Puasa ‘Asyura: Dalil dan Keutamaannya

Puasa ‘Asyura: Dalil dan Keutamaannya
Oleh: Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag. (Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Puasa Tasu’a (tanggal 9 Muharram) dan ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Kedua hari ini memiliki sejarah penting dalam perjalanan umat terdahulu dan keutamaan luar biasa dalam penghapusan dosa sebagaimana dijelaskan dalam hadis-hadis sahih.
Selain itu juga terdapat anjuran memperbanyak puasa di bulan Muharram sebagaimana bisa disimak dari hadis ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seutama-utama puasa setelah Ramadlan ialah puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat Fardlu, ialah shalat malam.” (Sahih Muslim 1982)
Latar Belakang dan Sejarah Puasa ‘Asyura
Puasa ‘Asyura telah dikenal sejak masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad ﷺ hijrah ke Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Mereka menjelaskan bahwa hari tersebut adalah hari Allah menyelamatkan Bani Israil dari kejaran Fir’aun, sehingga Musa berpuasa sebagai bentuk syukur. Hal ini tergambar dalam hadis berikut :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah sampai dan tinggal di Madinah, Beliau melihat orang-orang Yahudi melaksanakan puasa hari ‘Asyura’ lalu Beliau bertanya: “Kenapa kalian mengerjakan ini?” Mereka menjawab: “Ini adalah hari kemenangan, hari ketika Allah menyelamatkan Bani Isra’il dari musuh mereka lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam menjadikannya sebagai hari berpuasa.” Maka Beliau bersabda: “Aku lebih berhak dari kalian terhadap Musa.” Lalu Beliau memerintahkan untuk berpuasa. Shahih (Bukhari 1865)
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak hanya mengikuti puasa tersebut, tetapi juga menetapkan puasa ‘Asyura sebagai puasa yang dianjurkan.
Keutamaan Puasa ‘Asyura
Keutamaan utama dari puasa ‘Asyura adalah pengampunan dosa setahun yang lalu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ كَفَّارَةُ سَنَةٍ
Dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari ‘arafah, beliau bersabda: “Penghapus (kesalahan) dua tahun.” Beliau ditanya tentang puasa hari ‘asyura`, beliau bersabda: “Pengapus (kesalahan) setahun.” (Musnad Ahmad 21479)
Namun dosa yang dihapus ini menurut kebanyakan ulama adalah dosa-dosa kecil dan tidak menyangkut dosa terhadap sesama manusia. Karena untuk mneghapus dosa besar perlu taubat nashuha, sedang dosa kepada sesame manusia perlu pemaafan atau penghalalan tersendiri khususnya yang menyangkut harta dan kehormatannya.
Baca juga, Urf dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Antara Tradisi dan Sumber Hukum Islam
Untuk pembiasaan puasa asyura, sahabat Nabi juga membiasakan anak kecil dibiasakan berpuasa asyura seperti tercermin dari Riwayat berikut.
عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ قَالَتْ أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
Dari Ar Rubai’ binti Mu’awwidz berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung Kaum Anshar pada siang hari ‘Asyura (untuk menyampaikan): “Bahwa siapa yang tidak berpuasa sejak pagi hari maka dia harus menggantinya pada hari yang lain, dan siapa yang sudah berpuasa sejak pagi hari maka hendaklah dia melanjutkan puasanya.” Dia (Ar Rubai’ binti Mu’awwidz) berkata: Setelah itu kami selalu berpuasa dan kami juga mendidik anak-anak kecil kami untuk berpuasa dan kami sediakan untuk mereka semacam alat permainan terbuat dari bulu domba, apabila seorang dari mereka ada yang menangis meminta makan maka kami beri dia permainan itu. Demikianlah terus kami lakukan hingga tiba waktu berbuka. (Shahih Bukhari 1824)
Rasulullah SAW Mengistimewakan puasa Asyura
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata: Tidak pernah aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sengaja berpuasa pada suatu hari yang Beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari ‘Asyura’ dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan. (HR Bukhari)
Anjuran Puasa Tasu’a
Agar berbeda atau menyelisihi dengan kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10, Nabi ﷺ menganjurkan umat Islam untuk menambahkan puasa sehari sebelumnya, yaitu tanggal 9 Muharram (Tasu’a).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
“Jika aku masih hidup tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu’a).”(HR. Muslim no. 1134)
Diriwayatkan sahabat Ibnu Abbas berkata :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ وَبِهَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
Dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata: “Berpuasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh dan selisihilah orang-orang Yahudi. Perkataan ini juga merupakan pendapatnya syafi’i, Ahmad dan Ishaq. (Sunan Tirmidzi 686)
Dalam Kitab Sahih Fiqh as-Sunnah disebutkan :
وقد ذهب إلى استحباب الجمع بين صيام التاسع والعاشر من المحرم: مالك والشافعي وأحمد حتى لا يتشبه باليهود في إفراد العاشر )صحيح فقه السنة وأدلته وتوضيح مذاهب الأئمة (2/ 135)
Imam Malik, asy-Syafi’I dan Ahmad menyunnahkan menghimpun puasa tanggal 9 dan 10 Muharram agar tidak menyerupai amalan puasa Yahudi yang hanya puasa tanggal 10 saja.
Bahkan sebagian ulama ada yang memakruhkan puasa tanggal 10 Muharram saja, namun mayoritas tidak menganggapnya makruh.
Namun, Nabi ﷺ wafat sebelum sempat melaksanakan puasa Tasu’a. Meski demikian, sabda beliau menunjukkan bahwa puasa Tasu’a adalah sunnah yang dianjurkan sebagai bentuk ikhtilaf (penyelisihan) terhadap tradisi Yahudi.
Bagaimana jika puasa 3 hari, yakni tanggal 9, 10 dan 11? Sebagian ulama di anatarnya dari kalangan Syafi’iyyah menyunnhkan juga berpuasa tanggal 11 disamping tanggal 9 dan 10. Imam asy-Syafi’I dalam kitab al-Umm dan al-Imla` menegaskan akan kesunnahan puasa 3 hari yakni tanggal 9,10 dan 11.
سن عند الشافعية أن يصوم معه الحادي عشر، بل نص الشافعي في الأم والإملاء على استحباب صوم الثلاثة )الفقه الإسلامي وأدلته (3/ 26)
Hikmah dan Nilai Spiritual
Puasa Tasu’a dan ‘Asyura mengajarkan nilai-nilai penting:
- Syukur atas nikmat keselamatan, seperti yang dilakukan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam.
- Meneladani Nabi Muhammad ﷺ dalam menyempurnakan ibadah dan menyelisihi kebiasaan ahli kitab.
- Menanamkan semangat taubat dan penghapusan dosa, dengan harapan Allah mengampuni dosa setahun lalu melalui ibadah yang ikhlas.
Tata Cara Pelaksanaan
Disunnahkan berpuasa dua hari, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram.
Boleh juga ditambahkan tanggal 11 untuk lebih sempurna, sebagaimana sebagian ulama menyebutkan.
Jika hanya bisa satu hari, maka tanggal 10 tetap utama.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah mengutip penjelasan sebagain ulama yang menerangkan ada tiga tingkatan puasa Asyura:
Pertama, puasa tiga hari yakni tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.
Kedua, puasa tanggal 9 dan 10 saja.
Ketiga, puasa tanggal 10 saja.
وقد ذكر العلماء: أن صيام يوم عاشوراء على ثلاث مراتب: المرتبة الاولى: صوم ثلاثة أيام: التاسع، والعاشر، والحادي عشر. المرتبة الثانية: صوم التاسع، والعاشر. المرتبة الثالثة: صوم العاشر وحده. )فقه السنة (1/ 451)
Penutup
Puasa Tasu’a dan ‘Asyura adalah momentum tahunan untuk meningkatkan ketakwaan dan memperoleh ampunan Allah. Dengan meneladani Rasulullah ﷺ dan para nabi sebelumnya, umat Islam tidak hanya menjaga tradisi ibadah, tetapi juga menyambung nilai-nilai spiritual yang dalam. Mari kita semarakkan Muharram dengan amal saleh, terutama puasa yang memiliki keutamaan besar ini. Janganlah malas beramal dan beribadah apalagi kesempatan itu sering tidak terulang lagi. Jangan lupa ajaklah kanan kiri kita untuk sama-sama meraih keutamaan serta pahala dan ampunan dari Allah SWT.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha