Kolom

Fanatisme-Deindividuasi: Dinamika Sosial dan Psikologi Masyarakat Jawa

Fanatisme-Deindividuasi: Dinamika Sosial dan Psikologi Masyarakat Jawa

Oleh : M. Ainul Yaqin Ahsan, M.Pd. (Penulis Novel Psikologi)

PWMJATENG.COM – Pulau Jawa, pusat aktivitas sosial dan ekonomi Indonesia, sering menjadi perhatian atas berbagai fenomena perilaku masyarakat yang menuai sorotan publik. Mulai dari perilaku kontroversial komunitas tertentu, kerusuhan antar perguruan bela diri, hingga fanatisme tokoh agama, semuanya mencerminkan dinamika sosial yang kompleks. Tulisan ini akan mengulas fenomena tersebut melalui pendekatan psikologi sosial, demografi, dan konteks sosial ekonomi. Bagaimana latar belakang ini memengaruhi pola perilaku dan apa solusi yang dapat ditawarkan?

Fenomena Perilaku Kolektif

Beberapa peristiwa di Pulau Jawa menunjukkan pola perilaku yang melibatkan komunitas besar. Misalnya, video viral tentang komunitas Motor CB di Nganjuk yang memanfaatkan ruang publik seperti minimarket sebagai area interaksi mereka, atau keributan yang disebabkan oleh komunitas “sound horeg” yang mengganggu kenyamanan lingkungan sekitar dengan kebisingan ekstrem. Selain itu, bentrok antar perguruan bela diri menjadi salah satu sorotan yang mencerminkan lemahnya regulasi terhadap konflik komunitas.

Deindividuasi, salah satu konsep psikologi sosial dapat menjelaskan perilaku ini. Ketika individu berada dalam kelompok besar, mereka cenderung kehilangan identitas pribadi dan tanggung jawab moral, sehingga perilaku menyimpang sering dianggap sebagai tanggung jawab kolektif kelompok. Contohnya, anggota komunitas “sound horeg” yang tidak segan-segan merusak properti umum demi solidaritas kelompok.

Fenomena ini juga diperkuat oleh konformitas kelompok, yaitu kecenderungan individu untuk mengikuti norma kelompok agar tidak dikucilkan. Perilaku fanatisme terhadap tokoh agama tertentu menjadi contoh nyata. Individu yang awalnya ragu sering merasa terpaksa mengikuti sikap kelompok untuk menunjukkan loyalitas, meskipun tindakan tersebut bertentangan dengan etika.

Pengaruh Kepadatan Penduduk dan Dinamika Ekonomi

Pulau Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia, dengan lebih dari 56% populasi negara tinggal di sana (BPS, 2024). Tingginya kepadatan penduduk menciptakan kompetisi sosial yang tinggi, terutama dalam aspek pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka di Jawa Timur, misalnya, mencapai 4,19% (BPS, Agustus 2024), yang melebihi rata-rata nasional.

Baca juga, Keputusan Musypimwil Muhammadiyah Jateng Tahun 2024

Keadaan ini mendorong individu yang menganggur untuk mencari identitas dan solidaritas melalui komunitas. Sayangnya, komunitas ini sering kali tidak memberikan pembinaan yang positif, melainkan menjadi tempat pelarian dari kebosanan dan tekanan sosial. Hal ini menjelaskan kenapa komunitas seperti “sound horeg” atau perguruan bela diri tertentu cenderung menarik anggota dari kalangan masyarakat yang terpinggirkan.

Emosi Kolektif dan Pengaruh Sosial

Psikologi sosial juga menyoroti konsep emosi kolektif, di mana emosi individu dalam kelompok besar dapat dengan mudah dipengaruhi oleh mayoritas. Contohnya, insiden viral yang melibatkan seorang tokoh agama dan pedagang kecil menunjukkan bagaimana emosi massa, baik positif maupun negatif, dapat memicu tindakan kolektif yang sulit dibendung.

Ketika kekaguman berlebihan terhadap tokoh agama bertemu dengan norma sosial yang tidak kritis, tindakan yang salah pun dapat dianggap benar. Fakta ini mencerminkan rendahnya kualitas pendidikan dan kemampuan berpikir kritis masyarakat.

Tantangan Pendidikan dan SDM

Sumber daya manusia (SDM) menjadi inti dari masalah ini. Meskipun Jawa memiliki akses pendidikan yang relatif baik dibandingkan daerah lain, kualitas pendidikan kritis dan karakter masyarakat masih rendah. Data menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah pada tahun 2023 mencapai 72,78, di bawah rata-rata IPM nasional sebesar 72,92 (BPS, 2024). Hal ini menunjukkan tantangan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan moralitas sosial.

Kurangnya literasi media sosial juga menjadi faktor utama. Fenomena seperti tindakan tidak etis yang dipamerkan di media sosial sering kali hanya menambah masalah, karena perilaku tersebut dapat ditiru oleh masyarakat lain yang kurang memahami dampaknya.

Mengatasi Fenomena Fanatisme dan Deindividuasi

Untuk menangani fenomena ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan:

  1. Peningkatan Pendidikan dan Literasi Sosial
    Pendidikan harus diarahkan tidak hanya pada aspek akademis, tetapi juga pada penguatan karakter dan kemampuan berpikir kritis. Literasi media harus menjadi bagian kurikulum untuk membantu masyarakat menyaring informasi dan menghindari pola perilaku yang salah.
  2. Pengembangan Lapangan Kerja
    Pemerintah harus terus mendorong investasi dan pengembangan sektor ekonomi kreatif di Pulau Jawa untuk menciptakan lapangan kerja bagi generasi produktif. Dengan berkurangnya tingkat pengangguran, kemungkinan terlibat dalam komunitas negatif juga menurun.
  3. Penerapan Regulasi Ketat
    Regulasi terhadap kegiatan komunitas yang mengganggu lingkungan harus ditegakkan secara konsisten. Misalnya, aturan mengenai penggunaan perangkat suara atau batasan kegiatan komunitas di ruang publik.
  4. Pendekatan Psikologi Komunitas
    Pemerintah dan lembaga sosial dapat menggandeng psikolog untuk memberikan pembinaan dan pendampingan kepada komunitas yang berpotensi menjadi destruktif. Pembinaan ini dapat mengarahkan energi kolektif mereka ke kegiatan positif.
  5. Pemimpin Teladan
    Tokoh agama dan masyarakat yang dihormati harus menunjukkan teladan yang baik, termasuk dalam merespons kritik atau konflik. Sikap terbuka terhadap masukan dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan.

Fenomena sosial di Pulau Jawa merupakan gambaran dari dinamika yang kompleks akibat kepadatan penduduk, tantangan ekonomi, dan kurangnya pendidikan kritis. Perilaku menyimpang yang terlihat bukanlah cerminan seluruh masyarakat Jawa, melainkan hasil dari kondisi psikologis, sosial, dan ekonomi tertentu. Dengan intervensi yang tepat, Pulau Jawa dapat mengatasi tantangan ini dan tetap menjadi pusat budaya, ekonomi, dan pendidikan yang maju.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE