Abu Bakar As-Shidiq – Sahabat Sejati Rasulullah dan Pemimpin Umat

Abu Bakar As-Shidiq – Sahabat Sejati Rasulullah dan Pemimpin Umat
Seri 7: Perang Hunain – Ujian Keimanan di Medan Perang
Oleh : Dwi Taufan Hidayat (Penasehat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang, Sekretaris Korps Alumni PW IPM/IRM Jawa Tengah, & Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang)
PWMJATENG.COM – Matahari pagi bersinar terang di atas langit Hijaz. Udara gurun yang panas mulai menyelimuti dataran luas tempat pasukan Muslim berkumpul. Abu Bakar As-Shidiq berdiri tegap di sisi Rasulullah, memandang pasukan Islam yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 12.000 orang—jumlah terbesar dalam sejarah umat Islam saat itu.
Kemenangan gemilang dalam Penaklukan Mekah masih terasa segar di hati kaum Muslimin. Mereka kini percaya bahwa Allah telah meneguhkan Islam sebagai kekuatan yang tak tergoyahkan. Namun, di tengah euforia kemenangan, ada ancaman yang mulai mengintai dari lembah-lembah sekitar Mekah—pasukan suku Hawazin dan Tsaqif sedang merencanakan perlawanan besar.
Ancaman dari Suku Hawazin dan Tsaqif
Setelah Mekah jatuh ke tangan Muslim, sebagian besar suku Quraisy menerima Islam dengan lapang dada. Namun, ada kelompok yang masih menolak tunduk. Suku Hawazin dan Tsaqif, yang bermukim di sekitar Ta’if, merasa terancam dengan perkembangan Islam. Mereka khawatir akan kehilangan kekuatan dan pengaruh mereka di Jazirah Arab.
Mereka lalu mengumpulkan pasukan besar, terdiri dari 20.000 prajurit yang dipimpin oleh Malik bin Auf, seorang pemimpin muda yang ambisius. Dengan strategi yang nekat, ia membawa serta wanita dan anak-anak mereka ke medan perang. Tujuannya sederhana—agar para prajurit bertempur mati-matian demi melindungi keluarga mereka.
Berita tentang persiapan perang ini sampai ke telinga Rasulullah. Tanpa menunda waktu, beliau segera mengumpulkan pasukan Muslim dan bersiap menghadapi ancaman ini.
Kesombongan yang Menjadi Bumerang
Saat pasukan Islam bergerak menuju Lembah Hunain, sebagian besar sahabat merasa yakin bahwa kemenangan sudah pasti berada di tangan mereka. Abu Bakar, meskipun seorang yang selalu tenang dan tawadhu, tak bisa menutup matanya dari euforia berlebihan yang melanda sebagian pasukan Muslim.
Di antara mereka, ada yang berkata, “Hari ini kita pasti menang. Kita tidak mungkin kalah dengan jumlah pasukan sebesar ini.”
Abu Bakar mengerutkan keningnya. Ia tahu, kemenangan tidak bergantung pada jumlah atau kekuatan fisik, tetapi pada keimanan kepada Allah. Namun, rasa percaya diri berlebihan mulai merasuki hati banyak pejuang Muslim. Mereka lupa bahwa dalam sejarah Islam, kemenangan selalu datang dari Allah, bukan dari jumlah pasukan semata.
Serangan Mendadak yang Mengguncang Pasukan Muslim
Ketika pasukan Islam memasuki Lembah Hunain, suasana tampak tenang. Jalan sempit yang diapit oleh bukit-bukit curam membuat banyak pejuang Muslim merasa tidak ada ancaman. Namun, tiba-tiba, panah-panah berdesingan dari atas bukit. Suara teriakan perang bergema saat ribuan prajurit Hawazin dan Tsaqif menyerang dari tempat persembunyian mereka.
Pasukan Muslim yang lengah langsung panik. Kuda-kuda berlarian tak terkendali, prajurit-prajurit mulai terpencar. Dalam sekejap, pasukan Muslim yang tadinya percaya diri mendadak terdesak. Banyak dari mereka yang melarikan diri, bahkan ada yang kembali ke Mekah.
Baca juga, Muhammadiyah Siapkan Ribuan Titik, Berikut Lokasi Salat Idulfitri Tahun 2025 se-Jawa Tengah
Abu Bakar menyaksikan kekacauan ini dengan hati yang berat. Ia tahu bahwa ini adalah ujian dari Allah—sebuah pelajaran berharga bagi kaum Muslimin agar tidak terlena dengan jumlah dan kekuatan duniawi.
Kesetiaan Abu Bakar di Sisi Rasulullah
Di tengah kekacauan itu, hanya segelintir sahabat yang tetap berada di sisi Rasulullah. Abu Bakar adalah salah satunya. Bersama dengan Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan beberapa sahabat lainnya, ia tetap teguh berdiri di dekat Rasulullah yang saat itu tetap tenang meski pasukannya tercerai-berai.
Rasulullah lalu meminta Abbas bin Abdul Muthalib, paman beliau yang bersuara lantang, untuk memanggil kembali pasukan Muslim yang kabur. Dengan suara yang menggema di lembah itu, Abbas berteriak, “Wahai para sahabat Rasulullah! Wahai orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon!”
Mendengar panggilan itu, pasukan Muslim yang tadinya melarikan diri mulai tersadar. Mereka ingat kembali janji mereka kepada Rasulullah. Satu per satu, mereka kembali ke medan perang, membentuk barisan di sekitar beliau.
Abu Bakar melihat bagaimana pasukan yang tadi hampir hancur perlahan bangkit kembali. Dengan semangat yang diperbarui, mereka mulai menyerang balik musuh dengan penuh keyakinan.
Kemenangan yang Dijanjikan Allah
Pertempuran sengit berlangsung, tetapi kali ini dengan strategi dan kekuatan iman yang lebih baik. Rasulullah sendiri memimpin pasukan Muslim dari garis depan, dengan Abu Bakar selalu di sisinya.
Dengan izin Allah, perlahan pasukan musuh mulai terdesak. Suku Hawazin dan Tsaqif yang awalnya yakin akan menang, kini mulai kehilangan semangat. Mereka melihat bagaimana kaum Muslimin yang tadinya hampir kalah, kini bangkit dengan kekuatan luar biasa.
Tak butuh waktu lama sebelum pasukan musuh akhirnya tercerai-berai. Banyak dari mereka yang melarikan diri, meninggalkan harta dan keluarga mereka.
Pelajaran Berharga dari Perang Hunain
Setelah kemenangan itu, Rasulullah mengumpulkan pasukannya dan mengingatkan mereka tentang pentingnya tawakal kepada Allah. Beliau berkata, “Sesungguhnya Allah telah menolong kalian di banyak medan perang, dan juga pada hari Hunain, saat kalian merasa bangga dengan jumlah kalian yang banyak. Namun, jumlah itu tidak memberi manfaat sedikit pun kepada kalian.”
Abu Bakar memahami bahwa perang ini adalah pelajaran besar bagi kaum Muslimin. Kesombongan sekecil apa pun bisa menjadi bumerang. Kemenangan tidak datang dari kekuatan fisik atau jumlah pasukan, tetapi dari keimanan dan ketundukan kepada Allah.
Sebagai pemimpin di antara para sahabat, Abu Bakar memastikan bahwa pelajaran ini tidak dilupakan. Ia berbicara kepada para sahabat muda, mengingatkan mereka untuk selalu merendahkan hati dan tidak terlena dengan keberhasilan duniawi.
Langkah Selanjutnya: Menuju Ta’if
Setelah kemenangan di Hunain, Rasulullah dan pasukan Muslim melanjutkan perjalanan menuju Ta’if, tempat suku Tsaqif bertahan. Ta’if dikenal sebagai benteng yang kuat, dan Abu Bakar tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Namun, dengan iman yang telah diperkuat oleh pengalaman di Hunain, ia yakin bahwa Allah akan menolong kaum Muslimin seperti sebelumnya.
Malam itu, di perkemahan pasukan Muslim, Abu Bakar duduk di samping Rasulullah. Ia melihat wajah beliau yang penuh ketenangan. Meski telah melalui banyak pertempuran, Rasulullah tidak pernah mencari perang. Tujuan beliau selalu satu—menyebarkan Islam dengan kedamaian.
Abu Bakar menatap langit yang bertabur bintang. Ia tahu bahwa perjalanan dakwah masih panjang. Namun, selama ia bisa berdiri di sisi Rasulullah, ia akan terus berjuang.
(Bersambung ke Seri 8 – Pengepungan Ta’if: Keteguhan Hati dan Kesabaran Rasulullah dan Abu Bakar)
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha