Tafsir Bicara Blak-blakan soal Filantropi dan Ekonomi Hijau di Hadapan Akademisi Nasional!

PWMJATENG.COM, Semarang – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Tafsir, hadir sebagai narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) yang membahas tema besar tentang religiusitas, modal sosial, dan ekonomi hijau di kalangan komunitas Muslim Indonesia.
FGD tersebut merupakan bagian dari rangkaian program Hibah Penelitian Fundamental Reguler Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Tahun 2025 yang dilaksanakan melalui kolaborasi antara Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor dan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Acara ini berlangsung di Hotel Novotel Semarang pada Kamis (31/7/2025) dan menghadirkan sejumlah akademisi serta peneliti dari berbagai perguruan tinggi.
Dalam forum itu, Tafsir menyampaikan pandangan kritisnya terkait hubungan antara nilai religiusitas dan praktik filantropi dalam masyarakat Muslim. Ia menekankan bahwa perilaku derma di tengah masyarakat tidak bisa dilepaskan dari ajaran agama dan kekuatan sosial yang menopang.
“Filantropi bukan sekadar tindakan memberi. Ia lahir dari kesadaran spiritual yang terinternalisasi, diperkuat oleh jejaring sosial yang saling mendukung,” ujar Tafsir dalam paparannya.
Baca juga, Memberikan Makanan Bergizi bagi Anak, Wajibkah?
Ia juga menggarisbawahi bahwa kebiasaan memberi dalam Islam, seperti zakat, infak, dan sedekah, telah lama menjadi bagian dari sistem ekonomi alternatif. Menurutnya, praktik tersebut memiliki kontribusi besar terhadap upaya mewujudkan ekonomi hijau yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Jika filantropi dikaitkan dengan ekonomi hijau, maka ada titik temu antara nilai-nilai agama dan kepedulian lingkungan. Di sinilah pentingnya mengkaji modal sosial dan nilai religius dalam praktik nyata masyarakat,” jelas Tafsir.

FGD tersebut mengangkat hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Religiusitas dan Modal Sosial terhadap Perilaku Filantropi di Komunitas Muslim Indonesia: Implikasi bagi Ekonomi Hijau. Penelitian ini menjadi dasar diskusi yang menggali sejauh mana unsur spiritual dan relasi sosial mampu mendorong masyarakat Muslim untuk berperan dalam pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.
Para peserta yang hadir tampak antusias menanggapi pemaparan yang disampaikan. Diskusi berlangsung interaktif dengan sejumlah pertanyaan yang diajukan peserta kepada narasumber, terutama soal bagaimana filantropi Islam bisa dimaksimalkan untuk menjawab tantangan krisis lingkungan dewasa ini.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha