PWMJATENG.COM, Jakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyerukan agar para mufasir Muhammadiyah menjadi sosok Ulul Albab dalam menyusun Tafsir At-Tanwir dan berbagai keputusan keagamaan. Pernyataan tersebut disampaikan Haedar dalam sambutannya pada Konferensi Mufasir Muhammadiyah II yang diadakan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Jakarta, Jumat (13/12).
Haedar menegaskan bahwa Indonesia, dengan keberagamannya yang meliputi agama, suku, ras, dan golongan, membutuhkan panduan moral dan intelektual untuk menghadapi tantangan zaman. “Bangsa Indonesia lahir dan berkembang di bumi yang kaya raya. Kekayaan ini harus dikelola dengan baik demi kemakmuran, sesuai fungsi kekhalifahan,” ujar Haedar.
Ia berharap Tafsir At-Tanwir dapat menjadi cahaya dan panduan dalam memajukan Indonesia. “Meski telah banyak upaya dilakukan oleh Muhammadiyah, komponen bangsa lain, dan pemerintah, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar,” lanjutnya.
Haedar menyoroti masalah krusial seperti korupsi dan pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal. Ia menegaskan, “Melalui Tafsir At-Tanwir, kita tidak hanya mencegah kemungkaran, tetapi juga menyerukan kebaikan. Tafsir ini harus mampu memberikan alternatif pemikiran dan strategi untuk kemajuan bangsa.”
Dalam pandangannya, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan pembaruan memiliki tanggung jawab besar untuk memandu umat dan bangsa. “Muhammadiyah harus menjadi garda depan sebagai kekuatan pembaharu dan dakwah, menghadirkan teladan yang nyata,” tambahnya.
Baca juga, Berikan Layanan Terbaik, Kantor Pusat Ar Rahmah Tour Diresmikan Ketua PWM Jateng
Haedar juga mengingatkan para mufasir untuk menjaga kejernihan pikiran dalam menyusun tafsir dan fatwa. Ia merujuk pada QS. Az-Zumar: 18, yang menggambarkan Ulul Albab sebagai mereka yang mendengar berbagai pandangan dan mengikuti yang terbaik.
“Jangan sampai keputusan yang kita ambil dipengaruhi situasi yang tidak kondusif, sehingga hasilnya tidak memberikan pencerahan,” pesan Haedar. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang bijak dan mendalam, agar tafsir yang dihasilkan dapat menjadi suluh bagi umat dan bangsa.
Dalam menyampaikan tafsir, Muhammadiyah juga diharapkan mampu menegaskan relevansi nilai-nilai Pancasila. “Tafsir At-Tanwir harus mendukung pengembangan bangsa yang sejalan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab,” jelasnya.
Haedar mendorong para mufasir untuk memberikan solusi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. “Kita harus menghadirkan tafsir yang tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga aplikatif, sebagai panduan dalam kehidupan berbangsa,” ungkapnya.
Haedar menutup dengan pesan bahwa peran tafsir sangat signifikan dalam membentuk peradaban yang lebih baik. “Melalui sikap Ulul Albab, para mufasir Muhammadiyah diharapkan dapat memberikan kontribusi besar, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia,” tuturnya.
Kontributor : Adam
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha