Zakiyuddin: Jangan Menunggu Situasi Ideal, Dakwah Harus Terus Menyala

PWMJATENG.COM, Kendal – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Zakiyuddin Baidhawy, menyampaikan pandangan reflektif yang tajam dan penuh makna mengenai dinamika dakwah dan pembaruan pemikiran Muhammadiyah. Dalam Musyawarah Pimpinan Daerah (Musypimda) II PD Muhammadiyah Kendal yang digelar Sabtu (26/7/2025) di Bandungan, Kabupaten Semarang, ia menyingkap kembali jejak sejarah perjuangan sunyi Muhammadiyah yang berdampak jangka panjang.
Di hadapan sekitar 150 peserta, Zakiyuddin mencontohkan perjuangan monumental KH. Ahmad Dahlan dalam meluruskan arah kiblat. “Apa yang tampak sebagai persoalan teknis, ternyata butuh waktu satu abad agar benar-benar diterima,” tegasnya.
Menurutnya, pengalaman tersebut menjadi cermin untuk memahami upaya pembaruan lain yang kini sedang diperjuangkan Muhammadiyah. Salah satunya adalah Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT), yang diakuinya bisa saja membutuhkan waktu lebih dari seratus tahun untuk diterima secara luas oleh umat Islam dunia.
Zakiyuddin, yang juga menjabat Rektor UIN Salatiga, menyebut bahwa perjuangan dakwah Muhammadiyah tak bisa dilepaskan dari semangat keilmuan dan keberanian dalam berijtihad. Ia menyinggung penetapan waktu Subuh versi Muhammadiyah yang memundurkan posisi matahari dua derajat—setara dengan delapan menit dari waktu sebelumnya.
“Ini bukan perbedaan teknis biasa. Ini hasil riset ilmiah yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab,” katanya.
Namun, ia tidak menutup mata bahwa langkah tersebut belum sepenuhnya diterima. Berdasarkan survei Kementerian Agama, hanya 15 persen responden yang mengaku mengikuti waktu Subuh versi Muhammadiyah. Namun data tidak resmi menunjukkan angka yang jauh lebih besar: 45 persen masyarakat ternyata sudah mempraktikkannya.
“Artinya, dakwah yang kita lakukan tidak sia-sia. Pengaruhnya nyata dan terus meluas,” tegasnya.
Baca juga, Sahkah Wudu dengan Make Up yang Belum Dihapus? Ini Penjelasan Lengkapnya
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa keberhasilan dakwah tidak hanya diukur dari banyaknya jamaah, tetapi juga dari luasnya pengaruh. “Ketika pengaruh semakin besar, jamaah akan tumbuh dengan sendirinya. Jadi, jangan putus asa. Berdakwahlah kapan pun dan di mana pun. Kita tidak pernah tahu dari mana pengaruh itu akan muncul,” ujarnya menyemangati.
Zakiyuddin juga menyoroti kiprah Muhammadiyah di wilayah timur Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa banyak sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah di kawasan tersebut yang justru diisi oleh siswa dan mahasiswa non-Muslim.
“Jangan anggap itu tidak penting. Mereka belajar bertahun-tahun di lingkungan yang penuh nilai Islam dan kemanusiaan,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa dakwah tidak selalu harus dalam bentuk ajakan verbal. “Pelayanan pendidikan, keteladanan moral, dan kerja kemanusiaan juga merupakan bentuk dakwah yang sangat efektif,” ungkapnya.
Di akhir arahannya, Zakiyuddin mengajak peserta merenungi makna bulan Muharram yang segera berakhir. Ia menyoroti pandangan masyarakat Jawa yang sering menganggap Muharram sebagai bulan “wingit” atau penuh kesialan. Padahal, dalam sejarah Islam, bulan ini justru menjadi momentum penyelamatan besar.
“Bandingkan saja, mana yang lebih banyak: peristiwa kecelakaan atau penyelamatan? Jawabannya, penyelamatan,” ujarnya.
Ia menyebut peristiwa ampunan Allah kepada Nabi Adam dan Hawa, serta diselamatkannya Nabi Nuh dari banjir besar, sebagai bukti bahwa Muharram adalah bulan penuh harapan, bukan ketakutan.
Dengan penuh semangat, Zakiyuddin menutup arahannya dengan seruan agar Muhammadiyah terus bergerak membawa misi pencerahan. “Jangan menunggu situasi ideal. Dakwah harus terus menyala, walau sunyi dan perlahan. Sejarah telah membuktikan, perubahan besar kerap lahir dari kesunyian,” tutupnya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha