Kolom

AUM yang Kufur

Oleh: Pujiono*

PWMJATENG.COM – Tulisan ini terinspirasi dari judul majalah terbitan PWM Jateng beberapa tahun lalu. Meski penulis belum sempat membaca isinya komplit. Tapi sekilas bisa kita bedah dari judul yang kami telaah terdapat kata “AUM dan Kufur”.

AUM adalah Amal Usaha Muhammadiyah. Di mana tujuan didirikannya untuk menopang dakwah Muhammadiyah. AUM bisa berupa Sekolah, Ponpes, Panti Asuhan, Kampus, Rumah Sakit, Masjid, BMT dan lainnya.

Sedang kata ‘kufur’ memiliki makna ingkar–kafara menutupi, yang identik dengan mengingkari nikmat yang telah Allah berikan. Atau bisa jadi mengingkari amanah dari visi sisi yang telah dicanangkan Persyarikatan. Di antara bentuk kufur bisa berupa tidak taat Pimpinan, tidak menjalankan visi tujuan organisasi, atau mengingkari sejarah berdirinya AUM. Dalam dunia AUM Pendidikan, yang kufur bisa gurunya, kepala sekolahnya atau mudirnya, atau kufur program-programnya.

Banyak cerita kisah perjalanan sebuah perjuangan saat perintisan berdirinya AUM. Saat awal solid bersama-sama, setelah sukses berkembang pesat saling menginjak, berebut kue yang tidak seberapa. sampai terjadi blok kubu-kubuan dan berbeda visi dari semula.

Kisah lain, ketika penulis keliling ke beberapa daerah, penulis jumpai ketika awal berdiri semua urunan, galang donasi sana-sini. Setelah tumbuh besar dan kaya, Pimpinan AUM berkuasa melebihi PRM atau PCMnya. Ketika nggak ada duit sambate ngaru-oro, bareng duwe duit akeh, dicakke dewe, kabar kabar wae ora. Kepala AUM merasa lebih bergengsi karena bergaji dari pada orang orang mulia para pejuang ranting/cabang. Bak Kacang lupa kulitnya dari mana dia berasal. Bahkan ada cerita ‘mendelete’ para Pimpinan PRM/PCM dari kepengurusan AUM secara sepihak.

Baca juga, Menggagas AUM Pengelola Sampah

Ada cerita tragis seorang Kepala Sekolah ‘dianiaya’ tidak dikasih jam (mengajar), dibuat tidak kerasan demi ego Kepala Sekolah baru. Lebih heboh lagi ternyata guru tersebut terpilih menjadi Anggota PDM/ PCM. Cerita akan tambah panjang. Semua ini karena Pimpinan AUM yang minim pemahaman Qaidah Organisasi atau bukan berlatar belakang Muhammadiyah. Dan ketika AUM tumbuh besar. Kompetisi semakin ketat. Seorang Pimpinan AUM karena merasa tersaingi kepopulerannya, dengan gurunya yang diusulkan menjadi Formatur Organisasi. Semua surat-surat ditahan dan tidak diberikan kepada yang bersangkutan, hanya demi sebuah gengsi. Padahal harusnya bangga jika terdapat sumber daya dalam AUM yang bagus dan dapat berkontribusi bagi Persyarikatan.

Di lain sisi, memang kita akui masih banyak juga Pimpinan PCM/PRM yang belum ‘memahami’ atau belum maksimal dalam memfungsikan perannya. Sehingga ‘dimainkan’ oleh Kepala AUM. Setelah AUM kaya, bisa jadi bergeser arah dari tujuan semula. Harusnya menopang dakwah Muhammadiyah malah sebaliknya. Sungguh ironis bila ada AUM yang surplus kok PRM/PCM mandek tidak jalan. Harusnya bisa selaras dan sejalan.

Sekali lagi, AUM didirikan Itu untuk mensupport dakwah Muhammadiyah. Maka, dari beragam kasus di atas. Pimpinan AUM itu memang jadi kunci. Maka bila kader tulen dan memahami qaidah organisasi akan beda dengan yang bukan kader atau tidak berlatar belakang Ortom. Untuk meminimalisir potensi kekufuran AUM atau AUM yang kufur pada Muhammadiyah, maka sudah seyogyanya para Pimpinan Muhammadiyah terus bergerak belajar dan memahami tupoksi masing-masing. Kemudian bersama-sama kolaborasi dalam mewujudkan visi dan tujuan Muhammadiyah.

Editor : M Taufiq Ulinuha

*Kepala SD Muhammadiyah PK Banyudono, Boyolali. Ketua MPI PDM Boyolali. Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah.

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE