai kompas utama dalam berperilaku.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar.” (QS. At-Thalaq: 2)
Mari berhenti memamerkan aib, dan mulai membangun identitas diri yang mulia di hadapan Allah.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha