
PWMJATENG.COM, Semarang – Dalam suasana khusyuk dan penuh semangat, Pengajian Hari Ber-Muhammadiyah yang digelar oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Semarang pada Ahad, 18 Mei 2025, menjadi ruang refleksi sekaligus penguatan ideologis bagi para kader dan warga persyarikatan. Bertempat di tengah denyut aktivitas organisasi, kegiatan ini menghadirkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, sebagai narasumber utama.
Dalam kesempatan tersebut, Haedar menggarisbawahi bahwa Hari Ber-Muhammadiyah bukan sekadar peringatan rutin yang bersifat seremoni. Lebih dari itu, ia menegaskan, Hari Ber-Muhammadiyah adalah momentum spiritual, intelektual, dan sosial untuk menjadikan nilai-nilai Muhammadiyah merasuk dalam jiwa serta praktik kehidupan sehari-hari. Menurutnya, warga Muhammadiyah perlu memaknai peringatan ini sebagai proses memantapkan jati diri keislaman yang berkemajuan.
“Momentum ini hendaknya dimaknai sebagai upaya untuk menyatukan jiwa, semangat, cara berpikir, orientasi, sikap, dan tindakan dalam bermuhammadiyah,” ujar Haedar seperti dikutip panitia pelaksana. Ia mengajak seluruh warga persyarikatan untuk tidak hanya terlibat dalam aktivitas struktural, tetapi juga menanamkan nilai-nilai perjuangan Muhammadiyah dalam kehidupan individu dan kolektif.
Haedar menilai, tantangan zaman yang semakin kompleks menuntut Muhammadiyah untuk tampil sebagai gerakan Islam yang tidak hanya bergerak di tataran gagasan, tetapi juga mampu menjelma dalam laku hidup umat. Untuk itu, ia mendorong agar semangat bermuhammadiyah tidak berhenti pada simbol atau kegiatan seremonial, melainkan menjadi energi ruhani yang menggerakkan amal nyata.
Baca juga, Menjadi Pribadi Mulia: Jalan Menuju Jamal, Kamal, dan Jalal dalam Perspektif Islam
Menurut Haedar, warga Muhammadiyah harus menempatkan gerakan ini sebagai bagian dari identitas diri. Muhammadiyah bukan hanya organisasi formal, tetapi juga sistem nilai yang mendidik dan membimbing umat menuju kehidupan yang lebih baik. Ia menekankan pentingnya menjadikan aktivitas Muhammadiyah sebagai ladang pengabdian yang memberi kemanfaatan luas.
“Segala aktivitas Muhammadiyah hendaknya diarahkan untuk memberi maslahat bagi umat, bangsa, dan semesta,” tandasnya.
Pernyataan tersebut senada dengan prinsip ajaran Islam yang menekankan pentingnya amal shalih dan kontribusi sosial. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan berbuat baiklah, agar kamu beruntung.”* (QS. Al-Hajj: 77)
Dalam penjelasannya, Haedar Nashir juga menyoroti pentingnya mengaktualisasikan Islam berkemajuan sebagai paradigma berpikir dan bertindak. Islam berkemajuan, menurutnya, bukan konsep eksklusif yang hanya dipahami oleh elit intelektual, melainkan visi besar Muhammadiyah dalam membumikan ajaran Islam secara kontekstual dan solutif.
Dengan mengusung Islam berkemajuan, Muhammadiyah berusaha menghadirkan wajah Islam yang moderat, rasional, dan humanis. Islam yang tidak terjebak dalam romantisme masa lalu atau sekadar reaksi atas modernitas, tetapi mampu menjadi kekuatan transformasi sosial. Visi ini menempatkan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaharuan) yang senantiasa adaptif, progresif, dan solutif terhadap problematika umat.
Haedar mengingatkan, dalam menghadapi arus globalisasi dan disrupsi digital, warga Muhammadiyah harus memperkuat literasi keislaman dan kebangsaan. Ia menekankan bahwa dakwah Muhammadiyah tidak boleh eksklusif, melainkan terbuka, inklusif, dan kolaboratif.
“Jangan sampai kita hanya menjadi penonton sejarah. Muhammadiyah harus hadir menjadi pelaku utama perubahan dengan spirit tajdid dan pencerahan,” ujarnya.
Lebih jauh, Haedar mengajak seluruh lapisan warga Muhammadiyah untuk menanamkan nilai-nilai luhur persyarikatan dalam kehidupan nyata. Ia mencontohkan bagaimana semangat keikhlasan, keteladanan, dan kebermanfaatan harus menjadi karakter khas dalam setiap aktivitas Muhammadiyah.
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW, disebutkan:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Hadis ini, menurut Haedar, menjadi rujukan penting bagi gerakan Muhammadiyah untuk selalu memberi solusi dan manfaat. Oleh sebab itu, amal usaha Muhammadiyah seperti sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial harus terus dikembangkan sebagai instrumen dakwah yang memuliakan manusia.
Baca juga, Makna Mendirikan Salat: Antara Rutinitas dan Transformasi Diri
Haedar juga mendorong agar kader-kader muda Muhammadiyah mengambil peran lebih besar dalam ruang publik. Ia menekankan pentingnya penguatan kapasitas kader baik dalam aspek spiritual, intelektual, maupun kepemimpinan. Dengan begitu, kader Muhammadiyah dapat tampil sebagai pemimpin yang berintegritas dan visioner.
Pengajian Hari Ber-Muhammadiyah ini menjadi salah satu manifestasi dari komitmen persyarikatan dalam menjaga ruh gerakan. Dalam narasi yang dibangun oleh Haedar Nashir, terlihat jelas bahwa Muhammadiyah bukan hanya institusi keagamaan, tetapi juga peradaban nilai. Sebuah peradaban yang menempatkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Haedar mengingatkan, semangat bermuhammadiyah harus terus menyala dan tidak boleh padam oleh arus zaman. Ia menyampaikan harapannya agar seluruh kader dan simpatisan Muhammadiyah menjadikan momen ini sebagai penyemangat untuk berkontribusi lebih besar dalam kehidupan umat dan bangsa.
“Hari Ber-Muhammadiyah bukanlah akhir, tetapi awal dari penguatan kesadaran kolektif untuk terus bergerak maju,” pungkasnya.
Dengan semangat tersebut, Muhammadiyah diharapkan tidak hanya menjadi gerakan keagamaan, tetapi juga lokomotif peradaban yang mampu menciptakan perubahan nyata di tengah masyarakat. Sebuah gerakan yang tidak hanya hadir untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kemanusiaan secara luas.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha