Kurikulum Merdeka: Transformasi Pendekatan RIASEC sebagai Perspektif Self-Efficacy Siswa Menuju Kematangan Karier Sesuai Minat dan Bakatnya
Oleh : Hery Nugroho*
PWMJATENG.COM – Demi menciptakan pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan lingkungan belajar peserta didik maka Indonesia telah mencanangkan program Kurikulum Merdeka Belajar. Program ini sendiri bertujuan untuk membebaskan pembelajaran dari keterikatan dengan kurikulum yang kaku dan memberikan kebebasan pada sekolah untuk merancang kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing. Dengan kata lain, poin penting pada program Kurikulum Merdeka adalah adanya “fleksibilitas” dalam belajar.
Fleksibilitas tersebut mencakup mulai dari pengembangan softskill dan karakter, materi esensial, pembelajaran yang bermakna dan tentu adanya diversifikasi minat dan bakat setiap siswa. Hal ini selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara di mana beliau mengatakan bahwa “pendidikan yang berguna ialah pendidikan yang memerdekakan manusia”. Jadi konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah memanusiakan manusia (humanisme). Pada hakikatnya manusia itu ingin “merdeka”, yaitu merdeka dalam kemandirian berpikir dan belajar. Jikalau menyelami makna filosofis perkataan tersebut mengindikasikan bahwa konsep Kurikulum Merdeka sebagai transformasi kebijakan yang mengedepankan pendekatan yang berpusat pada minat, bakat, dan kemampuan peserta didik dalam pembelajarannya.
Program Kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Kemendikbudristek juga bertujuan untuk mencapai keberhasilan dalam perubahan pengelolaan sumber daya manusia yang unggul, cerdas dan berdaya saing. Menurut penulis, program ini memiliki beberapa kebijakan yang dapat menjadi tonggak kemajuan pendidikan nasional serta kemajuan negara Indonesia. Salah satunya adalah memberikan pendidikan yang bermakna dan menekankan kompetensi dan pengalaman belajar. Untuk mencapai tujuan tersebut, program ini mengusung semangat kebebasan dengan tujuan memberikan kebebasan bagi perencanaan pembelajaran dan bagi yang melaksanakan pembelajaran.
Namun, dibalik semangat kebebasan tersebut tentunya pemerintah sebagai pemangku kebijakan melalui lembaga pendidikan harus bisa mengawal dan mengarahkan kurikulum ini dengan baik. Karena Merdeka Belajar tidak bermakna segala sesuatu yang menyangkut belajar diberikan kebebasan dan kelonggaran, misalnya tidak bersungguh-sungguh dalam belajar, masuk kelas tidak tepat waktu, menggunakan seragam sekolah tidak sesuai jadwal, tidak mengerjakan tugas. Ditakutkannya semua itu dilakukan sebagai pembenaran atas penerapan Merdeka Belajar. Pola pikir dan praktik semacam ini kontradiktif dengan semangat merdeka belajar, dan oleh karenanya harus dikoreksi. Merdeka Belajar memberikan kebebasan dalam proses untuk mencapai tujuan, namun dengan tetap melaksanakan semua aturan dan prosedur yang ada.
Oleh karena itu, guru dapat mengawal sekaligus mengarahkan peserta didik untuk memahami retorika “Merdeka Belajar”. Episentrum konsep Merdeka Belajar ialah implementasi pendidikan haruslah berpatokan pada esensi dari belajar di mana setiap siswa memiliki bakat dan minatnya masing-masing. Sehingga setiap siswa tidak bisa dipaksakan untuk mempelajari sesuatu hal yang tidak disukainya. Tujuannya untuk mengasah minat dan bakat siswa sejak dini.
Baca juga, Hisab: 1 Ramadan 1445 H Jatuh pada 11 Maret 2024, 1 Syawal Jatuh pada 10 April 2024
Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, adapun minat, bakat, dan kemampuan siswa harus menjadi faktor utama yang diperhatikan. Hal ini penting karena minat, bakat, dan kemampuan siswa memiliki peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan potensi, meningkatkan hasil belajar, serta mempersiapkan siswa untuk berkarier dan berkehidupan di masa depan. Berbasis hal tersebut, harus ada upaya untuk siswa sehingga dapat mengetahui sejauh mana mereka mengetahui minat dan bakatnya. Salah satu caranya ialah meningkatkan self-efficacy (efikasi diri) siswa.
Efikasi diri merupakan keyakinan atau kemampuan mengukur diri sendiri sampai sejauh mana dapat berhasil dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, efikasi diri merupakan kunci keberhasilan seseorang. Karena hal tersebut akan mempengaruhi komitmen, motivasi, dan usaha seseorang untuk mencapai tujuan tersebut. Maka dari itu, memiliki self-efficacy yang tinggi merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam konteks dunia pendidikan, efikasi diri sering dikaitkan dengan kemampuan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar seperti juara kelas. Namun, efikasi diri tentang pengetahuan minat dan bakat jauh lebih penting. Karena hal ini berkenaan dalam membuat keputusan karier berdasarkan analisis tentang diri sendiri.
Tidak dapat dipungkiri, siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi berusaha mencoba lebih keras dalam menghadapi tantangan serta memiliki komitmen kuat mereka pada tujuan kariernya. Sebaliknya, siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mengurangi usaha mereka untuk berupaya dalam situasi yang sulit, karena mereka menganggap kegagalan sebagai kurangnya kemampuan yang menunjukkan kurangnya komitmen pada tujuan kariernya.
Apabila dikaitkan dengan Kurikulum Merdeka, siswa difasilitasi untuk berekspresi memilih mata pelajaran dan jalur pembelajaran yang mereka minati. Dengan kata lain, siswa diberikan kesempatan untuk menggali minat mereka dalam berbagai mata pelajaran mengembangkan keterampilan yang relevan dengan minat mereka secara lebih mendalam demi menunjang kariernya nanti. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru untuk menggali potensi minat dan bakat peserta didik sesuai kemampuan efikasi dirinya adalah dengan pendekatan RIASEC (Realistic, Investigative, Artistic, Social, Enterprising, Conventional).
Baca juga, Perpisahan Menyentuh! Para Tamu Australia Berbagi Pengalaman Hebat di UMS, Apa yang Mereka Ungkapkan?
RIASEC merupakan jenis tes psikologi yang bertujuan untuk membantu seseorang memperkirakan karier sesuai dengan kepribadiannya. Tes ini dicetuskan oleh seorang psikolog yang berasal dari Amerika Serikat sehingga nama lain dari tes ini adalah Holland Test. Instrument tes RIASEC terbagi menjadi enam kepribadian yaitu:
1. Realistic (realistis)
Siswa dengan kepribadian ini lebih suka berinteraksi dengan dunianya melalui ekspresi artistik, cenderung menghindari situasi yang konvensional dan interpersonal serta berorientasi pada seni dan menulis
2. Investigative (investigatif)
Siswa dengan kepribadian ini lebih berorientasi pada konsep dan teori, berperam sebagai pemikir daripada sebagai pelaksana, menghindari adanya hubungan interpersonal dan lebih sesuai dengan karier-karier yang berkaitan dengan matematika dan pengetahuan
3. Artistic (artistic)
Siswa dengan kepribadian ini menyukai karier yang berhubungan dengan artistik, seperti akting, musik, seni dan desain, dan menyukai kreativitas serta pekerjaan yang dapat dilakukan tanpa mengikuti aturan.
4. Social (sosial)
Siswa dengan kepribadian ini memiliki kemampuan verbal dan hubungan interpersonal yang baik, lebih cocok memasuki dunia karier yang berhubungan dengan orang lain seperti mengajar, pekerja sosial, konseling, melayani orang lain dan sebagainya.
5. Enterprising (berani berusaha)
Siswa dengan kepribadian ini menggunakan kemampuan verbalnya untuk memimpin orang lain, mendominasi individu, dan menjual produk atau hal yang lain.
6. Conventional (konvensional)
Siswa dengan kepribadian ini lebih menyukai kegiatan yang bersifat terstruktur. Mereka lebih suka pekerjaan yang berupa bawahan seperti pegawai bank, sekretaris, dan petugas arsip.
Adanya pemetaan mengenai minat dan bakat siswa dapat memudahkan guru untuk mengetahui jenjang karier yang sesuai untuk mereka. Mengetahui minat dan bakat siswa sejak dini sangatlah penting dan cara yang terbaik untuk membentuk diri dan kemampuan siswa dengan tepat. Oleh karena itu, pendekatan RIASEC sangatlah membantu siswa dalam memantaskan karir sesuai minat dan bakatnya.
*Guru Matematika Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
Editor : M Taufiq Ulinuha