Busyro Muqoddas Dorong Kampus Muhammadiyah untuk Menjadi Pelopor dalam Menyuarakan Keadilan

PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan komitmennya dalam mengawal isu-isu kebangsaan dan keislaman. Melalui Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), UMS menggelar Webinar Series Kajian Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) ke-50 pada Senin (28/7), yang berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting.
Acara tersebut menghadirkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Busyro Muqoddas, sebagai pembicara utama. Mengusung tema “Visi Hukum HAM Berkemajuan Perspektif Muhammadiyah”, webinar ini memantik diskusi kritis mengenai peran Muhammadiyah dalam sejarah bangsa, serta tantangan hukum dan HAM di Indonesia saat ini.
Wakil Rektor IV UMS, Em Sutrisna, dalam sambutannya menegaskan bahwa AIK merupakan bagian dari program rutin kampus yang dirancang untuk memperkuat karakter islami dan kemuhammadiyahan warga UMS. Ia menyebutkan bahwa UMS memiliki beragam kajian seperti tarjih tiap Selasa, tafsir tiap Kamis, qiyamul lail tiap Jumat dini hari, serta kajian bulanan seperti webinar ini.
“Kajian ini penting untuk menumbuhkan semangat keislaman dan ke-Muhammadiyahan di kalangan dosen dan tenaga kependidikan,” ujar Em.

Ia juga menegaskan bahwa seluruh sivitas akademika UMS adalah kader persyarikatan yang memiliki tanggung jawab untuk menghidupkan dakwah Muhammadiyah, baik di kampus maupun di lingkungan masyarakat. Em mendorong para dosen dan tenaga kependidikan agar turut mengaktifkan ranting dan cabang Muhammadiyah di wilayah masing-masing.
Baca juga, Masjid sebagai Pusat Peradaban: Ikhtiar Muhammadiyah Menjawab Tantangan Zaman
Busyro Muqoddas dalam pemaparannya mengawali materi dengan refleksi historis. Ia menyoroti kiprah tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Jenderal Sudirman dan Ki Bagus Hadikusumo dalam membela bangsa dan merumuskan dasar negara. Ia menyebutkan, peran Ki Bagus Hadikusumo dalam sidang BPUPKI sangat penting dalam merumuskan sila pertama Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Menurut Busyro, kontribusi Muhammadiyah tidak hanya terbatas pada bidang pendidikan dan kesehatan. Muhammadiyah juga menawarkan gagasan kebangsaan yang berakar pada nilai-nilai tauhid dan keadilan sosial. Ia menilai bahwa pendidikan AIK di perguruan tinggi Muhammadiyah, termasuk UMS, perlu dievaluasi agar lebih responsif terhadap persoalan sosial dan kebangsaan.
“AIK harus mampu menjawab tantangan zaman, baik di lingkungan internal kampus maupun di masyarakat luas,” tegasnya.
Sebagai mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro juga menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi lembaga antirasuah tersebut. Ia menyatakan bahwa pelemahan KPK usai revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 menunjukkan adanya intervensi politik dan ekonomi oligarkis.
“Data KPK menunjukkan, korupsi paling banyak terjadi di pemerintah pusat. Ini membuktikan bahwa sumber masalah justru ada di lingkaran pembuat kebijakan,” ungkap Busyro.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum. Menurutnya, tindakan tersebut telah masuk kategori kejahatan kemanusiaan karena merugikan rakyat secara langsung.
Menutup sesi, Busyro mendorong civitas academica UMS untuk membangun kesadaran kritis berbasis riset. Ia mengajak kampus-kampus Muhammadiyah untuk menjadi pelopor dalam menyuarakan keadilan dan menyusun konsep hukum profetik yang memadukan nilai ilahiah dan keadilan sosial.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha