Tawasul dan Wasilah: Jalan Mendekatkan Diri kepada Allah

PWMJATENG.COM – Dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt., umat Islam mengenal konsep penting yang disebut tawasul dan wasilah. Kedua istilah ini saling berkaitan erat dan menjadi bagian dari pengamalan spiritual yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad Saw. Namun, agar tidak terjebak dalam praktik yang menyimpang, pemahaman terhadap keduanya perlu ditelaah secara mendalam berdasarkan dalil yang sahih dan pemahaman para ulama.
Istilah wasilah secara lugas disebut dalam Al-Qur’an surah Al-Māidah ayat 35:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung.”
Dalam ayat tersebut, Allah memberikan tiga arahan penting bagi orang-orang yang beriman agar mereka meraih kesuksesan, yakni: bertakwa kepada Allah (ittaqullah), mencari wasilah untuk mendekat kepada-Nya (wabtagū ilaihil-wasīlah), dan berjihad di jalan-Nya (wajāhidū fī sabīlih).
Wasilah dalam konteks ini bermakna sarana atau jalan yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut penjelasan para ulama, wasilah bisa berbentuk amal saleh, doa, atau bahkan perantaraan melalui sesuatu yang diridai Allah. Adapun tawasul adalah metode atau cara menggunakan wasilah tersebut agar permohonan dan doa kita dikabulkan oleh Allah Swt.
Dalam praktiknya, tawasul dilakukan ketika seseorang berdoa dan memohon sesuatu kepada Allah. Namun, ia menyertakan perantara—baik dalam bentuk amal, nama Allah, maupun orang saleh—dengan harapan bahwa permohonannya lebih cepat dikabulkan. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana bentuk-bentuk tawasul yang dibolehkan (al-tawassul al-masyru’) dan yang dilarang (al-tawassul al-mamnū’).
Tiga Komponen Tawasul
Tawasul tidak bisa dilepaskan dari tiga elemen utama, yaitu:
- Al-Mutawassal Ilaih: Allah Swt., sebagai pihak yang dimohonkan.
- Al-Mutawassil: Hamba Allah yang memohon, yaitu manusia.
- Al-Mutawassal Bihi: Sarana atau perantara yang digunakan untuk memohon kepada Allah.
Dalam hal ini, manusia sebagai mutawassil adalah makhluk yang senantiasa memiliki kebutuhan dan keinginan. Untuk menggapainya, ia memohon kepada Allah dengan perantara amal atau sarana tertentu (al-mutawassal bihi). Namun, agar doanya diterima, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Pertama, orang yang bertawasul haruslah seorang mukmin dan hamba yang saleh. Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah:
أَيَكُونُ الْعَبْدُ الْمُطِيعُ لِلَّهِ مِنَ الشُّحِّ وَكَمَالِهِ وَجَلَّ
“Orang yang memohon kepada Allah itu harus orang yang taat, saleh, dan beriman.”
Baca juga, Kapan Puasa Tasua dan Asyura 2025? Ini Jadwal dan Keutamaannya
Kedua, amal yang dijadikan sarana bertawasul harus merupakan amal yang diridai Allah dan telah ditetapkan dalam syariat.
أَيَكُونُ الْعَمَلُ الَّذِي يُطْلَبُ بِهِ مِمَّا اللَّهُ إِبَادَهُ بِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
“Amal yang dijadikan sarana harus merupakan bentuk ibadah yang telah Allah tetapkan kepada hamba-Nya.”
Ketiga, amal tersebut harus sesuai dengan ajaran dan sunnah Rasulullah Saw.
أَيَكُونُ الْعَمَلُ مَشْرُوعًا وَمُنْفَصِلًا عَنْ سُنَّةِ رَسُولِهِ
“Amal tersebut harus sesuai syariat dan tidak bertentangan dengan sunnah Rasul-Nya.”
Tawasul yang Disyariatkan dan yang Dilarang
Tawasul yang masyru’ (disyariatkan) adalah cara mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah yang diperintahkan, baik yang wajib maupun sunah. Bentuknya bisa berupa perkataan, perbuatan, maupun keyakinan yang sesuai dengan syariat Islam. Misalnya, seseorang bertawasul dengan menyebut amal salehnya ketika memohon kepada Allah agar diberi pertolongan.
Sementara itu, tawasul yang mamnū’ (dilarang) adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui sarana yang tidak disyariatkan, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun keyakinan. Contohnya adalah memohon kepada Allah melalui perantaraan orang yang telah wafat, atau menjadikan benda-benda tertentu sebagai perantara yang diyakini membawa keberkahan tanpa dasar dari syariat.
Pentingnya Memahami Tawasul secara Benar
Dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam sering kali dihadapkan pada berbagai persoalan, baik bersifat pribadi, keluarga, maupun sosial. Dalam menghadapi itu semua, umat Islam diajarkan untuk kembali kepada Allah dengan berdoa dan memohon pertolongan-Nya. Namun, cara memohon itu tidak boleh sembarangan. Ia harus sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.
Dengan memahami konsep wasilah dan tawasul secara benar, seseorang tidak hanya memperbaiki kualitas hubungannya dengan Allah, tetapi juga memastikan bahwa ibadahnya tidak menyimpang dari jalur syariat. Maka, ketika kita berdoa, marilah kita perhatikan siapa yang memohon, apa sarana yang digunakan, dan bagaimana caranya. Jika semua itu sesuai dengan tuntunan Islam, insya Allah doa yang dipanjatkan akan sampai dan dikabulkan.
Kesimpulannya, tawasul bukan sekadar ritual, tetapi sebuah jalan spiritual yang harus ditempuh dengan ilmu, iman, dan keikhlasan. Wasilah adalah sarana, sementara tawasul adalah metode. Keduanya hanya bermakna ketika dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Kontributor : Nadya
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha