Ibnu Hasan: Menjadi Umat Terbaik Melalui Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Akidah Lurus

PWMJATENG.COM – Dalam sebuah pengajian, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ibnu Hasan menyampaikan pesan mendalam tentang bagaimana menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Menurutnya, salah satu kunci utama adalah dengan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, atau menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Ibnu Hasan menukil firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 104 sebagai landasan utama:
وَلْتَكُنْ مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Menurut Ibnu Hasan, ayat ini mengajarkan bahwa dakwah Islam tidak bisa dilakukan secara individual semata, tetapi harus kolektif. Allah memerintahkan agar ada “ummatun” atau sekelompok umat yang bersatu dalam tujuan mulia ini. Umat yang dimaksud bukan hanya kelompok sosial biasa, melainkan komunitas yang terorganisasi, memiliki tujuan yang sama, dan bekerja sama dalam kebaikan.
“Kalau ada yang mengatakan organisasi itu haram, maka ayat ini perlu dijelaskan. Justru Allah memerintahkan kita untuk membentuk kelompok yang terorganisasi dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar,” tegasnya.
Ibnu Hasan juga mengutip ayat lain dari Surah Ali Imran ayat 110 yang memperkuat urgensi dakwah kolektif:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
Ibnu Hasan mengutip penafsiran Ibnu Katsir bahwa umat terbaik ini adalah umat Nabi Muhammad ﷺ. Dalam istilah klasik disebut “ummatun Muhammadiyah,” yaitu umat yang mengikuti ajaran Rasulullah secara konsisten. Menurutnya, ada tiga syarat utama agar umat Islam layak disebut sebagai khaira ummah atau umat terbaik, yaitu menegakkan amar ma’ruf, mencegah kemungkaran, dan menjaga akidah yang lurus.
“Tiga hal itu yang membuat umat Islam disebut terbaik. Jika salah satu ditinggalkan, maka umat ini bisa kehilangan kemuliaannya,” ujarnya.
Lebih jauh, Ibnu Hasan menjelaskan bahwa manusia memiliki keistimewaan dalam penciptaannya dibanding makhluk lain. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Surah At-Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Baca juga, Makna Mendirikan Salat: Antara Rutinitas dan Transformasi Diri
Dengan bentuk fisik yang sempurna dan akal budi, manusia diberi amanat untuk mengelola bumi dan menegakkan nilai-nilai Ilahiyah. Bahkan malaikat dan jin pun tidak diberi amanat itu. Oleh karena itu, keistimewaan ini harus dijaga dengan akhlak dan keyakinan yang benar.
Namun, sejarah mencatat bahwa banyak umat terdahulu yang dihancurkan oleh Allah karena meninggalkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar serta terjatuh dalam syirik dan kemaksiatan. Ibnu Hasan mencontohkan dakwah para nabi terdahulu seperti Nuh, Hud, Shalih, dan Syu’aib.
Ia mengutip Surah Al-A’raf ayat 59 tentang seruan Nabi Nuh:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Artinya, “Sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar.’”
Seruan serupa juga disampaikan oleh Nabi Hud (Al-A’raf: 65), Nabi Shalih (Al-A’raf: 73), dan Nabi Syu’aib (Al-A’raf: 85). Semua menyerukan tauhid dan menolak kemungkaran yang merusak moral dan akhlak umatnya.
Menurut Ibnu Hasan, pelajaran dari para nabi tersebut sangat relevan untuk kondisi umat saat ini. Ia mengingatkan bahwa penyimpangan akidah dan rusaknya moral menjadi penyebab utama runtuhnya suatu peradaban. Maka, menjaga akidah dan aktif dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkar menjadi sebuah keniscayaan.
“Kalau anak kita belum shalat, jangan putus asa. Lihat Nabi Nuh, bahkan anak dan istrinya pun menolak dakwah, tapi beliau tetap mengajak sampai akhir,” tuturnya.
Sebagai penutup, Ibnu Hasan menegaskan pentingnya kolaborasi dan kerja sama antarumat dalam menegakkan nilai-nilai Islam. Ia mengutip Surah At-Taubah ayat 71:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya, “Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha