Digitalisasi Ibadah dan Etika Keislaman: Bolehkah Kurban Lewat Aplikasi?

PWMJATENG.COM – Era digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal ibadah. Salah satu bentuk digitalisasi yang kian populer adalah layanan kurban secara daring melalui aplikasi atau platform digital. Masyarakat cukup mengakses aplikasi, memilih hewan kurban, membayar melalui dompet digital, lalu mendapatkan laporan pemotongan dan distribusi daging. Namun, timbul pertanyaan penting: bolehkah kurban dilakukan lewat aplikasi menurut syariat Islam?
Perspektif Fikih tentang Kurban
Kurban adalah ibadah yang disyariatkan dalam Islam sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT. Dalil utama yang menjadi dasar pensyariatan kurban adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Kurban merupakan ibadah yang mengandung unsur ritual dan sosial. Di satu sisi, penyembelihan hewan dilakukan sebagai ibadah, dan di sisi lain, dagingnya dibagikan kepada fakir miskin sebagai bentuk kepedulian sosial.
Dalam mazhab Syafi’i, orang yang berkurban boleh mewakilkan penyembelihannya kepada orang lain, asalkan hewan kurban dan penyembelihannya sesuai syariat. Artinya, jika seseorang membeli hewan kurban dan mewakilkannya kepada lembaga untuk disembelih dan didistribusikan, maka hukumnya sah.
Digitalisasi dalam Ibadah Kurban
Layanan kurban digital sebenarnya adalah bentuk dari wakalah (perwakilan), yang hukumnya dibolehkan dalam Islam. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan bahwa wakalah dalam penyembelihan hewan kurban adalah sah, selama orang yang diberi mandat dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat syar’i dalam penyembelihan.
Baca juga, Ketentuan Terlambat dalam Salat Jumat: Apa Batasannya Menurut Syariat?
Namun, dalam konteks digital, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
- Transparansi dan Kejelasan Akad
Pengguna aplikasi harus memahami akad yang dilakukan. Apakah akad jual beli hewan, wakalah penyembelihan, atau termasuk jasa distribusi? Ketidakjelasan akad dapat menimbulkan keraguan. - Keamanan dan Kredibilitas Lembaga
Kurban adalah ibadah yang memerlukan amanah. Jika lembaga atau aplikasi yang digunakan tidak kredibel atau tidak memiliki laporan yang transparan, maka bisa mencederai esensi ibadah kurban itu sendiri. - Niat dan Keikhlasan
Niat tetap menjadi aspek utama dalam ibadah. Sebagaimana hadis Nabi SAW: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Meski kurban dilakukan secara digital, selama niatnya ikhlas dan mekanismenya sesuai syariat, maka nilai ibadah tetap bisa diraih.
Tantangan Etika Keislaman dalam Era Digital
Meskipun digitalisasi memudahkan pelaksanaan ibadah, umat Islam perlu memperhatikan etika keislaman dalam menggunakannya. Jangan sampai kemudahan digital membuat umat bersikap instan dan tidak memahami makna dari ibadah kurban itu sendiri.
Kurban bukan sekadar proses transfer uang, melainkan bentuk ketundukan kepada Allah SWT, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Allah SWT berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Artinya, yang paling utama dalam kurban bukanlah aspek fisik dari hewan, melainkan ketakwaan, pengorbanan, dan kepedulian sosial.
Ikhtisar
Digitalisasi kurban melalui aplikasi diperbolehkan dalam Islam selama memenuhi syarat-syarat syariat, termasuk kejelasan akad, kredibilitas penyedia layanan, dan niat yang ikhlas. Namun, umat Islam tidak boleh terjebak dalam formalitas digital tanpa memahami ruh ibadah. Teknologi adalah alat, bukan tujuan. Etika keislaman tetap menjadi dasar dalam setiap bentuk ibadah, termasuk kurban digital.
Digitalisasi ibadah seharusnya mendekatkan manusia kepada Allah SWT, bukan menjauhkannya. Maka, mari jadikan kemajuan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas ibadah, bukan sekadar mengikuti tren tanpa makna.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha