PWM JatengTokoh

Tak Sekadar Organisasi, Muhammadiyah Adalah Paham Agama yang Memberikan Tuntunan bagi Umat Islam

PWMJATENG.COM – Dalam sebuah pengajian, Sekretaris PWM Jawa Tengah, Dodok Sartono, mengangkat tema penting yang jarang dibahas secara mendalam: posisi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) bukan sekadar organisasi Islam, tetapi juga sebagai paham agama. Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara organisasi Islam dan paham agama, serta pentingnya membedakan antara syariah, fikih, dan budaya beragama.

Dodok menyatakan bahwa tidak semua organisasi Islam bisa disebut sebagai paham agama. Ia mencontohkan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) atau Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI). Kedua organisasi tersebut tidak pernah mengeluarkan fatwa atau keputusan fikih, seperti penentuan awal Syawal atau hukum bunga bank. Artinya, mereka adalah organisasi Islam secara identitas, bukan sebagai otoritas keagamaan.

Sebaliknya, Muhammadiyah dan NU memiliki rumusan fikih dan pandangan keagamaan yang dijadikan pedoman oleh para anggotanya. Mereka memiliki otoritas keagamaan yang terstruktur, seperti Majelis Tarjih di Muhammadiyah dan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) di NU. Inilah yang menjadikan keduanya sebagai paham agama, bukan sekadar organisasi sosial-keagamaan.

Dodok menggarisbawahi bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, tidak ada lagi otoritas tunggal yang dapat menafsirkan Al-Qur’an dan hadis secara mutlak. Pada masa Nabi, seluruh tafsir dan hukum didasarkan pada wahyu. Namun kini, tafsir dan panduan pelaksanaan syariah sangat bergantung pada ijtihad para ulama dan lembaga yang kompeten.

“Karena tidak semua umat Islam mampu memahami langsung Al-Qur’an dan hadis, maka Muhammadiyah dan NU hadir memberikan panduan fikih kepada umat,” ujarnya.

Sebagai contoh, Dodok menyebut soal zakat fitrah. Zakat fitrah adalah bagian dari syariah, tetapi bagaimana cara membayarnya merupakan ranah fikih. Nabi Muhammad SAW pada zamannya membayar zakat fitrah dengan satu sha’ kurma atau gandum, bukan dengan beras atau uang seperti yang umum dilakukan di Indonesia. Satu sha’ sendiri setara dengan empat mud (sekitar 2,5–3 kg).

Baca juga, Hasan Asy’ari Ulama’i: Meraih Keberkahan Hidup sebagai Muttaqun, Muhsinun, dan Shabirin

Namun realitanya, umat Islam di Indonesia membayar zakat fitrah dengan beras atau uang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam implementasi syariah, umat membutuhkan panduan dari lembaga keagamaan, bukan hanya pemahaman tekstual. Maka dari itu, fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah atau NU tidak bersifat mutlak, tetapi hanya mengikat warga organisasi masing-masing.

Ia menekankan bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah semata. Sebagaimana sering ditulis dalam kitab-kitab para ulama: وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ (Wallāhu a‘lamu biṣ-ṣawāb) – Allah-lah yang lebih mengetahui kebenaran yang sebenarnya.

Perbedaan pendapat dalam fikih juga menjadi hal yang lumrah. Misalnya, soal waktu salat Subuh. NU menetapkan waktu masuknya salat Subuh ketika matahari berada di posisi minus 20 derajat dari ufuk, sedangkan Muhammadiyah menetapkannya pada minus 18 derajat. Perbedaan dua derajat ini menghasilkan selisih sekitar delapan menit.

Begitu pula dalam penentuan 1 Syawal. Ada kalanya umat Islam salat Idul Fitri pada hari yang berbeda. Namun, seluruh ulama sepakat bahwa salat Idul Fitri adalah ibadah yang dilakukan pada 1 Syawal. Soal tanggal pastinya, itu kembali pada hasil hisab dan rukyat masing-masing ormas keagamaan.

Dodok mengingatkan, “Islam itu fleksibel terhadap ruang dan waktu. الإسلام صالح لكل زمان ومكان (Al-Islāmu ṣāliḥun likulli zamānin wa makān) – Islam senantiasa relevan dalam setiap tempat dan waktu. Namun, bukan syariahnya yang berubah, melainkan pemahaman terhadapnya yang berkembang.”

Ia menutup dengan mengajak umat Islam untuk lebih bijak dalam menyikapi perbedaan fikih. Menurutnya, jangan sampai karena perbedaan pelaksanaan ibadah yang bersifat cabang (furu’), umat saling menyalahkan bahkan mengkafirkan satu sama lain. Hal ini bertentangan dengan semangat Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE