Bisakah Muhammadiyah Cuti?

Bisakah Muhammadiyah Cuti?
Oleh : Moh. Yamin Darsyah (Dosen UIN Walisongo Semarang)
PWMJATENG.COM – Beberapa tempo lalu saya diberi hadiah buku “ Andaikan Muhammadiyah Cuti Melayani” oleh senior sewaktu di IPM yang sekarang diamanahi menjadi Ketua LPUMKM PWM Jawa Tengah dimana saya menjadi anggota beliau, saya menyebutnya Kang Khafid Sirotudin. Ada beberapa ulasan yang bisa saya sampaikan setelah membaca buku tersebut. Sebagaimana dalam sejarah kita ketahui Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta oleh seorang ulama pembaru bernama KH Ahmad Dahlan. Latar belakang pendiriannya adalah keprihatinan terhadap kondisi umat Islam saat itu yang banyak terpengaruh oleh praktik-praktik keagamaan yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni. KH Ahmad Dahlan merasa bahwa umat Islam perlu kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadis yang benar, serta menjauhi takhayul, bid’ah, dan khurafat. Ia juga melihat pentingnya pembaruan dalam bidang pendidikan dan pemikiran agar umat Islam dapat maju dan sejajar dengan bangsa lain.
Dalam mendirikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan mendapat dukungan dari para muridnya dan tokoh masyarakat Yogyakarta. Awalnya, organisasi ini hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, dengan mendirikan sekolah-sekolah Islam modern. Muhammadiyah juga menjadi pelopor dalam memadukan ilmu agama dan ilmu umum dalam kurikulum pendidikan. Dalam waktu singkat, Muhammadiyah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, terutama di wilayah Jawa. Organisasi ini berkembang pesat karena membawa semangat pembaruan dan modernisasi Islam. Sejak awal, Muhammadiyah mengusung Islam sebagai agama yang rasional, maju, dan mendorong umatnya untuk berpikir kritis serta berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
Perkembangan amal usaha Muhammadiyah merupakan salah satu pilar utama yang menunjukkan kiprah nyata organisasi ini dalam kehidupan masyarakat. Seiring dengan pertumbuhan jumlah anggotanya, Muhammadiyah terus memperluas bidang pengabdiannya, terutama dalam pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Di bidang pendidikan, Muhammadiyah kini mengelola ribuan unit pendidikan formal, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, di bidang kesehatan, Muhammadiyah memiliki jaringan rumah sakit dan klinik yang tersebar di berbagai daerah, yang dikenal dengan pelayanan yang profesional dan terbuka untuk semua golongan.
Selain itu, Muhammadiyah juga mendirikan panti asuhan, lembaga kesejahteraan sosial, hingga balai latihan kerja sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok rentan. Amal usaha ini dikelola secara profesional dan modern, mengikuti prinsip efisiensi dan akuntabilitas. Tak hanya itu, Muhammadiyah juga aktif dalam penanggulangan bencana dan program kemanusiaan melalui Lembaga Penanggulangan Bencana (MDMC). Perkembangan amal usaha Muhammadiyah menunjukkan bahwa organisasi ini tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan semata, tetapi juga sangat peduli terhadap kesejahteraan masyarakat secara luas.
Baca juga, Ketentuan Terlambat dalam Salat Jumat: Apa Batasannya Menurut Syariat?
Jika Muhammadiyah “cuti” atau berhenti sejenak dari seluruh aktivitasnya, dampaknya akan sangat besar dan terasa di berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai organisasi Islam dengan jaringan amal usaha yang luas, kehadiran Muhammadiyah sangat vital terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Jika sekolah-sekolah Muhammadiyah menghentikan kegiatan belajar-mengajarnya, maka jutaan siswa dari berbagai jenjang pendidikan akan kehilangan akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan berlandaskan nilai-nilai keislaman. Begitu juga dengan perguruan tinggi Muhammadiyah, yang selama ini telah melahirkan banyak intelektual, profesional, dan pemimpin bangsa, akan berhenti menyumbangkan kontribusinya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan riset.
Di bidang kesehatan, jika rumah sakit dan klinik Muhammadiyah berhenti beroperasi, maka masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil dan pinggiran, akan sangat kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang terjangkau dan terpercaya. Banyak pasien, termasuk yang tidak mampu, sangat bergantung pada layanan medis dari jaringan rumah sakit Muhammadiyah.
Selain itu, panti asuhan, rumah singgah, dan lembaga kesejahteraan sosial Muhammadiyah juga menjadi tempat berlindung bagi anak-anak yatim, lansia, dan masyarakat miskin. Jika lembaga-lembaga ini menghentikan operasinya, maka ribuan orang yang rentan akan kehilangan tempat berlindung dan dukungan hidup.
Kegiatan dakwah dan pembinaan umat yang dilakukan oleh Muhammadiyah juga akan terhenti. Hal ini bisa menyebabkan kekosongan dalam penyebaran ajaran Islam yang moderat, rasional, dan toleran. Di tengah berbagai tantangan radikalisme dan ekstremisme, absennya peran Muhammadiyah dapat menciptakan kekosongan wacana Islam yang damai dan berkemajuan. Tak hanya itu, jika Muhammadiyah berhenti melakukan aksi kemanusiaan melalui lembaga seperti MDMC, maka penanggulangan bencana di Indonesia akan kehilangan salah satu kekuatan relawan yang sigap, cepat, dan terpercaya.
Secara sosial, masyarakat akan merasakan kekosongan peran kepemimpinan moral yang selama ini diisi oleh Muhammadiyah melalui gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Di tingkat lokal, banyak kegiatan pengajian, majelis taklim, dan pembinaan keluarga Islami yang akan berhenti. Hal ini dapat berujung pada melemahnya nilai-nilai keagamaan di masyarakat. Dalam jangka panjang, jika Muhammadiyah benar-benar “cuti”, maka kontribusi besarnya terhadap pembangunan bangsa, baik secara fisik maupun spiritual, akan terhenti, dan hal ini bisa memperlambat kemajuan masyarakat Indonesia. Peran Muhammadiyah yang selama ini bersifat senyap tapi substansial akan mulai dirasakan betul justru ketika tidak lagi hadir. Masyarakat dan negara akan menyadari bahwa Muhammadiyah bukan sekadar organisasi keagamaan, tetapi juga kekuatan sosial yang menopang kehidupan bangsa dari berbagai sisi.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha