Menemukan Uang di Jalan: Boleh Dipakai atau Wajib Dikembalikan?

PWMJATENG.COM – Pernahkah kita menemukan uang di jalan atau tempat umum tanpa tahu siapa pemiliknya? Dalam keseharian, kejadian seperti ini mungkin terlihat sepele. Namun, dalam Islam, persoalan ini memiliki dimensi hukum yang cukup serius. Lantas, apakah uang tersebut boleh langsung dipakai atau justru wajib dikembalikan?
Dalam pandangan fikih Islam, harta yang ditemukan di jalanan disebut luqathah (لقطة), yaitu barang temuan yang tidak diketahui siapa pemiliknya. Islam memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana memperlakukan harta temuan ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
اعْرِفْ وِكَاءَهَا وَعِفَاصَهَا، ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً، فَإِنْ لَمْ يُعْرَفْ فَاسْتَنْفِقْهَا، وَلْتَكُنْ وَدِيعَةً عِنْدَكَ، فَإِنْ جَاءَ طَالِبُهَا فَأَدِّهَا إِلَيْهِ
“Kenalilah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama satu tahun. Jika tidak diketahui siapa pemiliknya, maka pakailah (harta itu), dan jadikan sebagai titipan di sisimu. Jika kelak pemiliknya datang, maka kembalikan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa barang temuan tidak serta-merta menjadi milik orang yang menemukannya. Ada prosedur yang harus dilakukan, yakni mengumumkan barang tersebut selama satu tahun. Jika setelah itu tidak ada yang mengaku, barulah diperbolehkan digunakan. Namun, penggunaannya tetap dalam konteks titipan, bukan kepemilikan mutlak. Artinya, jika suatu hari pemilik barang itu muncul, maka barang tersebut wajib dikembalikan.
Dalam konteks saat ini, praktik mengumumkan barang temuan dapat dilakukan melalui media sosial, pengumuman di masjid, atau menyerahkannya kepada aparat setempat, seperti polisi atau pengurus fasilitas publik. Ini sesuai dengan prinsip syariat yang mengedepankan amanah dan keadilan.
Baca juga, Pacaran atau Taaruf? Islam Menawarkan Cinta yang Lebih Bermartabat
Al-Qur’an juga menekankan pentingnya menjaga amanah. Allah Swt. berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menunjukkan bahwa harta orang lain, meski tidak diketahui pemiliknya, tetap harus diperlakukan sebagai amanah yang kelak harus dikembalikan kepada pemilik aslinya jika ia datang menuntut.
Namun, ada pula ulama yang memberikan pengecualian untuk barang temuan yang nilainya sangat kecil, misalnya koin receh yang secara kebiasaan sulit dicari pemiliknya. Dalam kasus ini, sebagian fuqaha memperbolehkan mengambil dan menggunakan uang tersebut tanpa diumumkan terlebih dahulu, karena secara adat istiadat pemilik biasanya tidak akan mencarinya. Meski demikian, kehati-hatian tetaplah sikap terbaik.
Di sinilah pentingnya sikap wara’ atau kehati-hatian dalam urusan harta. Lebih baik menahan diri untuk tidak langsung menggunakan uang temuan hingga benar-benar yakin bahwa prosedur pengumuman telah dilakukan dan tidak ada yang menuntutnya. Jika dirasa berat, bisa juga disalurkan untuk kepentingan umum atau disedekahkan atas nama pemilik yang tidak diketahui, sembari tetap siap mengembalikannya jika suatu saat pemilik asli datang.
Dengan demikian, Islam tidak membiarkan seseorang bebas mempergunakan uang atau barang temuan tanpa tanggung jawab. Etika Islam mengajarkan bahwa setiap harta memiliki pemilik, dan tugas kita sebagai Muslim adalah menjaga hak-hak orang lain meskipun mereka tidak kita kenal.
Menemukan uang di jalan bukan soal keberuntungan semata, tetapi ujian amanah dan integritas. Dalam ajaran Islam, setiap hak akan kembali kepada pemiliknya, dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, jangan sampai harta temuan menjadi sebab kita tergelincir dalam dosa karena kelalaian menjaga amanah.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha