Kolom

Agama sebagai Kekuatan Transformatif: Jalan Menuju Perubahan Hakiki

Agama sebagai Kekuatan Transformatif: Jalan Menuju Perubahan Hakiki

Oleh : Muh. Rifai M.SI. (Sekretaris PCM Bawen, Kab. Semarang)

PWMJATENG.COM – Dalam dunia yang terus berubah dan menghadapi tantangan multidimensional—krisis moral, kesenjangan sosial, degradasi lingkungan, hingga konflik identitas—agama hadir bukan sekadar sebagai sistem keyakinan, tetapi sebagai kekuatan transformatif yang membentuk manusia, masyarakat, bahkan peradaban.

Al-Qur’an menekankan bahwa perubahan sejati dimulai dari dalam diri manusia. Dalam Surah Ar-Ra’d ayat 11, Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa transformasi spiritual dan sosial bersifat interaktif: Allah membuka jalan perubahan, namun manusia harus menjadi aktor utama dalam proses itu. Kesadaran diri, introspeksi, dan pembenahan niat adalah fondasi perubahan yang autentik.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Akhlak adalah bentuk paling konkret dari transformasi agama dalam kehidupan manusia. Dari pribadi yang keras menjadi lembut, dari yang zalim menjadi adil, dari yang mementingkan diri menjadi pelayan umat—semua itu hasil internalisasi nilai-nilai agama.

Nabi sendiri adalah contoh nyata kekuatan transformatif agama. Dari masyarakat jahiliyah yang terpecah, beliau membangun masyarakat yang beradab, inklusif, dan berkeadilan.

Baca juga, Haji Mabrur: Antara Ukhrawi dan Duniawi, Antara Permintaan dan Pujian

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan bahwa tujuan agama adalah tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), yang akan membawa kepada islahul mujtama’ (perbaikan masyarakat). Ia percaya bahwa perubahan spiritual individu memiliki dampak sosial yang luas.

Cendekiawan kontemporer seperti Fazlur Rahman melihat agama sebagai kekuatan etis yang harus menjawab tantangan zaman. Baginya, wahyu bukan hanya teks mati, melainkan sumber dinamis yang membentuk etika sosial dan arah peradaban.

Sementara itu, Seyyed Hossein Nasr menekankan pentingnya dimensi spiritual dalam merespons krisis modern. Menurutnya, hilangnya nilai spiritual dalam kehidupan menyebabkan kehampaan dan kehancuran. Agama, dalam pandangannya, adalah jembatan antara manusia dan makna terdalam eksistensinya.

Kekuatan transformatif agama terlihat jelas ketika nilai-nilainya diterjemahkan ke dalam tindakan nyata: kepedulian sosial, advokasi keadilan, pendidikan, dan pembelaan terhadap yang tertindas. Ibadah bukan hanya hubungan vertikal, tetapi juga landasan moral untuk hubungan horizontal.

Zakat, misalnya, bukan sekadar kewajiban finansial, melainkan instrumen sosial untuk menyeimbangkan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Puasa bukan hanya menahan lapar, tetapi latihan empati dan pengendalian diri.

Agama bukan sekadar doktrin atau serangkaian ritus. Ia adalah energi perubahan yang hidup, yang mengubah keputusasaan menjadi harapan, kekacauan menjadi keteraturan, dan kebencian menjadi cinta.

Namun, potensi transformatif agama hanya bisa terwujud jika ia dipahami secara utuh—bukan sebagai alat kekuasaan atau identitas sempit, tetapi sebagai jalan menuju kemanusiaan yang lebih adil, beradab, dan bermakna.

Seperti sabda Nabi:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Inilah puncak dari transformasi: menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE