
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menggelar kajian tafsir Al-Qur’an secara daring pada Kamis (24/7). Kajian yang diselenggarakan oleh Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMS ini menghadirkan Ainur Rha’in, dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMS, sebagai narasumber. Ia membahas secara mendalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung karakter halu’a atau sifat mudah mengeluh dan rapuh dalam menghadapi ujian hidup.
Menurut Ainur, karakter halu’a bertolak belakang dengan sifat tangguh dan beriman. Ia menegaskan bahwa Al-Qur’an secara jelas menyebutkan, orang-orang yang mampu keluar dari sifat mudah mengeluh adalah mereka yang rajin salat, gemar bersedekah, serta memiliki kepedulian sosial tinggi.
“Orang yang tangguh bukan sekadar kuat secara fisik, melainkan mereka yang mampu memberi, baik dalam bentuk harta, tenaga, maupun gagasan,” ujar Ainur di hadapan peserta kajian.
Ia menekankan bahwa sedekah tidak melulu berkaitan dengan harta. Tersenyum kepada sesama, membantu dengan tenaga, atau bahkan berbagi ide dan waktu juga termasuk sedekah yang sangat bernilai. Dalam pandangannya, seseorang yang memiliki jiwa memberi akan lebih sibuk membantu orang lain ketimbang mengeluh terhadap keadaan.
“Orang yang punya semangat berbagi tidak akan punya waktu untuk mengeluh, karena pikirannya selalu tertuju pada kebaikan yang bisa ia lakukan,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya keyakinan pada hari pembalasan sebagai pondasi utama dalam membangun mentalitas tangguh. Orang yang meyakini adanya akhirat akan lebih tertata dalam menjalani hidup, tidak mudah putus asa, serta selalu berorientasi pada amal saleh.
Baca juga, Sahkah Wudu dengan Make Up yang Belum Dihapus? Ini Penjelasan Lengkapnya
Lebih lanjut, Ainur menyampaikan bahwa ketundukan kepada Allah merupakan syarat penting untuk terhindar dari keluh kesah. Ia mengatakan bahwa sebesar apa pun kuasa seseorang, jika tidak tunduk kepada Allah, hatinya tetap rapuh. Namun mereka yang berserah kepada takdir Allah akan menganggap segala peristiwa sebagai bagian dari ketetapan terbaik.
“Orang yang takut kepada Allah akan lebih kuat dalam menghadapi kenyataan, sebab ia tahu semuanya sudah dalam kendali-Nya,” jelasnya.

Kajian tersebut juga menyinggung soal amanah dan kejujuran sebagai karakter utama orang beriman. Ainur menegaskan bahwa individu yang belum selesai dengan urusan pribadinya cenderung sulit menjaga amanah dan kesaksian.
“Pemimpin yang baik bukan yang banyak bicara, tapi yang kuat ketika menghadapi masalah. Bukan pula yang mudah mengeluh,” ucapnya memberi contoh.
Di bagian akhir kajian, ia menggarisbawahi pentingnya menjaga salat sebagai inti dari segala amal. Menurutnya, salat bukan hanya soal ketepatan waktu, tetapi juga pelaksanaan adab, syarat, dan rukunnya. Ia bahkan mengkritisi gaya salat yang terburu-buru tanpa kesopanan.
“Salat itu ibadah tertinggi. Jangan dilakukan dengan kasar seperti orang roboh. Ini soal adab kita kepada Allah,” tegasnya.
Terkait takdir, Ainur mengutip kisah Umar bin Khattab yang menyatakan bahwa ia lari dari satu takdir menuju takdir Allah yang lain. Bagi Ainur, pemahaman ini menunjukkan bahwa takdir bukan alasan untuk menyerah, melainkan semangat untuk terus berikhtiar.
Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta menanyakan perbedaan antara curhat dan berkeluh kesah. Menanggapi itu, Ainur menjelaskan bahwa curhat memiliki tujuan mencari solusi, sedangkan berkeluh kesah hanya menyampaikan keluhan tanpa niat memperbaiki diri.
“Curhat itu sehat kalau diniatkan untuk memperbaiki diri. Tapi kalau hanya mengeluh dan tidak ada usaha untuk berubah, itu justru jadi racun jiwa,” pungkasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha