Abduh Hisyam: Judi Online Tak Hanya Merusak Individu Namun Juga Tatanan Masyarakat

PWMJATENG.COM – Fenomena judi online telah merebak dengan cepat di tengah masyarakat Indonesia, menyusup ke berbagai lapisan sosial tanpa pandang bulu. Bukan hanya menjadi candu, praktik ini merusak fondasi ekonomi keluarga, menjerumuskan generasi muda, dan membuka pintu bagi kejahatan yang lebih luas. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Muhammad Abduh Hisyam, dalam sebuah ceramahnya mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap maraknya praktik judi online yang dianggapnya sebagai bentuk kejahatan sosial yang terstruktur.
Ia merujuk pada pemberitaan di media nasional yang menyingkap keterlibatan elite politik dalam aliran dana perjudian. Menurutnya, “uang hasil judi online dilaporkan masuk ke rekening milik seorang menteri yang memimpin kelompok pendukung tokoh politik tertentu.” Meskipun tudingan tersebut belum dipastikan secara hukum, namun Abduh menilai bahwa kasus-kasus semacam itu kian menambah daftar panjang kehancuran moral akibat judi.
Dalam menyikapi fenomena ini, Abduh mengajak masyarakat untuk kembali pada tuntunan wahyu. Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 219:
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌۭ كَبِيرٌۭ وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ ۖ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”
Ayat ini menunjukkan sikap Islam yang tegas terhadap praktik judi (maisir) dan minuman keras (khamr). Meskipun ada segelintir manfaat, seperti perasaan senang sesaat atau iming-iming uang cepat, kerusakan yang ditimbulkan lebih besar dan meluas. Abduh mengingatkan bahwa dalam Tafsir at-Tanwir, dijelaskan bahwa baik sedikit maupun banyak, keduanya tetap haram. Efek merusaknya, menurutnya, bukan hanya pada individu tetapi juga tatanan masyarakat.
Ia juga mengangkat kisah sastra klasik Indonesia, “Lotre Haji Zakaria” karya Mochtar Lubis. Cerita ini mengisahkan seorang haji yang terjerumus dalam kebiasaan membeli lotre demi impian kaya mendadak. Namun yang didapat justru adalah kehancuran, penyesalan, dan akhirnya bunuh diri. Cerita ini, menurut Abduh, adalah refleksi sosial yang relevan hingga kini, ketika masyarakat masih tergoda oleh janji semu kekayaan instan dari judi.
Baca juga, Wakil Ketua PWM Jateng Rozihan Beberkan Kiat-Kiat Raih Pahala Multilevel Marketing
Mengutip lanjutan ayat dalam Surah Al-Māidah ayat 90, Abduh menekankan larangan keras terhadap praktik judi:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَـٰمُ رِجْسٌۭ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَـٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung.”
Dalam ceramahnya, Abduh menyoroti bahwa pelarangan tersebut tidak hanya berbasis moralitas, tetapi juga berlandaskan pada prinsip rasionalitas. Ia menegaskan bahwa judi bukanlah investasi, melainkan bentuk eksperimentasi yang nyaris selalu merugikan. Pelaku judi dipancing oleh harapan-harapan palsu dan berujung pada keterpurukan ekonomi serta psikologis.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pada ayat berikutnya, Surah Al-Māidah ayat 91:
إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيْطَـٰنُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ ٱلْعَدَٰوَةَ وَٱلْبَغْضَآءَ فِى ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
“Sesungguhnya setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui khamar dan judi, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat. Maka tidakkah kamu mau berhenti?”
Ayat ini menegaskan bahwa judi bukan hanya merusak secara individu, tetapi juga menyulut konflik sosial. Dalam konteks judi online, permusuhan bisa muncul dalam keluarga yang hancur akibat ekonomi morat-marit, bahkan hingga terjadi tindak kekerasan rumah tangga.
Abduh juga menyayangkan bahwa dalam masyarakat kita masih banyak yang meyakini bahwa setan secara harfiah masuk ke dalam tubuh manusia, lalu menyalahkan semua keburukan pada makhluk tak kasat mata itu. Ia menilai bahwa pemahaman seperti itu menjauhkan manusia dari tanggung jawab atas perbuatannya sendiri. “Istilah dalam Al-Qur’an tentang setan lebih kepada simbol kejahatan dan godaan, bukan entitas yang bisa disalahkan atas dosa kita,” katanya.
Akhirnya, ia menutup ceramahnya dengan mengajak umat Islam untuk tidak tertipu oleh gaya hidup instan dan semu. Judi, baik secara konvensional maupun digital, adalah bentuk perbudakan modern terhadap hawa nafsu dan mimpi semu. Ia mendorong agar masyarakat lebih melek literasi agama, ekonomi, dan teknologi sebagai bekal menghadapi zaman yang penuh godaan ini.
Ass Editor : Khoirun Nisa; Editor : M Taufiq Ulinuha