
PWMJATENG.COM, Surakarta – Dua mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tengah mencuri perhatian setelah menjalani program magang internasional di Thailand. Program ini bukan sekadar ajang mengajar, melainkan juga pengalaman hidup di tengah masyarakat Muslim yang sarat budaya dan nilai keagamaan.
Hanum Khaerunisa dan Ratu Engka Triswati, keduanya berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMS, terpilih mengikuti YALA PESAO 1’s Internship Program – English. Selama dua bulan, sejak 1 Juli hingga 28 Agustus 2025, keduanya ditugaskan di Suksawad Wittaya School, Lam Phlai, Distrik Thepha, Provinsi Songkhla, Thailand Selatan.
Dosen pembimbing program, Susiati, menyampaikan bahwa partisipasi UMS dalam program ini sudah berlangsung selama dua tahun terakhir. Menurutnya, kegiatan tersebut memberikan ruang luas bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan profesional dan kemampuan lintas budaya.
“Ini kesempatan emas bagi mahasiswa untuk belajar langsung di lingkungan internasional. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga menyerap nilai-nilai lokal dan memahami sistem pendidikan komunitas Muslim di Thailand,” ujar Susiati, Selasa (22/7).
YALA PESAO merupakan hasil kerja sama Muhammadiyah Association of Thailand dengan berbagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) di Indonesia. Program ini menyatukan unsur pendidikan, budaya, dan dakwah dalam satu kegiatan terpadu.
Selama magang, Hanum dan Ratu terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah. Mereka tidak hanya mengajar bahasa Inggris, tetapi juga ikut upacara bendera, salat berjamaah, tadarus Al-Qur’an, hingga mengikuti kajian kitab bersama para siswa dan guru.
Baca juga, Islam Berkemajuan: Jalan Tengah Menuju Rahmat bagi Semesta
Ratu Engka Triswati menyampaikan, pengalaman itu memberikan tantangan sekaligus pelajaran berharga. Ia ditugaskan mengajar siswa Matthayom 1, 2, dan 3 atau setara dengan kelas 7 hingga 9 SMP.
“Bahasa Inggris belum menjadi bahasa utama di sana, jadi komunikasi agak sulit. Tapi saya dibantu teman yang memahami sedikit bahasa Thailand,” ungkap Ratu.

Untuk mengatasi hambatan bahasa, Ratu menggunakan tiga bahasa sekaligus: Inggris, Melayu, dan Thailand. Ia juga memanfaatkan aplikasi Canva dalam mengajar agar materi lebih mudah diterima siswa.
Menurutnya, pengalaman ini mengajarkan pentingnya fleksibilitas dalam mengajar serta memahami budaya lokal. “Saya belajar banyak hal, bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga bagaimana bersikap terbuka dan adaptif,” katanya.
Selain pengalaman langsung, mahasiswa yang mengikuti program ini juga mendapatkan pengakuan akademik. Mereka berhak atas konversi 7 SKS untuk mata kuliah Kuliah Kerja Nyata Pendidikan (KKN-DIK) dan Program Lapangan Persekolahan 2 (PLP 2).
Sebelum keberangkatan, mahasiswa dibekali berbagai pelatihan. Materinya mencakup pengenalan budaya Thailand, etika tinggal di luar negeri, dan kesiapan teknis di lapangan. Selama program berlangsung, pembimbing tetap melakukan pemantauan melalui grup WhatsApp dan sesi diskusi mingguan.
Ratu mengungkapkan bahwa masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka sangat ramah dan terbuka. Suasana religius di sekolah juga membuatnya merasa diterima sepenuh hati. “Saya merasa nyaman tinggal di sana, seperti berada di rumah sendiri,” katanya sambil tersenyum.
Di akhir wawancara, Ratu memberikan pesan kepada mahasiswa lain. “Jangan takut mencoba hal baru. Keluar dari zona nyaman membuka banyak pengalaman yang tidak akan didapatkan di kelas,” pungkasnya.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha