AUMBerita

Berani Bongkar Patriarki! Seruan Kritis Dosen UMS di Hari Kartini: “Bukan Sekadar Nostalgia, Tapi Aksi Nyata!”

PWMJATENG.COM, Surakarta – Peringatan Hari Kartini semestinya tak berhenti pada seremoni dan pujian historis. Lebih dari itu, momen ini harus menjadi ruang refleksi mendalam terhadap realitas ketimpangan gender di ranah pendidikan dan kekuasaan. Hal tersebut disampaikan secara lugas oleh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yayah Khisbiyah.

“Emansipasi bukan hanya soal akses pendidikan, tetapi juga tentang pembongkaran sistem represif yang selama ini membungkam suara perempuan dan kelompok marginal,” tegas Yayah dalam pernyataannya pada Minggu (20/4).

Yayah, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah, menilai bahwa warisan pemikiran Kartini perlu dibaca dalam konteks dekolonial dan kritis. Ia menyebut Kartini sebagai figur yang bukan hanya memperjuangkan pendidikan bagi perempuan, tetapi juga keberanian untuk berpikir merdeka dan melawan kekuasaan yang tidak adil.

Ia menyoroti bahwa meskipun Muhammadiyah telah menunjukkan keberpihakan terhadap pendidikan perempuan sejak awal berdirinya, melalui pendirian Aisyiyah pada 1917, refleksi kritis tetap diperlukan. “Kita perlu bertanya, apakah penafsiran tentang peran perempuan dalam Muhammadiyah terus berkembang?” ujar Yayah.

Lebih jauh, ia mempertanyakan keberanian untuk melakukan ijtihad feminis atas teks-teks Islam, serta peluang kepemimpinan perempuan dalam ruang keagamaan dan kebijakan publik. Ia mengingatkan, semangat Kartini tidak cukup diwujudkan melalui pujian terhadap peran domestik perempuan saja.

“Di UMS, Hari Kartini seharusnya mengundang pertanyaan tentang siapa yang suaranya divalidasi, siapa yang diabaikan, dan bagaimana kerja-kerja perempuan dihargai dalam sistem akademik,” katanya.

Yayah juga mendorong agar UMS menunjuk pimpinan perempuan di tingkat rektorat, meskipun awalnya simbolis. Menurutnya, langkah tersebut dapat menjadi titik awal untuk meruntuhkan bias gender yang mengakar.

UMS, kata Yayah, memiliki tanggung jawab unik sebagai kampus Islam untuk menafsirkan semangat Kartini dalam perspektif Islam berkemajuan. Ia menyarankan agar kurikulum ditinjau ulang secara kritis, dengan memperhatikan perspektif gender dan keadilan sosial. Pendekatan ini sejalan dengan visi Aisyiyah tentang “Perempuan Berkemajuan”.

Baca juga, Kartini Milik Kita Semua: Aisyiyah dan Perempuan Berkemajuan di Era Kini

“Program seperti pusat studi gender, seminar Aisyiyah, dan kegiatan mahasiswa memang positif. Tapi pertanyaannya, apakah semua itu menjangkau perempuan yang paling terpinggirkan? Apakah sudah cukup untuk menantang sistem yang patriarkal dan korup?” ujar Yayah lagi.

Dosen UMS tersebut menekankan bahwa dampak perubahan seharusnya tidak diukur dari jumlah acara seremonial, melainkan dari kebijakan yang mampu menciptakan ruang aman dan inklusif bagi perempuan. Ia menyarankan penguatan jaringan kepemimpinan perempuan, dukungan kesehatan mental, serta program yang membahas interseksionalitas sebagai langkah konkret.

“Lembaga pendidikan tidaklah netral. Mereka adalah bagian dari struktur kekuasaan. Maka UMS harus melampaui sekadar memberi akses. Ia harus membongkar hambatan yang membatasi kemajuan perempuan,” tegas Yayah.

Ia menyebut pentingnya perombakan budaya kampus dan evaluasi sistemik terhadap kurikulum dan promosi jabatan yang masih bias. Pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender juga harus diberantas dari lingkungan kampus.

“KurikuIum harus berpijak pada pengalaman hidup perempuan. Mendukung pendidikan perempuan berarti melahirkan agen perubahan, bukan sekadar alumni yang tunduk pada status quo,” jelasnya.

Yayah pun menutup refleksinya dengan pesan tajam. Hari Kartini, katanya, harus menjadi bahan bakar perubahan struktural, bukan hanya nostalgia sejarah.

“Mari kita ubah institusi pendidikan menjadi ruang pembebasan, bukan penjaga ketimpangan. Kampus Muhammadiyah dan Aisyiyah harus menjadi garda depan gerakan keadilan gender dan kemanusiaan,” serunya.

Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE