Dari Langgar Kidul untuk Umat dan Bangsa yang Unggul
Dari Langgar Kidul untuk Umat dan Bangsa yang Unggul
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – “Di kala tata kehidupan umat dan bangsa mengalami ketertinggalan dan kejumutan, muncullah sinar pencerahan yang dibawa oleh seorang pembaru dan mujahid, seorang pribadi visioner nan sederhana bernama Darwis, yang membuka dan menembus tabir kejumutan.”
“Bang-bang Wus Rahina, bang-bang Wus Rahina, Srengene Wis Muncul, muncul, muncul, muncul, Sunar Sumeberat.”
Petikan lagu dolanan di atas menggambarkan sudah munculnya sinar mentari atau sang surya. Sinar dari arah timur dengan sinar merah membara. Tepat 115 tahun yang lalu, pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H / 12 November 1912, di Pendopo Tabligh bersama santri-santrinya (Sudjak, Fahrudin, Hajdid, dan lain sebagainya), KH Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Jika dihitung secara hijriah, genap 115 tahun usia Persyarikatan Muhammadiyah.
Dari sebuah kampung bernama Kauman, yang tidak jauh dari Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, muncul sebuah corak kehidupan yang kental dengan nilai-nilai religius. Kampung ini dikenal sebagai kampung santri. KH Ahmad Dahlan, yang bernama asli Darwis, merupakan sosok pribadi yang taat beragama berkat didikan kedua orang tuanya. Ayahnya, KH Abu Bakar, adalah seorang abdi dalem kraton yang juga menjabat sebagai katib kraton.
Keprihatinan dan Perjuangan KH Ahmad Dahlan
Sejak remaja, KH Ahmad Dahlan merasakan keprihatinan terhadap kehidupan di Kauman yang masih menjalani kebiasaan peninggalan leluhur. Dari keprihatinan inilah, KH Ahmad Dahlan mendobrak kejumudan yang melanda umat Islam di Kauman. Dalam perjalanan dakwahnya, KH Ahmad Dahlan tidak bisa dipisahkan dari Langgar Kidul, sebuah bangunan yang didirikan dengan bantuan keluarganya. Di langgar inilah, beliau mendidik santri-santrinya, mengajarkan ilmu agama dan ilmu umum. Walaupun pernah dirobohkan dan dibakar oleh pihak yang kontra, keteguhan dan kesabaran KH Ahmad Dahlan membuatnya membangun kembali Langgar Kidul. Bangunan sederhana ini menjadi pusat pendidikan dan tempat membangun peradaban bagi santri-santrinya.
Baca juga, Iduladha Berbeda Lagi! Ini Penjelasan Muhammadiyah Terkait Perbedaan dengan Arab Saudi
Ilmiah, Amalia, Ciri Umat Progresif
Sebagai warga, kader, dan pimpinan Persyarikatan, kita menghafal ayat-ayat Al Imran ayat 104 dan surat Al Maun, namun KH Ahmad Dahlan juga mengajarkan kajian surat Al-‘Asr kepada santri-santrinya. Dari kajian ini, berdirilah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah di Jogja. Selain itu, kajian surat Al Maun menjadi dasar teologi pelayanan sosial seperti PKO, panti sosial, dan lain sebagainya.
Surat Al-‘Asr
1. وَٱلْعَصْرِ
Demi masa,
2. إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ
Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
3. إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Surat Al-‘Asr, meskipun pendek dengan hanya tiga ayat, memiliki pesan yang mendalam. Bahwa demi waktu, perjalanan hidup yang dinamis akan sia-sia jika manusia tidak memanfaatkannya dengan baik. Dengan beriman kepada Allah, mengamalkan keimanan dengan amal kebajikan, serta bersabar dalam menghadapi cobaan, kita akan meraih kebahagiaan.
Membangun Peradaban
Persyarikatan Muhammadiyah, dalam derap langkahnya, telah meluruskan arah kiblat kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan ribuan amal usaha dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lainnya, Muhammadiyah telah membawa kebahagiaan, pencerahan, dan kegembiraan bagi umat, masyarakat, bangsa, dan negara. KH Ahmad Dahlan dijuluki “Man of Action” dengan sedikit bicara dan banyak amal nyata. Salah satu pesan beliau adalah “Kotbah yang paling jitu adalah akhlak yang baik.” Pesan ini menjadi pelecut bagi kita semua sebagai kader, pimpinan, dan warga Muhammadiyah untuk meneladani KH Ahmad Dahlan sebagai pribadi yang profetik.
Di usia yang ke-115 tahun ini, kita harus bersyukur atas kemajuan yang telah dicapai. Kita juga perlu merenung dan mendekatkan diri kepada Allah atas kekurangan dan kelemahan kita, serta berupaya untuk menjadi lebih baik. Tantangan semakin hari semakin berat, seiring dengan dinamika waktu dan kondisi di semua lini kehidupan, terutama di era digital ini. Muhammadiyah harus mampu menghadapi semua ini dengan satu kesatuan hati, pikiran, dan tindakan dari semua pimpinan, kader, dan warga di semua tingkatan, dari pusat hingga ranting.
Editor : M Taufiq Ulinuha