
PWMJATENG.COM, Surakarta – Peringatan Hari Kesehatan Dunia 2025 yang mengusung tema “Healthy Beginnings, Hopeful Futures” menjadi pengingat pentingnya masa awal kehidupan sebagai fondasi kesehatan generasi masa depan. Kesehatan ibu dan anak kini kembali menjadi sorotan global sebagai cerminan nyata dari kualitas sistem kesehatan suatu negara.
Vinami Yulian, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), menegaskan bahwa indikator kesehatan ibu dan bayi menunjukkan keberhasilan sistem pelayanan kesehatan nasional.
“Kesehatan ibu dan anak bukan sekadar urusan medis. Ini cermin sistem kesehatan secara keseluruhan,” ujar Vinami saat diwawancarai, Senin (7/4).
Ia merujuk data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat penurunan angka kematian ibu secara global sebesar 34 persen selama periode 2000 hingga 2020, dari 339 menjadi 223 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, angka ini masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs), yakni 70 per 100.000 kelahiran hidup.
“Secara global memang menurun, tetapi belum memuaskan. Indonesia sendiri angkanya masih 177 per 100.000, artinya kita masih harus bekerja keras,” tuturnya.
Vinami menilai bahwa Indonesia memang berada di jalur yang benar, tetapi kecepatan pencapaiannya belum optimal. Ia menekankan, masalah ini bukan hanya tanggung jawab tenaga kesehatan semata.
Menurutnya, akses terhadap pelayanan kesehatan, khususnya di wilayah terpencil, masih menjadi hambatan besar. Karakteristik geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, infrastruktur yang belum merata, dan keterbatasan tenaga kesehatan menjadi tantangan tersendiri.
“Banyak tenaga kesehatan enggan ditugaskan ke daerah terpencil. Alasannya bermacam-macam, mulai dari gaji, akses sulit, sampai faktor keamanan seperti di Papua,” jelasnya.
Ia juga menyoroti faktor sosial ekonomi yang turut memperburuk kondisi. Ibu hamil dari kalangan kurang mampu kerap tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, sehingga meningkatkan risiko kelahiran bayi dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
“Ketimpangan ekonomi dan rendahnya literasi kesehatan memperparah. Belum lagi budaya atau mitos yang menyesatkan, seperti larangan makan telur pascamelahirkan,” tambahnya.
Baca juga, Makna Idulfitri dan Halalbihalal: Menjaga Kesucian Lahir dan Batin
Sebagai bentuk kontribusi nyata, FIK UMS telah mengembangkan berbagai program untuk mendukung kesehatan ibu dan anak. Program tersebut meliputi edukasi berbasis komunitas, pendampingan posyandu, serta penelitian tentang deteksi dini risiko kehamilan, anemia, dan stunting.
Vinami menyebut bahwa saat ini FIK UMS tengah menjalin kolaborasi internasional dengan University of Leeds dan King’s College London dalam pengembangan model kelas ibu hamil berbasis perawatan ibu.

“Model ini mengadopsi pendekatan group antenatal care yang sudah diterapkan di Inggris dan Belanda. Harapannya bisa disesuaikan dengan konteks lokal di Indonesia,” ungkapnya.
Tak hanya itu, kolaborasi antarmahasiswa lintas program studi juga menghasilkan inovasi digital untuk deteksi dini stunting. Aplikasi ini dirancang oleh mahasiswa Keperawatan dan Teknik Informatika UMS dan sukses meraih Gold Medal serta Special Award di Malaysia Technology Expo.
Capaian tersebut turut mendorong UMS menduduki peringkat tiga nasional dalam Times Higher Education (THE) Impact Ranking pada kategori SDGs 3: Good Health and Well-being.
Vinami juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam menjaga keselamatan ibu dan anak. Ia mengatakan, masyarakat harus tanggap terhadap tanda bahaya selama kehamilan.
“Kalau suaminya tidak ada, siapa yang siaga? Masyarakat harus bergotong royong, saling mengingatkan, dan tanggap dalam kondisi darurat,” tegasnya.
Ia mendorong peran aktif akademisi dan mahasiswa untuk terlibat dalam edukasi, penelitian berbasis lokal, dan advokasi di tingkat komunitas.
Menutup pernyataannya, Vinami mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan Hari Kesehatan Dunia 2025 sebagai momen kebangkitan kolektif.
“Ini bukan semata urusan sektor kesehatan. Kita butuh kerja sama dari semua pihak — pemerintah, akademisi, masyarakat, hingga keluarga — agar setiap ibu dan bayi memiliki hak yang setara untuk hidup sehat,” pungkasnya.
Kontributor : Fika
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha