Iran Bukan Gaza: Momentum Perlawanan bagi Negara-Negara Tertindas

Iran Bukan Gaza: Momentum Perlawanan bagi Negara-Negara Tertindas
Oleh: Muh. Rifai, M.Si. (Sekretaris PCM Bawen dan Pendidik pada SMK Mutu Smart)
PWMJATENG.COM – Agresi militer Israel terhadap Iran bukan sekadar tindakan provokatif, tetapi merupakan eskalasi serius yang mengancam stabilitas kawasan dan menantang prinsip-prinsip hukum internasional. Berbeda dengan serangan brutal yang kerap ditujukan kepada Gaza—wilayah kecil yang miskin dan terkepung tanpa sistem pertahanan militer konvensional—Iran adalah kekuatan regional dengan kapabilitas militer yang signifikan dan pengaruh geopolitik yang luas.
Pernyataan “Iran bukanlah Gaza” bukan hanya bentuk diferensiasi, tetapi juga penegasan bahwa serangan terhadap Iran memiliki potensi membangkitkan perlawanan dalam skala yang lebih besar, terorganisir, dan berdampak secara global. Iran tidak dapat diperlakukan sebagai entitas lemah yang bisa dihantam tanpa konsekuensi berarti.
Dua Realitas yang Berbeda
Selama puluhan tahun, Gaza menjadi simbol penderitaan akibat pendudukan dan blokade. Kawasan ini dibatasi oleh darat, laut, dan udara, serta menjadi sasaran serangan militer Israel dengan alasan memberantas milisi. Setiap agresi meninggalkan kehancuran fisik dan psikologis: rumah hancur, korban sipil berjatuhan, serta trauma yang membekas antargenerasi.
Sementara itu, Iran adalah negara berdaulat dengan kekuatan militer mapan dan jaringan aliansi regional seperti Hizbullah di Lebanon, serta milisi Syiah di Suriah dan Irak. Serangan terhadap fasilitas militer atau ilmiah di wilayah Iran tak hanya menimbulkan kecaman diplomatik, tetapi juga membuka kemungkinan terjadinya konfrontasi terbuka.
Agresi yang Menyeret Konflik Global
Serangan terhadap Iran tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik internasional. Bagi Israel dan sekutu Baratnya, Iran dianggap sebagai ancaman eksistensial. Isu program nuklir Iran sering digunakan sebagai dalih utama, meski sebagian analis menilai alasan tersebut lebih bermotif politis untuk menekan kebangkitan kekuatan anti-hegemoni di Timur Tengah.
Baca juga, Pakai Rumus Fisika, Dodok Sartono Ajak PDM-PDA Kedu Gerakkan Muhammadiyah Lebih Dinamis!
Namun, Iran bukanlah negara yang dapat dibungkam hanya dengan rudal atau serangan drone. Aksi militer terhadapnya berpotensi memicu respons berantai yang melibatkan kawasan lain seperti Suriah, Lebanon, Yaman, dan Teluk Persia. Ini adalah risiko besar yang dapat menyeret dunia ke dalam konflik berskala luas.
Saatnya Dunia Tertindas Bersatu
Agresi terhadap Iran seharusnya menjadi momentum bagi negara-negara yang selama ini mengalami penjajahan, intervensi, dan penindasan global. Dunia Islam, negara-negara Global Selatan, serta gerakan pembebasan di seluruh dunia perlu melihat peristiwa ini sebagai isyarat bahwa sistem dominasi tidak akan berhenti sampai dilawan secara kolektif.
Perlawanan terhadap ketidakadilan bukan hanya tugas negara yang diserang, melainkan juga tanggung jawab moral umat manusia yang pernah merasakan penderitaan akibat kolonialisme dan imperialisme global. Ini adalah panggilan untuk menyatukan kekuatan demi menciptakan tatanan dunia yang lebih setara dan manusiawi.
Reposisi Geopolitik dan Solidaritas Global
Dunia kini bergerak menuju tatanan multipolar. Negara-negara seperti China, Rusia, India, dan Turki, serta aliansi baru seperti BRICS, muncul sebagai penyeimbang dominasi lama yang selama ini dikendalikan oleh NATO dan sekutunya. Dalam konteks ini, Iran menjadi lebih dari sekadar target militer. Ia menjelma menjadi simbol perlawanan terhadap tatanan global yang timpang.
Ketika Iran diserang, luka itu tidak hanya dirasakan di Teheran. Simpati dan semangat perlawanan turut bergema dari Caracas hingga Jakarta, dari Kabul hingga Harare. Dunia yang selama ini dibungkam mulai membuka suara melalui kesadaran baru dan semangat solidaritas yang lebih luas.
Perlawanan dengan Kesadaran Kolektif
Pernyataan “Iran bukanlah Gaza” menyiratkan banyak hal. Ia menandai perbedaan strategi dan kapasitas, sekaligus menjadi simbol awal dari fase baru perjuangan melawan agresi dan ketidakadilan global. Negara-negara tertindas harus mulai mengambil peran aktif, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai penggerak dalam pembentukan dunia yang bebas dari dominasi sepihak.
Kini adalah waktunya bagi solidaritas global yang tidak hanya simbolik, tetapi nyata dan strategis. Perlawanan adalah hak asasi setiap bangsa yang merdeka. Dalam dunia yang tengah mencari keseimbangan baru, solidaritas kolektif menjadi senjata paling efektif untuk membendung kesewenang-wenangan kekuasaan global.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha