
PWMJATENG.COM, Jakarta – Sekitar 50 peserta dari berbagai latar belakang iman dan disabilitas turun ke jalan dalam aksi damai bertajuk Walk for Peace and Climate Justice, Sabtu (5/7). Mereka menapaki rute bersejarah dari Gereja Katedral, melalui Terowongan Silaturahim, Masjid Istiqlal, hingga berakhir di Pura Adhitya Jaya Rawamangun. Aksi ini menegaskan bahwa keadilan iklim adalah hak semua orang tanpa kecuali.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Eco Bhinneka Muhammadiyah, Himpunan Difabel Muhammadiyah (HIDIMU) Pusat, dan GreenFaith Indonesia. Mereka menggaungkan pentingnya solidaritas lintas iman dan keterlibatan kelompok rentan, khususnya difabel, dalam menghadapi krisis iklim yang kian mengancam.
“Perdamaian hanya akan hadir jika keadilan lingkungan dan sosial dirasakan semua warga, termasuk penyandang disabilitas,” kata Hening Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah sekaligus Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia.
Dalam rangkaian aksi tersebut, peserta juga membacakan Deklarasi Orang Muda Lintas Iman untuk Keadilan Iklim dan Kesetaraan Gender di Terowongan Silaturahim—ruang simbolik yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Deklarasi itu memuat empat komitmen utama, mulai dari transformasi ekologis yang inklusif hingga perlindungan kelompok rentan dalam menghadapi krisis iklim.
Fajri Hidayatullah, Ketua Umum HIDIMU, menyampaikan bahwa difabel harus dilibatkan sebagai bagian dari solusi. “Bicara keadilan tak bisa hanya untuk mereka yang normal. Sahabat difabel juga punya hak dan peran dalam perubahan,” tegasnya.
Tokoh-tokoh lintas agama turut hadir memberikan dukungan. Romo Macarius Maharsono Probho, SJ menyatakan bahwa gerakan semacam ini harus terus dirawat. “Pancasila adalah napas bersama kita. Jangan sampai semangat kemanusiaan hanya jadi slogan,” ucapnya.
Baca juga, Mengapa Hati Masih Gelisah Meski Ibadah Rutin?
Sementara itu, Susiana Suwandi dari Gereja Katedral menyampaikan bahwa pihaknya telah mengimplementasikan energi terbarukan. “Kami menggunakan 30 persen energi dari panel surya dan menyediakan akses difabel. Ini bagian dari iman yang berpihak pada bumi,” jelasnya.
Masjid Istiqlal juga telah menerapkan prinsip ramah lingkungan. Menurut Yusuf Fauzi, mereka sudah menggunakan panel surya sejak 2021, mendaur ulang air wudu, serta mengelola sampah secara bijak. “Kami ingin masjid menjadi simbol keberlanjutan,” katanya.

Di Pura Adhitya Jaya Rawamangun, Putu Maharta menekankan pentingnya menjaga semangat kebhinekaan. “Perbedaan adalah rahmat. Tapi persatuan adalah kekuatan. Ini nilai yang tidak boleh luntur,” ungkapnya.
Aksi lintas iman ini juga mendapat dukungan dari Ford Foundation. Farah Sofa menyatakan bahwa gerakan tersebut sejalan dengan misi mereka. “Kami mendukung terciptanya bumi yang lebih damai dan inklusif,” katanya.
Empat komitmen yang tertuang dalam deklarasi lintas iman tersebut meliputi:
- Transformasi ekologis yang inklusif, melalui ruang hijau, energi bersih, dan pengelolaan sampah berbasis komunitas.
- Penguatan kepemimpinan inklusif, khususnya kaum muda, perempuan, dan difabel dalam perjuangan iklim.
- Solidaritas lintas iman untuk bumi, lewat edukasi berbasis spiritual dan jejaring rumah ibadah ramah lingkungan.
- Perlindungan kelompok rentan, agar mampu bertahan dan berdaya menghadapi dampak perubahan iklim.
“Deklarasi ini adalah komitmen bahwa tak boleh ada yang tertinggal. Semua harus terlibat, semua punya peran,” tegas Hening.
Walk for Peace bukan sekadar seremoni. Aksi ini membawa pesan kuat bahwa Indonesia mampu bersatu merawat bumi lewat jalan damai, toleransi, dan keberagaman. Didukung oleh UHAMKA, RSI Jakarta Cempaka Putih, Ford Foundation, serta para tokoh lintas iman, gerakan ini diharapkan menjadi inspirasi perubahan di tengah darurat iklim global.
“Ini adalah jubile, tahun pengharapan. Saatnya kita isi dengan tindakan nyata,” pungkas Hening Parlan.
Kontributor : Farah
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha